Kerja di Kota Tapi Zakat di Desa, Bagaimana Hukumnya ?
HIDAYATUNA.COM – Sebagai tempat dengan perputaran ekonomi yang lebih besar tidak mengherankan jika kemudian kota menjadi tujuan masyarakat untuk mengadu nasib.
Sebagai contoh di Provinsi DKI Jakarta, sebagai kota terbesar di Indonesia kota ini di datangi oleh lebih dari 100.000 perantau setiap tahunnya. Para perantau biasanya akan mudik ke kampung halaman minimal 1 tahun sekali pada momentum Idul Fitri.
Lantas pertanyaanya dimana mereka harus mengeluarkan zakat ? apakah mereka harus mengeluarkan zakat di Ibu Kota sebagai tempat mereka mencari nafkah atau di kampung sebagai tempat asalnya ?
Kita mulai pembahasan ini dengan mengutip hadis Rasulullah SAW yang tertulis dalam Musnad Ahmad :
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَشْبَعُ الرَّجُلُ دُونَ جَارِهِ آخِرُ مُسْنَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدِيثُ السَّقِيفَةِ
Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah seseorang menjadi kenyang sementara tetangganya kelaparan” (Musnad Ahmad)
Terkait lokasi penyaluran zakat para ulama berbeda pendapat,namun menurut pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafi’i bahwa zakat harus dikeluarkan di tempat seseorang mencari nafkah.
Hal ini dijelaskan dalam banyak kitab, diantaranya terdapat dalam Bughyatul Mustarsyidin karya Habib Abdurrahman Bin Muhammad Ba Alawi dan Hasyiyah I’anatut Thalibin karya Syaikh al-Bakri ad-Dimyathi :
حاشية إعانة الطالبين – رَحِمَكَ اللَهُ إِنَّ مْسأَلَةَ نَقْلِ الزَّكاةِ فِيْهاَ اِخْتِلاَفٌ گَثِيرٌ بَيْنَ العُلَمَاء ، وَالمَشْهُوْرُ فِي مَذْهَبْ الشَافِعِي اِمْتِنَاعُ نَقْلِهَا إِذَا وجد المُسْتَحِقُّونَ لَهَا فِي بَلَدِهَا
Artinya : Semoga Allah memberkatimu “Sesungguhnya masalah memindah zakat terdapat khilafiyah bagi banyak ulama. Menurut pendapat yang masyhur dalam mazhab Syafi’i adalah melarang memindah zakat pada daerah lain apabila pada daerah tersebut ditemukan orang-orang yang berhak menerima zakat.” (Hasyiyah I’anatut Thalibin)
Pendapat Lain
Syaikh al-Bakri ad-Dimyath melanjutkan bahwa terdapat pendapat lain yang memperbolehkan memindahkan zakat dari lokasi seseorang mencari nafkah, yaitu menurut mazhab Hanafi :
وَمُقَابِلُ المَشْهُورُ جَوَازُ النَّقْلِي ، وًهُوَ مَذْهَبُ الإِمَامْ أَبِي حَنِيْفَةْ رَضِيَ اللَهُ عَنْهُ وًكَثِيْرٌ مِنَ المُجْتَهِدِيْن ، مِنْهُمْ الإِمَامْ البُخَارِي
Artinya : Sedangkan menurut muqobil masyhur yang memperbolehkan memindah zakat adalah dari mazhab Imam Abu Hanifah dan segolongan ulama dari para mujtahid diantaranya adalah Imam Al-Bukhari. (Hasyiyah I’anatut Thalibin)
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam karyanya Fiqh al-Islami wa Adillatuhu juga lebih condong kepada pendapat dari Imam Abu Hanifah ini dengan pertimbangan bahwa zakat tersebut akan diterima oleh orang yang betul-betul membutuhkan :
قَالَ الْحَنَفِيَّةُ يُكْرَهُ تَنْزِيهاً نَقْلُ الزَّكَاةِ مِنْ بَلَدٍ إِلَى بَلَدٍ آخَرَ إِلَّا أَنْ يَنْقُلَهَا إِلَى قَرَابَتِهِ الْمَحَاوِيجِ لِيَسُدَّ حَاجَتَهُمْ، أَوْ إِلَى قَوْمٍ هُمْ أَحْوَجُ إِلَيْهَا أَوْ أَصْلَحُ أَوْ أَوْرَعُ أَوْ أَنْفَعُ لِلْمُسْلِمِينَ،
Artinya : “Madzhab Hanafi berpendapat, memindahkan distribusi zakat dari satu wilayah ke wilayah lain hukumnya makruh tahzih, kecuali pemindahan tersebut diberikan kepada keluarga terdekatnya yang membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka, kepada kelompok yang paling membutuhkannya, yang lebih baik, yang lebih wirai, yang lebih bermanfaat untuk masyarakat muslim (Fiqh al-Islami wa Adillatuhu)
Kesimpulan
Sebenarnya bagi mereka yang berada di ibu kota menurut mazhab Syafi’I diharuskan untuk mengeluarkan zakat di ibu kota sebagai tempat mereka mencari nafkah dan tidak diperbolehkan memindahkan zakatnya di kampung halaman.
Namun menurut mazhab Hanafi praktek menyalurkan zakat ke kampung halaman seperti ini diperbolehkan dengan syarat penerimanya adalah seorang fakir miskin. Jadi yang menjadi pertimbangan dalam hal kebolehan pemindahan distribusi zakat ke kampung halaman adalah asas kemaslahatan atau kemanfaatan.