Kemenag: Sulit Kendalikan Antek-Antek Radikalisme di Jejaring Sosial
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin dalam Forum Merdeka Barat 9 dengan tema ‘Mengedepankan Strategi Deradikalisasi’, di Ruang Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengungkapkan bahwa di era digital, mengenai paham radikal sulit dikendalikan.
“Dalam era digital sekarang ini, siapa pun bisa mengakses diskursus apa pun. Diskusi-diskusi yang berkembang di mana saja di luar negeri misalnya, di Amerika, di Timur Tengah, di mana saja itu bisa diakses di mana pun,” paparnya, di Jakarta, Senin (11/11/2019).
Bahkan, Kemenag itu meyakini jika di kampus sehingga diskusi-diskusi tentang ideologi radikal, ideologi obat hati atau apa pun itu bisa didiskusikan. Selain itu, pihaknya telah meminta perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk membentuk pusat kajian. Tujuannya agar diskusi yang berkembang tersebut tidak salah menjadi aktivitas radikal.
“Sejauh mana diskusi ini berkembang menjadi sebuah aksi menjadi sebuah aktivitas, dan menjadi sesuatu yang mempengaruhi perilaku mereka ini, tentu menjadi tantangan bagi kita semua khususnya kampus, perguruan tinggi. Kira-kira untuk mengantisipasi atau bisa memberikan kontra narasi terhadap potensi ideologi yang didiskusikan di mana-mana begitu,” ungkapnya.
Di samping itu juga ia memastikan perguruan tinggi Islam, misalnya Pondok Pesantren tidak mudah dipengaruhi oleh ideologi radikalisme. “Alhamdulillah kalau di Kementerian Agama, khususnya di perguruan tinggi Islam yang mohon maaf ya mungkin karena punya background akademik keagamaan yang memadai. Misalnya dari pondok pesantren tidak mudah biasanya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran ideologi-ideologi radikalisme,” jelasnya.
“Mungkin berbeda ketika mereka tidak punya dasar pengetahuan keagamaan sama sekali atau sangat lemah. Itu bisa dengan mudah dibaca sih. Jadi kalau di Kementerian Agama sejauh ini saya juga tidak menjamin sama sekali tidak ada tetapi potensi itu, pasti ada di mana-mana, pasti ada potensi itu, karena mereka punya akses untuk membuka,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengatakan, meskipun di instansinya maupun di perguruan tnggi Islam di Indonesia tidak menutup kemungkinan juga disusupi oleh paham radikalisme.
“Di Kementerian Agama, di perguruan tinggi perguruan tinggi kita sejauh ini potensinya pasti ada. Tidak bisa kita sangkal, tidak bisa kita nafikan. Karena orang bisa saja mengakses diskusi-diskusi itu. Tetapi kita sedang berkontestasi dengan siapapun untuk melakukan langkah-langkah antisipasi. Agar mahasiswa dan termasuk dosen-dosen kita juga ikut mencegah radikalisme,” pungkasnya.