Kebodohan Sarana Teroris
Kebodohan Adalah Hal Yang Dibenci Dalam Islam. Untuk Itu Muncul Pengistilahan Tentang Kebodohan Sarana Teroris.
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُ, الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ الْمُسْتَقِيْمِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَبَارِكْ عَلى نَبِيِّنَا مُحمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإحْسَانِ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَا بَعْدُ: فَياَ عِبَادَ اللهِ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَقُوْنَ. إِتَقُوا اللهِ حَقَ تُقَاتِهِ وَلاَتَموْتُنَ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِى كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ, أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ, الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ,
Ma’âsyirol muslimin, rolaimakumullâh…
Khutbah saat ini ingin mengajak kita merenungkan hubungan kata organisasi dan potensi manusia (qudrah insâniyah) di dalam diri manusia, sehingga kita dapat mengenali medan kehidupan ini dengan posisi yang jelas, mana yang disebut sebagai sahabat manusia dan mana yang kemudian wajib dikendalikan atau bahkan menjadi musuh manusia.
Pertama, potensi itu bernama fitrah yang ada pada setiap manusia, dan dapat dikenali pada kecenderungannya atau hasrat untuk mengenalinya dan meraih apa yang merupakan keutamaan-keutamaan akhlak. Itu sebabnya rasa ingin mengenal siapa Tuhan, pertanyaan-pertanyaan yang muncul di batin manusia, kenapa kita hidup dan hadir di dunia ini, pertanyaan-pertanyaan tentang keinginan untuk menjadi mulia, agung, terhormat yang seluruhnya ada dalam nama-nama Allah SWT juga ada di kedalaman batin setiap manusia.
Kecenderungan seperti memang merupakan ciptaan Allah yang sudah ada dalam diri manusia tanpa kecuali, ras apa pun, warna kulit apa pun serta generasi kapan pun. Dalam diri setiap manusia telah ada apa yang disebut fitrah yang sama ini.
Itu sebabnya, Islam menyebut dirinya sebagai agama fitrah, karena Islam menyediakan semua jawaban atas pertanyaan batin manusia ini.
Selain potensi fitrah, Allah menciptakan akal sebagai potensi dalam diri manusia. Akal ini dapatkita kenali, ketika berfungsi membedakan yang benar dan yang salah. Dengan akal ini manusia dapat memiliki penglihatan yang membedakan baik dan buruk dan semua jenis-jenis pembeda itu muncul dari peran dan fungsi akal ini.
Itu sebabnya, kebodohan akan muncul ketika fungsi pembeda dalam diri manusia ini hilang. Ketika manusia tak lagi mampu membedakan kebenaran dari kebatilan, dan kebaikan dari keburukan, ketika warna-warna kehidupan itu sudah tak lagi dapat dilihat Oleh manusia, yang terjadi adalah teror dan pemaksaan atas Iainnya. Kekacauan tatanan muncul dari hilangnya fungsi akal ini.
Banyak sekali keterangan pentingnya akal ini, karena salah satu sumber teror dalam kehidupan manusia adalah hilangnya fungsi akal atau pembeda di dalam dirinya.
Ma’asyirol muslimin, robimakumullah…
Selain dua potensi tadi, Allah menciptakan apa yang disebut dhamir dalam diri setiap manusia. Kita sering kali menyebutnya dengan bisikan malaikat atau bisikan setan, namun lebih tepat adalah mahkamah yang ada dalamjiwa manusia.
Saat kita melakukan kebaikan, dhamir kita membenarkan praktek ini, saat kita melakukan kejahatan dan kezaliman, maka dhamir ini berfungsi sebagai penyeimbang yang menghukum perbuatan kita sendiri. Kita saksikan ada manusia yang setelah berlaku zalim, membunuh sesama, dhamir-nya membuat dirinya seperti dikejar-kejar Oleh kesalahan dan dosa tersebut. Saat yang sama, kita menyaksikan, ada perbuatan kejam manusia, tetapi dirinya tak merasa bersalah atas perbuatan itu, bahkan praktek yang begitu sadis dilakukannya, tetapi tidak tampak padanya wajah penyesalan. Yang demikian tentu karena dhamir mereka telah mati, sebelum dia menjadi mayat.
Selain itu, Allah juga menciptakan qalb atau juga disebut dengan fu’ad dan shadr yang diartikan dengan hati. Jika manusia itu digambarkan sebagai rumah, hati ini adalah jendela yang menjadi pintu untuk menerima sinar matahari, sehingga rumah tak terasa gelap. Itulah kenapa pesan-pesan Ilahi memasuki hati manusia, menjadikan hati manusia itu bercahaya, yang sering disebut dengan istilah tercerahkan pemikirannya.
Selain fitrah, akal, dhamir dan qalb ini, manusia juga dibekali hawa-nafsu. Islam memandang hawa nafsu ini sebagai potensi, kekuatan yang perlu dikenali dan dipahami dalam medan jiwa setiap manusia. Ciri utama hawa nafsu itu adalah dia senantiasa menuntut pemenuhannya secara intensif atau mendesak. Maka semua hal yang menuntutmu untuk memenuhinya adalah bagian dari hawa nafsu ini.
Hawa-nafsu inilah yang menciptakan peradaban manusia, penemuan-penemuan di bidang teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan yang kini. kita saksikan. Semua itu awalnya ditujukan untuk memenuhi ambisi-ambisi atau pemenuhan kehendak hawa-nafsu yang positif ini. Pada saat Yang sama, jika kita saksikan adanya pembantaian, pemaksaan kehendak dan kerusakan di bumi, itu pun juga demi pemenuhan ambisi-ambisi nafsu ini.
Islam mengajarkan pada kita, hawa-nafsu itu baik jika dikendalikan, dan menyeret manusia pada kehancuran ketika hawa-nafsu ini Yang mengendalikan. Sehingga Islam punya program pendidikan khusus Yang disebut dengan Madrasah pengendalian diri atau hawa-nafsu, dimana diri kita disimbolkan dengan hawa-nafsu itu sendiri.
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Dan aku tidak merasa bebas dari kesalahan, karena sesungguhnya diri ini cenderung menyeru Pada keburukan, kecuali yang dirahmati Tuhanku. ” (QS Yusuf: 53)
Sebelum lebih mendalam, potensi yang terakhir adalah iradah, atau pusat keputusan yang menjamin manusia itu merdeka. Bahwa setan sekalipun tak dapat memaksa manusia untuk berbuat keburukan, sehingga jika kelak manusia diminta pertanggungjawaban atas hidupnya, itu karena pada setiap manusia sudah dibekali semua potensi dengan berita yang disampaikan dan peringatan akan bahaya yang mencelakakan manusia.
Ma ‘äsyirol muslimin, rohimakumulläh…
Dalam suatu riwayat dikisahkan:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ سَرِيَّةً فَلَماَ رَجَعُوْا قاَلَ مَرْحَباً بِقَوْمٍ قَضَوُا الْجِهاَدَ الأَصْغَرَ وَبَقِيَ عَلَيْهِمُ الْجِهاَدُ الأَكْبَرُ, قِيْلَ ياَ رَسُوْلَ اللَّهِ وَماَ الْجِهاَدُ الأَكْبَرُ ؟ فَقَالَ جِهَادُ النَّفْسِ. وَقَالَ: إِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ الَّتِيْ بَيْنَ جَنْبَيْهِ.
“Rasulullah saw. mengutus Pasukan Perang. Ketika mereka kembali, Rasulullah saw. menyambut kedatangan mereka seraya berkata, ‘Selamat datang orangorang yang telah melakukan jihad kecil, dan masih ada bagi mereka jihad besar.’ Orang-orang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah jihad besar itu?’ Beliau menjawab, ‘Jihad melawan hawa nafsu. Sebaik-baik jihad adalah jihad melawan hawa nafsu yang ada di antara dua Sisi tubuhnya. “‘
Dari keterangan di atas dan hadits Rasulullah ini, kita dipahamkan bahwa seseorang muncul sebagai pemenang atau merdeka ketika ia berhasil menempatkan potensi dan fungsi-fungsi ini dałam dirinya, dałam menyikapi setiap perkara.
Akal adalah sahabat yang membantu diri manusia, dan fungsinya sebagai pembeda itu menjadi syarat bagi seseorang ketika pertama kali menyatakan dirinya sebagai muslim. Tidak diterima keislaman seseorang yang tidak berakal, yang tidur tidak sadarkan diri atau dałam keadaan terpaksa dałam bersyahadat (bersaksi). Dengan kata lain, kesaksian mereka itu tak diterima disebabkan karena muncul bukan dari sikap kemerdekaannya dałam memilih dengan akalnya.
Tidak cukup dengan akal, maka rahmat Allah juga diperlukan agar dengannya hati manusia menjadi terang benderang, dan dengan pertolongan dan inayah-Nya, rahmat Allah dapat menolong manusia dalam mengendalikan dirinya.
Hawa-nafsu tidak boleh dibunuh atau dimatikan, itu sebabnya hawa-nafsu ini butuh bimbingan dan kendali seperti halnya kuda yang dikendalikan. Kuda yang binal akan melemparkan penunggangnya dari punggungnya, ini berarti penyembah hawa-nafsu akan sedemikian rupa dibunuh oleh ambisi dan nafsunya sendiri.
Itu sebabnya kenapa akal adalah kekuatan ciptaan Allah yang membantu manusia agar tidak terjebak pada ambisi hawa-nafsu yang melawan nalar atau logikanya, alias teror ini. di awal tadi sudah disampaikan terkait organisasi, yang kata dasarnya sendiri menggunakan kata dasar organ atau tubuh manusia. Organisasi di luar manusia haruslah menjadikan potensipotensi bawaan ciptaan Allah ini terwujud dałam kehidupan manusia. Maka jelas, kebodohan telah membuat manusia tidak lagi tahu apa yang jadi potensi dirinya dan mengubah dirinya menjadi perusak yang meneror kehidupan di luar jiwanya ini.
Hadist Nabi tadi ingin mengajarkan kepada setiap pengikut Rasulullah, bahwa ketika Perang Badr itu musuh mereka kelihatan oleh mata atau indera kita, namun musuh sejati manusia justru ada di dalam dirinya yang tidak nampak oleh indera matanya, sehingga disebut sebagai perjuangan atau jihãd al-akbar dalam hadist tersebut. Kemenangan melawan hawa nafsu berarti keselarasan pada kemajuan akal, ketenangan hati dan kemajuan ilmu pengetahuan dan kendali sosial masyarakat semuanya mencerminkan jiwa yang sejatinya bersambung pada fitrah yang atas dasarnya manusia diciptakan.
Para ulama di negeri ini seharusnya menjadi jendela atau sinar Ilahi yang menerangi batin ummat ini. Ulama sebagai pewaris Nabi, harusnya juga membantu masyarakat untuk menyadarkan masyarakat akan peta kehidupan ini, karena dengan banyaknya orang yang bodoh, potensi kekacauan dan teror itu mudah, sebab memang manusia saat dikendalikan hawa-nafsunya mudah untuk terjerumus menjadi teroris. Semoga kita dapat mengisi negeri ini dengan menghidupkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, mengecilkan ruang teror di masyarakat kita dengan memperbanyak ulama yang menjadi penyinar dan penyejuk hati masyarakat sehingga tercapai sebuah negeri yang damai, tenang dan sentosa.