Tokoh Perempuan Suri Teladan: Hafsa binti Umar

 Tokoh Perempuan Suri Teladan: Hafsa binti Umar

Kisah Keteladanan Ummu Salamah (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Hafsa binti Umar merupakan seorang janda dari suaminya yang mati syahid dalam perang Badar.

Setelah dinikahi Rasulullah, Hafsa dikenal rajin belajar, amanah, tangguh, dan sangat taat.

Di masa ketika kebanyakan laki-laki dan perempuan buta huruf, Hafsa justru sudah bisa membaca dan menulis.

Ia mengabdikan dirinya untuk belajar seni sastra ketika itu bukan kebutuhan hidup dan memang sangat jarang perempuan memiliki pengetahuan itu.

Ketika hijrah dari Makkah ke Madinah, Hafsa membuat pengaturan khusus untuk menghafal ayat-ayat Alquran saat diturunkan.

Setelah menghafal setiap ayat, dia akan memikirkannya secara mendalam, memberikan perhatian khusus pada makna, implikasi, dan interpretasi dari setiap ayat-ayat yang diturunkan.

Keingintahuannya tak terbendung dan seringkali menanyakan hal-hal yang membuatnya penasaran dengan mendiskusikan dan meminta penjelasan dari Nabi Muhammad SAW.

Pada satu ketika, dirinya bersama teman wanita lainnya, dan Nabi Muhammad SAW sedang duduk dan mengobrol bersama.

Dalam obrolan itu, Nabi SAW memberi tahu istri dan sahabatnya ini bahwa setiap orang yang telah memberikan ikrar kesetiaan di Hudaibiyah akan masuk surga.

Lalu Hafsa bertanya, bagaimana itu mungkin dan dia mengutip sebuah ayat dari Surah Maryam, “Bahwa tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak menyaksikan neraka dan mendatanginya.” (QS Maryam ayat 71)

Lalu Rasulullah SAW mengutip ayat Surah Maryam untuk menjawab pertanyaan istrinya.

“Kemudian Kami selamatkan orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Dan Kami biarkan orang-orang yang zalim di dalamnya bertekuk lutut (di neraka),” (QS Maryam ayat 72).

Hafsa tidak pernah kehilangan kata-kata dan tidak takut untuk berbeda berpendapat dengan Nabi SAW.

Tapi dia tidak pernah bertanya untuk tujuan menentang Nabi SAW. Hafsa hanya ingin tahu. Apakah itu menjengkelkan atau tidak, Hafsa hanya ingin mengeluarkan rasa ingin tahunya.

Oleh karena memperdalam tiap-tiap ayat Alquran, Hafsa secara alami menjadi hafiz Alquran.

Ia banyak menulis ayat-ayat Alquran di bagian-bagian rumahnya, pada cabang-cabang palem, papan tulis, dan bahan-bahan lain. Kemudian, di masa khalifah ‘Utsman bin Affan, ayat-ayat tersebut dijadikan dalam satu bentuk buku.

Alquran adalah hal yang paling penting dan berharga yang pernah ada di dunia. Hafsa adalah sosok yang dipercayakan baik lisan maupun tulisan.

Dia dianggap sebagai penjaga Alquran dan sumber utama dalam bentuk verbal dan tekstual.

Jika dia bukan orang yang paling dapat dipercaya, Nabi SAW dan para sahabat tidak akan memberinya tugas penting untuk menjaga Alquran.

Hafsa bukan hanya pandai dan dapat dipercaya, ia juga sosok perempuan yang tangguh.

Hafsa, dalam bahasa Arab artinya singa betina muda yang berarti kuat dan tangguh.

Suatu hari, ketika berbicara dengan ibu Hafsa, Umar ra berkata, “Saya pikir saya akan begitu dan begitu.”

Kemudian istrinya menjawab, “Tetapi akan lebih baik jika kamu melakukan ini dan it.”

“Apakah kamu berdebat dengan saya, istriku?” kata Umar.

“Mengapa tidak?” dia menjawab.

“Putrimu terus berdebat dengan Rasulullah sampai dia membuatnya kesal sepanjang hari.”

Umar segera memakai jubahnya dan langsung pergi ke rumah putrinya.

“Benarkah kamu (Hafsa) berdebat dengan Rasulullah?” Umar bertanya.

“Iya saya melakukannya,” jawab Hafsa.

Umar baru saja akan menghukumnya karena apa yang dilakukan Hafsa dianggap sebagai perilaku buruk. Tetapi Nabi SAW masuk ke kamar dan tidak mengizinkan Umar untuk menyentuhnya.

Lalu, Umar pergi mengunjungi Ummu Salama ra, mencoba mengubah perilaku Hafsa melalui dia.

“Aku heran padamu, Ibn Khattab (Umar),” katanya (Umm Salama), setelah dia mendengarkannya.

“Kamu telah ikut campur dalam segala hal. Maukah kamu sekarang mencampuri urusan Rasulullah dan istri-istrinya?”

Umar, ketika menceritakan kejadian ini, melanjutkan,

“Dan dia terus mengejarku sampai dia membuatku melepaskan banyak dari apa yang menurutku pantas.” Hafsa berdiri tegak ketika sampai pada haknya untuk mendiskusikan masalah dengan suaminya dan bahkan berdebat dengannya.

Dia berani dan tangguh bahkan dalam menghadapi kemarahan ayahnya.

Tapi dia tidak mundur dan menyatakan tidak semua yang ayahnya pikir pantas harus atau bisa terjadi dalam pernikahannya sendiri.

Malaikat Jibril menggambarkan Hafsa sebagai orang yang sering melakukan puasa dan sholat malam, dan bahwa dia akan menjadi salah satu istrinya di surga.

Ia memang memiliki kekurangan, tetapi dia juga wanita yang kuat yang tahu pikirannya sendiri dan tidak akan membiarkan siapa pun meyakinkannya tentang sesuatu tanpa bukti.

Dia adalah hamba Allah sejati dan pengikut Rasulullah. Dia menonjol dalam sejarah sebagai wanita yang benar-benar hebat dan dinamis. []

Nurul Khasanah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *