Kecerdasan Spiritual Membangkitkan Ekonomi Di Era New Normal
Oleh: Ribut Lupiyanto
HIDAYATUNA.COM – Dunia termasuk Indonesia sedang bersiap menghadapi dan beradaptasi di era new normal. WHO menyatakan virus corona dapat menjadi endemik seperti HIV. Virus ini diprediksi tidak akan pernah hilang meskipun antivirus ditemukan sekalipun. Adaptasi harus tetap memprioritaskan protokol kesehatan menjadi kenormalan kehidupan yang baru. Semua manusia di muka bumi saat ini tidak bisa lari dari potensi dampak Covid-19, baik langsung maupun tidak langsung. Hampir seluruh sektor juga terdampak atas situasi ini. Salah satunya adalah sektor ekonomi mulai mikro hingga makro. Sektor ini paling terasa karena menyangkut hajat hidup masyarakat.
Semua pihak penting berkontribusi bagi minimalisasi dan mitigasi dampan ekonomi. Pemerintah penting mengeluarkan kebijakan ekonomi yang efektif. Sedangkan masyakarat juga mesti berperilaku cerdas guna menghadapi kondisi ketidakpastian seperti saat ini. Strategi fundamental guna mendorong perilaku masyarakat adalah motivasi spiritual. Kecerdasan spiritual ekonomi dibutuhkan aktualisasinya di kala menghadapi era new normal nanti.
Stabilisasi Ekonomi
Indonesian Corporate Governance Banking Watch (2014) mengungkapkan bahwa stabilitas keuangan berkaitan dengan 2 elemen, yaitu stabilitas harga dan stabilitas sektor keuangan. Jika salah satu elemen tersebut terganggu ataupun tidak dapat berfungsi dengan baik, maka elemen lainnya akan terpengaruh. Stabilitas keuangan memang bukanlah suatu target akhir, namun menjadi syarat prakondisi yang penting bagi pertumbuhan perekonomian.
Stabilitas ekonomi termasuk dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi juga akan optimal dengan dukungan komitmen politis kepemimpinan dan ketegasan hukumnya. Qardhawi (2002) menyuguhkan beberapa strategi Islam dalam pembangunan ekonomi. Yaitu dengan produktif dalam kerja, adanya jaminan hidup dari famili yang mampu, implementasi zakat, adanya jaminan kas negara dengan berbagai sumber, kewajiban material tambahan selain dengan zakat, serta seruan derma sukarela.
Aktualisasi Spiritual
Ruh spiritual sebagai pegangan fundamental tidak hanya direalisasikan dalam pola hubungan vertikal dengan Tuhan. Spiritualisme mesti dilaksanakan secara horisontal dengan sesama. Agama-agama besar terbukti tidak hanya membentuk dan menumbuhkan, tetapi menurut Christopher Dawson (dalam Husaini, 2001) juga menjadi fondasi bertahannya peradaban besar, seperti Yunani, Romawi, dan Islam.
Menurut Islam, bekerja adalah ibadah atau ritus aplikatif. Islam memberi motivasi dalam doktrinnya bahwa Allah lebih suka tangan di atas (pemberi) dari pada tangan di bawah (penerima). Untuk dapat memberi harus mempunyai dan agar punya mesti berusaha (bekerja). Selain jaminan materi ada jaminan hakiki, yakni kebahagiaan akhirat. Konsekuensi logisnya mesti mengikuti prosedur yang diridhoinya. Masyarakat juga mempunyai tanggung jawab mengupayakan hadirnya lapangan kerja dan menyiapkan kualitas pekerjanya. Bahkan, ini adalah kewajiban kolektif (fardhu kifayah).
Beberapa perilaku ekonomis diajarkan Islam dan penting diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Usaha ekonomi dalam Islam bukan hanya untuk kebutuhan setiap individu, tetapi juga memiliki fungsi sosial bagi sesama, termasuk fungsi makro ikut andil menjaga stabilitas keuangan. Berikut adalah aplikasi spiritualisme yang penting diterapkan.
Kedua, tidak menghambur-hamburkan materi. Islam mewajibkan setiap orang membelanjakan harta miliknya untuk memenuhi kebutuhan diri pribadi dan keluarganya serta menafkahkannya di jalan Allah. Dengan kata lain Islam memerangi kekikiran dan kebatilan. Larangan kedua dalam masalah harta adalah tidak berbuat mubazir kepada harta karena Islam mengajarkan bersifat sederhana.
Keempat, kewajiban membelanjakan harta hanya untuk kebaikan dan kebutuhan. Islam mewajibkan umatnya untuk bekerja dan berpenghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Setelah seseorang memperoleh harta dengan cara halal maka ada kewajiban membelanjakannya. Pembelanjaan harus mengacu pada kaidah Islam, seperti tidak boros, tidak mubazir, tidak kikir, dan lainnya. Perintah membelanjakan harta di dalam Al Quran tercantum setelah perintah untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kelima, menghindari pembelanjaan untuk barang mewah. Dalam konteks ini fokusnya bukan jenis barangnya tetapi nilai kemewahannya. Kemewahan sifatnya relatif dan tidak sama meskipun satu jenis. Mewah dalam konteks ini adalah tidak ada kemanfaatan yang diambil dan sekedar prestice saja. Selain adanya unsur ketidakmanfaatan, barang mewah juga mengundang kecemburuan sosial.
Keenam, berusaha menyisihkan pendapatan untuk ditabung. Kebutuhan manusia tidak hanya pada masa sekarang, tetapi juga waktu mendatang. Sebagian memang bisa diprediksi dan direncanakan, namun sebagian sulit dipastikan tingkat kebutuhan mendatang. Seperti halnya kesehatan, pendidikan, efek inflasi, krisis dan sebagainya. Islam menekankan untuk menabung.
Aktualisasi spiritual ekonomi jika dijalankan setiap muslim, maka akan sangat berharga bagi stabilitas perekonomian. Semoga upaya ini akan membuahkan berkah dan turut berkontribusi bagi mitigasi stabilitas di era new normal nanti.