Kasyaf Wali dan Kasyaf Wali-Walian

 Kasyaf Wali dan Kasyaf Wali-Walian

Ahmad Baso: Wali Songo Perkenalkan Master Plan Tentang Peran dan Fungsi Ulama (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Kasyaf adalah suatu istilah bagi tersingkapnya hal ghaib bagi seseorang. Kadang ada orang tertentu yang secara misterius mendengar suara hati orang lain, melihat alam ghaib, melihat masa lalu atau masa depan, mendengar informasi dari alam ghaib dan semacamnya. Itu semua disebut kasyaf.

Hanya saja ada Kasyaf yang dialami oleh waliyullah (orang salih yang dijadikan kekasih oleh Allah). Ada pula Kasyaf yang dialami oleh wali-walian alias orang yang sok wali, berpenampilan seolah salih tapi sebenarnya bukan wali namun hanya orang yang ditipu setan.

Tentang hal ini, seorang Waliyullah terkemuka yang juga seorang fakih, shufi, ushuli, yakni Syaikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani. Dalam salah satu kitab fenomenalnya menjelaskan alasan mengapa Kasyaf tidak diperhitungkan dalam syariat.

Salah satu alasannya adalah faktor tidak maksumnya orang yang menerima Kasyaf tersebut. Tidak maksum artinya tidak dijamin selalu benar. Beliau menjelaskan:

أما عند عدم القطع بصحته فمن حيث عدم عصمة الآخذ لذلك العلم ، فقد يكون دخل كشفه التلبيس من إبليس ، فإن الله تعالى قد أقدر إبليس كا قال الغزالي وغيره : على أن يقيم للمكاشف صورة المحل الذي يأخذ علمه منه من سماء ، أو عرش ، أو كرسي ، أو قلم ، أو لوح ، فربما ظن المكاشف أن ذلك العلم عن الله ، فأخذ به فضل وأضل

Artinya :

“Adapun ketika tidak dapat dipastikan kesahihannya, maka itu dari ketidak maksuman orang yang mengambil ilmu Kasyaf tersebut. Kadang-kadang tipuan Iblis memasuki kasyafnya karena seperti dijelaskan oleh Imam Ghazali dan ulama lain, sesungguhnya Allah membuat Iblis mampu menampakkan bentuk tempat seseorang menerima Kasyaf yang berupa langit, Arasy, al-Kursi, pena takdir atau Lauh Mahfudz, sehingga seringkali orang yang menerima Kasyaf menyangka bahwa itu dari Allah sehingga dia mengambilnya lalu sesat lah dia dan menyesatkan orang lain pula.”

Ketika seseorang ditampakkan padanya alam ghaib, bahkan ketika dia merasa sudah mi’raj seperti Rasulullah karena melihat ujung langit atau bahkan Arasy sekalipun. Jangan terlalu percaya diri dulu. Bisa saja itu cuma ilusi yang dibuat oleh setan untuk menyesatkannya.

Cara Membedakan Kasyaf Benar dan Kasyaf Palsu

Lalu bagaimana cara membedakan Kasyaf yang benar dan Kasyaf palsu yang hanya hasil prank setan? Imam asy-Sya’rani memberikan tipisnya sebagai berikut:

فمن هنا أوجبوا على المكاشف انه يعرض ما أخذه من العلم من طريق كشفه على الكتاب والسنة قبل العمل به ، فإن وافق فذاك وإلا حرم عليه العمل به

“Dari sini para ulama mewajibkan orang yang mendapat Kasyaf agar mengembalikan informasi yang didapat dari kasyafnya pada Alquran dan hadis sebelum mengamalkannya. Ketika ia cocok dengan dengan keduanya maka beres, tapi kalau tidak cocok maka haram diamalkan”. (asy-Sya’rani, al-Mizan al-Kubra)

Dengan demikian kita tahu bahwa dalam dunia para waliyullah yang benar-benar sampai pada hakikat, patokan utamanya tetaplah Alquran dan hadis. Seluruh ilham dan Kasyaf yang mereka terima dikroscek dulu kesesuaiannya dengan kedua sumber primer itu sebelum dijadikan pedoman.

Pedoman inilah yang dalam sebuah kisah terkenal membuat Syaikh Abdul Qadir al-Jilani selamat. Ia berhasil lolos dari tipuan iblis yang menampakkan diri dalam bentuk cahaya yang menerangi langit.

Tipu Daya Setan Melalui Bisikan Ghaib

Adapun dalam dunia wali-walian yang sejatinya cuma orang bodoh yang dipermainkan setan. Kasyaf atau bisikan ghaib dianggap lebih tinggi dari ajaran Alquran dan hadis.

Mereka biasa menyebut orang yang berpedoman pada Alquran dan hadis sebagai orang yang belum sampai. Belum kenal hakikat, masih level pemula dan sebagainya.

Pedoman hidupnya bukan lagi kalamullah dan sabda Rasulullah tapi informasi alam ghaib yang aslinya hanyalah alam ilusi yang diciptakan setan. Wali-walian ini menyangka Rasulullah belum sampai.

Para waliyullah asli yang mengarang banyak kitab juga belum sampai, ulama-ulama yang mengoreksinya juga belum sampai. Sebab dia merasa sudah melihat Kasyaf yang luar biasa. Pertanyaannya, sampai kemana dia kok cuma nyeleneh sok pede sendirian? Sampai ke selokan mungkin.

Derajat paling tinggi di dunia telah dicapai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tak ada yang menyainginya. Hakikatnya adalah hakikat tertinggi yang tidak bisa dicapai siapa pun di kolong langit, syariatnya adalah syariat yang berlaku hingga kiamat.

Bila ada yang merendahkan ajaran rasulullah sebagai ajarannya orang yang belum sampai. Artinya dia adalah orang bodoh yang tertipu wali-walian atau penipu yang menyamar jadi wali-walian.

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *