Kepada Siapakah Kita Meminta Pahala?

 Kepada Siapakah Kita Meminta Pahala?

Membincang Doa, Shalat dan Shalawat (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Selama pagi jelang siang saya menemani para guru di lingkungan Lembaga Pendidikan Maarif NU Surabaya, di kawasan Makam Peneleh. Biasa materi penguatan ke-Aswajaan.

Di sesi tanya jawab ada seorang ustaz dari Madura yang menyampaikan ceramah YouTube dari seorang Kiai di Modung, Bangkalan.
Katanya amalan yang tidak ada contoh dari Nabi akan berharap pahala kepada siapa kelak di hari kiamat?
Sepertinya ustaz ini meragukan para kiai kita dan mengatakan: “Kiai tersebut dalilnya kuat.”
Saya jawab bahwa di Islam, Nabi memperbolehkan seorang ulama yang berilmu untuk berijtihad.
Dan namanya ijtihad pasti berpahala, sebagaimana sabda Nabi dalam hadis sahih:
عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ. وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ ».
Artinya:
“Dari Amr bin Ash Nabi bersabda: “Jika ada orang bijak bestari mengambil hukum, ia ijtihad lalu benar. Ia dapat 2 pahala. Jika ia ijtihad lalu salah, maka ia dapat 1 pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hasil ijtihad ulama oleh Nabi tidak disebut Bid’ah. Lha kok orang-orang sekarang bilang bidah?
Masalah kirim pahala untuk orang mati, Maulid Nabi, zikir bersama dan amalan lainnya sudah melalui proses ijtihad melalui dalil Al-Qur’an dan sunah.
Andaikan ijtihad tersebut salah tetap dapat pahala 1. Tapi saya yakin kebenaran ijtihad yang dilakukan oleh mayoritas ulama tersebut.
Contoh ijtihad yang berpahala meskipun tidak ada contoh dari Nabi adalah hadis berikut:
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: – خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ, فَحَضَرَتْ اَلصَّلَاةَ -وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ- فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا, فَصَلَّيَا, ثُمَّ وَجَدَا اَلْمَاءَ فِي اَلْوَقْتِ.
Artinya:
“Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu berkata, Ada dua orang laki-laki keluar bepergian, lalu datanglah waktu shalat sedangkan mereka tidak mempunyai air, maka mereka bertayamum dengan tanah suci dan menunaikan shalat. Kemudian mereka menjumpai air pada waktu itu juga.”
فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا اَلصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ, وَلَمْ يُعِدِ اَلْآخَرُ, ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ, فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: “أَصَبْتَ اَلسُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ” وَقَالَ لِلْآخَرِ: “لَكَ اَلْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ” – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ والنَّسَائِيّ ُ
Lalu salah seorang dari keduanya mengulangi salat dan wudlu sedang yang lainnya tidak.
Kemudian mereka menghadap Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu kepadanya.
Maka beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya:
“Engkau telah melakukan sesuai sunnah dan shalatmu sudah sah bagimu.” Dan beliau bersabda kepada yang lainnya: “Engkau mendapatkan pahala dua kali.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i.
Sudah jelas, sahabat yang melakukan salat 2x dengan cara tayamum dan wudu disabdakan dapat 2 pahala, dan Nabi tidak memvonis bidah padahal tidak dilakukan oleh Nabi.m []

Ma'ruf Khozin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *