Kelemahan dan Keunggulan Komunitas Muslim Indonesia di AS
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali ingin menyampaikan secara khusus tentang masyarakat Muslim Indonesia yang ada di luar negeri. Khususnya mereka yang menetap di berbagai kota di Amerika Serikat.
Menurutnya hal yang harus disadari adalah bahwa masyarakat Muslim Indonesia di luar negeri, termasuk di Amerika, harusnya memiliki potensi sekaligus peluang untuk melakukan banyak hal. Baik itu untuk kepentingan domestik (Amerika) maupun kepentingan negara asal (Indonesia).
“Tentu ini bukan basa basi. Tapi sebuah realita yang memiliki dasar-dasar argumentasi yang kuat,” ungkap pria Shamsi Ali dalam keterangan tertulisnya dikutip Rabu (7/7/2021).
Imam yang mendirikan pesantren di AS ini tahu bahwa Indonesia adalah negara besar. Kebesarannya tidak saja secara geografis yang membentang dari Sabang sampai Marauke.
Sebenarnya kebesaran Indonesia hampir dalam segala aspeknya. Dari sejarah, geografis hingga kepada jumlah pulau-pulau yang membentang dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Hingga kekayaan dan keindahan alamnya.
“Bagi saya pribadi, kebesaran dan keindahan Indonesia tidak saja pada alamnya. Tetapi lebih utama ada pada manusianya. Manusia Indonesia itu memiliki kelebihan-kelebihan dan potensi yang dahsyat. Sesuatu yang terkadang terlihat pada kreasi atau karya yang sederhana tapi menakjubkan dalam berbagai bidang kehidupan,” jelasnya.
Karakter Kebangsaan dalam Beragama
Berdasarkan semua itu, dan didukung oleh karakter kebangsaan Indonesia yang unik menjadikan karakter beragama di Indonesia juga menjadi unik dan khas, yang belum tentu ada pada bangsa-bangsa lain.
Karakter kebangsaan yang lemah lembut walau tidak lemah (gentle but not weak). Bangsa ini menjadi bangsa yang ramah (friendly), mudah tersenyum, mudah bergaul, bersahabat dan rendah hati. Bangsa ini adalah bangsa yang sejarahnya mengedepankan kerja sama di atas konflik dan perpecahan.
“Namun demikian, alangkah pentingnya untuk menyadari bahwa di balik semua kelebihan dan kebanggaan sebagai bangsa, khususnya sebagai Komunitas Muslim Indonesia yang hidup di luar negeri, ada juga kekurangan-kekurangan yang perlu dikritisi dan diperbaiki,” ungkapnya.
Kekurangan ini dalam pandangan Shamsi Alo bukan bagian dari karakter dasar umat dan kebangsaan. Tapi lebih kepada dorongan buruk (nafs amarah) yang kerap masih mendominasi kehidupan komunal (jama’i) anak-anak bangsa, termasuk Komunitas Muslim di luar negeri.
Penyakit Muslim Indonesia
“Tanpa tendensi memburuk-memburukkan, tapi lebih kepada “self introspection” dan “self correction” di sini saya sampaikan sebagian dari kelemahan dan keburukan yang kerap terjadi pada Komunitas Muslim Indonesia di mancanegara, termasuk Amerika. Pertama, diakui atau tidak, disadari atau tidak, Komunitas Muslim Indonesia seringkali mengalami penyakit “minder” yang cukup kronis,” jelasnya.
Hal ini cukup berdampak pada wawasan dan karakter hidup di tengah masyarakat Amerika dan dunia yang heterogen. Penyakit minder (inferiority complex) itu adalah sebuah fenomena kejiwaan yang merasa tidak mampu, lemah bahkan kalah.
“Penyakit ini dengan sendirinya mengantar kepada sikap apatis, pasif, bahkan kecenderungan putus asa,” kata Ali.
Kedua, Komunitas Muslim Indonesia seringkali mengalami penyakit “don’t care” (tidak peduli). Mereka tahu bahwa mereka punya tanggung jawab besar dalam banyak hal. Tapi mereka seolah melarikan diri dari tanggung jawabnya.
“Salah satu penyebab utama dari sikap “no care” ini adalah karena visi hidup yang terkadang terbatas pada kehidupan yang bertujuan personal. Bagi sebagian mereka ada di Amerika yang penting ada kerjaan dan aman secara finansial. Urusan Komunitas itu bukan urusan saya,” tandasnya.