Kepemimpinan Sultan Islam di Brunai Dinilai Efektif Tekan Covid
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Negara Brunai Darussalam memiliki catatan baik dalam penangan wabah virus Covid-19. Dari sumber laporan yang dihimpun Hidayatuna, tercatat hingga 20 Juni 2021, Brunei hanya mencatatkan 255 kasus COVID-19.
Adapun kasus terbaru hanya mencatatkan dua kasus baru. Di mana salah satu kasus baru itu merupakan kasus impor dari Indonesia. Sementara sisanya merupakan transmisi lokal.
Atas catatan kasus Covid tersebut, Brunai dinilai sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang paling baik dalam menangani wabah tersebut. Itu artinya, pandemi relatif terkendali secara baik di negara tersebut.
Lantas apa kunci yang membuat Brunai berhasil dalam menekan laju penyebaran Covid-19? Profesor Politik University of Nottingham Malaysia William Case dan Post-Grad, Nadia Hamdan menilai hal itu tidak lepas dari kepemimpinan Sultan Islam di Brunai Darussalam.
Nadia Hamdan menyebutkan bahwa corak kepemimpinan Brunai yang monarki absolut. Ditambah dengan ketaatan warganya terhadap kerajaan membuat peraturan yang dijalankan pemerintah dalam menangani Covid-19 mampu berjalan baik.
“Sistem pemerintahan Brunei sebagai Monarki Absolut dan praktik ‘politik represif namun responsif’. Ditambah dengan kesetiaan warga terhadap kerajaan yang ‘dipupuk oleh monarki melalui kebijakan kesejahteraan yang komprehensif sejak lama’. Adalah kunci utama keberhasilan negara itu dalam menghadapi krisis, termasuk krisis pandemi,” ungkap Nadia Hamdan dilansir dari Liputan6, Senin (21/6/2021).
Denda dan Hukuman dari Pemerintah Brunei
Pernyataan Nadia Hamdan ini ia sampaikan melalui artikel opininya dimuat di East Asia Forum. Dengan demikian lanjut dia, status mereka sebagai negara kaya dengan populasi penduduk yang kecil juga berpengaruh terhadap efektifitas penanganan Covid.
“Dalam menanggapi secara khusus pandemi, pemerintah dengan cepat menyusun rencana de-eskalasi empat tahap. Didukung oleh alokasi anggaran khusus BND15 juta (US$ 10,5 juta) untuk menghadpai wabah dan keadaan darurat,” sambungnya.
Pemerintah Brunei juga menggelontorkan dana tambahan BND 11 juta (US$ 8,3 juta). Hal ini untuk membangun Pusat Isolasi Nasional hanya dalam tiga minggu yang menggandakan kapasitas tempat tidur negara.
Sementara itu, untuk menjaga terhadap ketidakpatuhan, pemerintah memberlakukan prosedur dengan denda dan hukuman penjara.
“Pilihan kebijakan yang efektif ini didukung di Brunei oleh fitur kelembagaan dan struktural. Terutama, kapasitas negara dan layanan publik Brunei dibuat ampuh oleh pendapatan yang dihasilkan melalui industri minyak dan gasnya.”
Ia mencatat bahwa Brunei sebagai negara memiliki keunggulan secara kelembagaan, di mana “rezim kesultanan yang otokratis memungkinkan pengambilan