Kasih Sayang Sebagai Jalan Penumpasan Radikalisme di Indonesia

 Kasih Sayang Sebagai Jalan Penumpasan Radikalisme di Indonesia

Berdakwah dengan baik dengan mualaf dan murtadin (Ilustrasi/Hidayatuna)

Artikel berikut merupakan kiriman dari peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com yang lolos ke tahap penjurian, sebelum penetapan pemenang. Isi artikel menjadi tanggung jawab penulis.

“Kebencian itu dapat diajarkan maka kasih sayang itu dapat juga diajarkan”

Nelson Mandela

HIDAYATUNA.COM – BOOM! Sebuah ledakan terjadi di Gereja Katedral pada 28 Maret 2021 jelang hari paskah. Paham radikalisme menjadi sorotan masyarakat Indonesia, tak terkecuali pemerintahnya.

Ada apa dengan radikalisme? Lalu bagaimana peran kita sebagai muslim yang percaya akan Islam rahmatan lil alamin dalam penumpasan radikalisme di Indonesia?

Pengertian radikalisme secara umum ialah sebuah paham yang menginginkan perubahan sosial serta politik secara drastis. Misalnya, dari sistem negara demokrasi menjadi khilafah Islamiyyah.

Banyak sekali pendapat tentang “faktor yang menyebabkan fenomena radikalisme di Indonesia”. Mulai dari eksklusifisme paham keagamaan, krisis identitas, ketidak adilan, hingga tingginya angka pengangguran.

Nahasnya, paham radikal terus saja tumbuh subur di kalangan masyarakat seiring berkembangnya media sosial, seperti Twitter, YouTube, Facebook, Whatsapp, Instagram, hingga Tik-tok.

***

Segala bentuk provokasi, penyampaian dakwah secara keras dan emosional, diskriminasi kelompok lain yang berbeda pandangan, hingga dakwah yang membenarkan aksi kekerasan demi suatu tujuan menjadi sangat masif di media sosial. Kebencian terhadap pemerintah sekaligus keprihatinan terhadap muslim yang menjadi korban kebiadaban Israel di Palestina atau muslim terzalimi lainnya, seringkali menjadi alat dan senjata ampuh untuk menarik anggota.

Metode tersebut telah dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia, yang merupakan organisasi yang pernah ada di Indonesia dan memperjuangkan Khilafah Islamiyah. Organisasi ini menganggapnya sebagai jalan bagi kedaulatan Indonesia, sebelum akhirnya dibubarkan oleh pemerintah.

Selama ini pemerintah memberikan perhatian khusus dan terus berupaya menumpas bahkan menghalau pertumbuhan paham radikalisme yang tumbuh sangat cepat, dengan berbagai cara. Salah satunya dengan berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga penguatan ideologi pancasila di kampus-kampus. Namun apakah upaya pemerintah tersebut sudah cukup membendung arus paham radikalisme di Indonesia?

Upaya-upaya tersebut masih saja belum cukup, bahkan baru-baru ini terjadi bom bunuh diri di Gereja Katerdal Makassar oleh pasangan suami istri hingga Mabespolri oleh ZA. Ketiga pelaku bom bunuh diri  merupkan generasi millenial yang melibatkan wanita dalam aksinya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan seolah kaum radikal tidak gentar dan semakin brutal.

Pemerintah perlu merangkul masyarakat secara langsung untuk memutus jembatan dan perkembangan embrio-embrio radikalisme di tengah masyarakat. Terkhusus masyarakat muslim yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia. Misalnya dengan adanya dialog tentang keragaman dan keagamaan di tataran ibu-ibu PKK, remaja desa, hingga pengajian-pengajian.

***

Dialog antar teman, antar keluarga, tetangga terutama yang eksklusif atau  tertutup yang bertujuan untuk meleburkan keterasingan, kebencian, kemarahan, dan menanaman paham Islam Wasathiyyah. Keterikatan hubungan dan keselarasan pemahaman inilah yang akan mengajarkan kasih sayang dan perdamaian. Pun memberikan pemahaman bahwa masa depan Islam tidak bisa dibangun atas nama kekerasan dengan menghancurkan kemanusiaan.

Dengan demikian, Islam moderat bukan hanya berada di tengah, tetapi dapat juga merangkul yang radikal (tersesat). Dengan begitu, yang radikal akan paham bagaimana Islam sejatinya yang menghargai kehidupan satu sama lain, pemeluk agama satu dengan pemeluk agama yang lain.

Bila yang mengaku moderat terus saja mengutuk yang radikal, dalam hal ini yang menjadi korban kebodohan dan provokasi, maka yang radikal akan dengan mudahnya menjadi sangat ekstrim. Kemudian hanya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat yang tak berkesudahan.

Mereka akan merasa jalan yang mereka tempuh ialah jalan yang paling benar. Meski nyawa orang lain selalu ikut menjadi korban atas nama “jihad” yang disalahartikan.

Pengucilan terhadap kaum radikal bukanlah jalan, terus diam melihat kekeliruanpun juga bukan jalan terbaik. Dekatilah dengan penuh kasih sayang, seperti Islam yang membawa cinta kasih dan perdamaian.

Kita perlu menganggap kaum radikal sebagai korban kebodohan dan provokasi, membimbingnya serta merangkulnya. Bukan manusianya yang salah, tapi paham keagamaannya yang perlu diluruskan.

 

“Dikatakan: Wahai Rasulullah ! Doakan kebinasaan untuk orang-orang musyrik !” Beliau –shollallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab : “Sesungguhnya tidaklah aku diutus sebagai pelaknat, aku hanyalah diutus sebagai RAHMAT (kasih sayang).” [ HR. Muslim]

Addin Solikha

Addin Solikha merupakan peserta Lomba Menulis Artikel Hidayatuna.com, artikel tersebut adalah tulisan yang lolos ke tahap penjurian sebelum penetapan pemenang.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *