Cerita Karomah Kesaktian Sunan Muria

 Cerita Karomah Kesaktian Sunan Muria

Karomah Kesaktian Sunan Muria

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sunan Muria adalah salah satu dari sembilan Wali yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa, khususnya di gunung Muria, Jawa Tengah.

Mereka menyebarkan Islam kepada masyarakat Hindu dan Budha yang kala itu menjadi mayoritas di pulau Jawa. Kesembilan wali ini memakai cara yang beragam dalam menyebarkan agama Islam agar diterima oleh masyarakat.

Sunan Muria yang bernama asli Raden Umar Said, merupakan anak dari Sunan Kalijaga melalu pernikahannya dengan Dewi Saroh.

Raden Umar Said terkenal akan ilmunya yang sakti, dan terkenal sebagai pencipta tembang Sinom dan Kinanthi. Dalam dakwahnya, Raden Umar Said lebih menekankan dakwahnya kepada kaum nelayan, pedagang dan rakyat jelata.

Menginjak dewasa, Raden Umar Said menikah dengan Dewi Sujinah yang merupakan putri dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji).

Sunan Ngudung merupakan salah satu putera dari sultan Mesir yang melakukan perjalanan hingga tanah Jawa. Sunan Ngudung sendiri merupakan ayah dari Sunan Kudus.

Dari pernikahannya dengan Dewi Sujinah, ia dikaruniai putera bernama Pangen Santri atau Sunan Ngadilangu.

Menurut beberapa kisah, Raden Umar Said juga mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal akan kecantikannya.

Dewi Roroyono merupakan putri dari Sunan Ngerang, seorang ulama terkenal di Juwana yang memiliki ilmu kesaktian yang tinggi.

Serta merupakan guru Raden Umar Said dan Sunan Kudus. Kecantikan Dewi Roroyono ini menimbulkan pertumpahan darah, dimana adik seperguruannya (Kapa) menculik Dewi Roroyono yang kemudian menyerang dan mengerahkan aji pamungkas kepada Raden Umar Said Namun hal itu justru menjadi serangan berbalik dan mengenai Kapa hingga ia tewas.

Keistimewaan atau karomah Sunan Muria berada pada benda-benda peninggalannya. Di antaranya adalah pelana kuda yang sering digunakan masyarakat sekitar Gunung Muria dalam meminta hujan saat terjadi kekeringan.

Ritual memandikan hujan tersebut bernama guyang cekathak atau memandikan palana kuda dari komplek Masjid Muria sampai mata air Sendang Rejoso.

Di sini pelana kuda di cuci dan kemudian dipercikkan ke warga yang selanjutnya berdoa dan sholat meminta hujan. Ritual diakhiri dengan makan bersama berupa sayuran, opor, gulai kambing dan dawet.

Metode Dakwah Sunan Muria 

Dalam menyampaikan dakwahnya, Raden Umar Said banyak mengadopsi metode yang digunakan ayahnya dalam menyebarkan ajaran Islam.

Namun, beliau lebih memusatkan dakwahnya ke daerah terpencil dan jauh dari pusat kota. Beliau tinggal di Desa Colo, yaitu salah satu desa yang ada di puncak gunung Muria.

Dari nama gunung inilah sebutan Sunan Muria muncul. Selain berdakwah, beliau juga mengajarkan masyarakat setempat keterampilan bercocok tanam, melaut dan berdagang.

Selain mengajarkan Islam di gunung Muria, beliau memperluas ajarannya ke daerah Tayu, Kudus dan Juwana.

Beliau beserta keluarga dan para muridnya dikenal dengan fisik yang sangat kuat, ini dikarenakan beliau dan para pengikutnya naik turun gunung setinggi 750 meter untuk berdakwah.

Raden Umar Said lebih menitikberatkan ajarannya kepada rakyat jelata daripada bangsawan. Metode dakwah beliau sering disebut Topo Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri dengan masyarakat.

Sehingga beliau lebih mudah dalam mengajak masyarakat masuk Islam. Beliau juga mengajarkan kursus keterampilan untuk para nelayan dan pelaut, sehingga ajaran yang berikan mudah diterima oleh masyarakat. Dalam berdakwah, Sunan Muria menerapkan beberapa metode, di antaranya adalah sebagai berikut, pertama, dakwah bil hikmah.

Perjalanan dakwah Raden Umar Said tidaklah mudah, meskipun kehadirannya diterima oleh masyarakat, kebanyakan penduduk di gunung masih menganut kepercayaan turun temurun yang kental dan sulit diubah.

Oleh karena itu, beliau menggunakan cara-cara bijak yang tidak memaksa. Kedua, mempertahankan kesenian gamelandan wayang, seperti sunan yang lain, Raden Umar Said masih mempertahankan musik daerah seperti gamelan dalam mengajarkan agama Islam.

Beliau tidak mengubah adat yang ada, namun justru memasukkan ajaran-ajaran Islam didalamnya.

Ketiga, menciptakan beberapa tembang Jawa, selain mempertahankan tembang Jawa, beliau juga menciptakan tembang Jawa yang berisi ajaran Islam di dalamnya. Demikian penjelasan mengenai beberapa kesaktian atau keistimewaan Sunan Muria. []

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *