Kasus Penembakan Jurnalis Al Jazeera Terus Diselidiki
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Penyelidikan kasus penembakan terhadap seorang jurnalis Al Jazeera bernama Shireen Abu Akleh terus diupayakan.
Dilansir dari surat kabar Israel Haaretz, Jumat (13/05/2022) Amos Harel, seorang analis militer mengatakan pada Rabu malam, Israel dan Otoritas Palestina mengadakan dialog mengenai peluru yang dikeluarkan dari tubuh Abu Akleh akan diserahkan untuk diperiksa di Israel.
Menurut surat kabar itu, penyelidikan menunjukkan bahwa peluru, yang mengenai kepalanya, berdiameter 5,56 milimeter dan ditembakkan dari senapan M16.
Penyelidikan juga menunjukkan bahwa dia berada 150 meter ketika dia menjadi sasaran pasukan Duvdevan. Pasukan yang menembakkan puluhan peluru ke arah area di mana tim pers berada.
Meskipun demikian, “informasi tidak cukup untuk menentukan pihak mana yang menembakkan peluru”. Pasalnya tentara Israel dan faksi bersenjata Palestina di Tepi Barat menggunakan senjata yang sama. Sebagaimana dirangkum menurut ringkasan pemeriksaan awal oleh tentara pendudukan, kertas ditambahkan.
Tentara Israel mengklaim bahwa selama operasi militernya di pinggiran kamp pengungsi Jenin. Ratusan tembakan dilepaskan ke tentaranya, yang merespons sumber tembakan, khususnya ke seorang pria bersenjata yang berada di atap salah satu rumah.
Dalam upaya tentara pendudukan untuk melarikan diri dari tanggung jawab atas keterlibatan anggota dan tentaranya dalam pembunuhan Abu Akleh. Mereka mengklaim dalam pemeriksaan pendahuluan bahwa “seorang pria bersenjata Palestina terlihat di atap sebuah rumah. Di samping seorang pria bersenjata dan orang lain yang melihat keluar dari jendela.”
Pemeriksaan awal tentara pendudukan menyatakan bahwa sebagian besar penembakan oleh tentara Israel langsung ke selatan. Sementara Abu Akleh dan mereka yang bersamanya berada di utara pasukan militer yang menembak.
Namun, menurut apa yang dilaporkan surat kabar tersebut – berdasarkan pemeriksaan tentara – “tampaknya beberapa tembakan Israel diarahkan ke utara juga”.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, AS, Inggris, dan UE telah menyerukan penyelidikan menyeluruh atas kematian pria berusia 51 tahun itu.