Kecerdasaan dan Keistimewaan Imam Syafi’i Saat Kecil
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i al-Muththalibi al-Qurasyi atau dikenal Imam Syafi’i merupakan ulama besar asal Palestina. Imam Syafi’i memiliki julukan Nashih Al-Hadits (pembela Sunnah Nabi).
Imam Asy-Syafi’i atau Imam Syafi’i lahir pada 150 H/767 M di kota Gaza dan wafat di Fusthat, Mesir pada tahun 204 H/820 M.
Sebagai seorang Mufti besar, ia adalah tokoh ketiga yang dianggap sebagian orang yang mempersatukan perselisihan dari pemikiran-pemikiran yang terdapat antara dua mazhab sebelumnya, yaitu Mazhab Hanafi dan Maliki.
Muhammad Razi dalam buku “50 Ilmuwan Muslim Populer” menjelaskan bahwa Imam Syafi’i dikenal sebagai anak yang cerdas.
Bahkan sejak kecil, sosok Imam Syafi’i memiliki keistimewaan terkait dengan kecerdasannya.
“Jika Ibnu Sina menghafal Al Qur’an pada usia sekitar sepuluh tahun, Asy Syafi’i menghafal Al Qur’an di usia sembilan tahun,” ungkap Razi, dikutip Senin (21/11).
Pada usia akil balig sekitar 15 tahun, Imam Syafi’i telah diangkat sebagai mufti di kota Mekkah. Bagi orang di masa itu, jabatan tersebut merupakan jabatan prestisius.
Apalagi dicapai saat usia masih muda.
Pada usia kepala dua, Imam Syafi’i pergi belajar kepada Imam Malik, tokoh pendiri mazhab Maliki.
Mengetahui akan ada seseorang yang cerdas ingin belajar darinya, membuat Imam Malik senang bukan kepalang.
“Imam Syafi’i pun disambutnya dengan suka cita. Mereka seringkali berdialog dalam membicarakan sesuatu masalah berkaitan dengan penyelesaiannya secara syar’i,” jelasnya.
Pengajaran yang intens itu berakhir ketika Imam Malik meninggal pada saat Imam Syafi’l berusia dua puluh delapan tahun.
Tidak diketahui apakah karena kesedihan yang mendalam atau karena hal lain, ia segera meninggalkan Madinah untuk menuju Yaman. []