Karakteristik Rezim Fir’aun

 Karakteristik Rezim Fir’aun

وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ ۚ وَفِي ذَٰلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhan”. (Qs. Al-Baqarah: 49)


Beberapa rangakaian dalam ayat ini berbicara mengenai sejarah hidup Bani Israil hubungannya dengan Fir’aun. Namun ayat-ayat yang ada dan berhubungan langsung dengan ayat ini lebih banyak bernada peringatan kepada mereka, agar mengingat kembali masa-masa suram dalam kehidupan mereka. Salah satu episode kehidupan Bani Israil, seperti dilukiskan ayat ini adalah pembunuhan terhadap anak-anak laki-laki mereka.

Dalam beberapa ayat yang lain, masa suram yang dialami Bani Israil, antara lain adalah penindasan, hidup selalu dikejar- kejar, ancaman pembunuhan dan sampai pembunuhan itu sendiri. Sejak masa itulah Bani Israil mengalami hidup diaspora, terpencar, terpisah ke berbagai wilayah. Mereka baru mengalami kemerdekaan ketika Musa hadir di tengah mereka dengan misi membebaskan Bani Israil dari penindasan Fir’aun. Oleh karena itu, Musa berkali-kali mengingatkan mereka agar selalu mau bersyukur, karena mereka sudah bebas dari penindasan tersebut. Namun dalam kenyataannya peringatan Musa itu tidak diindahkan oleh mereka. Mereka bahkan kemudian menjadi masyarakat yang kufur nikmat, sehingga malah kemudian menjadi ‘Alu’ Firaun atau bisa disebut juga menggunakan istilah Rezim Fir’aun.

Karakteristik Rezim Fir’aun Alqur’an banyak menjelaskan tentang berbagai peristiwa yang pernah dialami oleh suatu bangsa yang semula makmur dan subur, tapi kemudian hancur tenggelam. Mengapa ini terjadi ? Alquran menjelaskan bahwa ada beberapa karakter ‘Alu’ Fir’aun sebagai berikut:

  1. Penguasanya. Tidak sedikit penguasa di negeri ini, dari yang terkecil sampai teratas, sudah menjadi fir’aun-fir’aun kecil, yaitu mereka yang menggunakan kekuasannya bukan untuk melayani, tapi justru memeras yang lemah, menindas yang kecil dan merampas hak-hak orang yang tidak berdaya.
  2. Pemiliki kekayaannya (orang kayanya). Orang yang kaya ‘Alu’ Fir’aun adalah yang seperti Qarun. Mengumpulkan harta dengan tanpa peduli halal dan haram. Demi mendapatkan uang tidak ragu untuk menyakiti dan membunuh. Menjadikan alam yang gundul dan eksploitasi seperti halnya kepada pekerja seks komersial dan seterusnya.
  3. Cerdik-pandainya. Orang-orang yang memiliki kepandaiannya seperti Haman, yaitu mempersembahkan kecerdasannya untuk mengabdi kepada kezaliman. Para cerdik-pandai bukan malah melangkah ke orang-orang yang tertindas, tapi malah ke para penguasa dengan menundukkan kepalanya seraya menggumamkan ayat-ayat Allah untuk membenar- kan kezaliman mereka. Kepandaiannya untuk meliciki banyak atau untuk ‘meminteri’ orang-orang bodoh.
  4. Alim-Ulamanya. ‘Alim-Ulamanya seperti Bal’am bin Ba’ura. Menjual ayat-ayat Allah untuk memenuhi hawa nafsu kita. Mengemas ambisi-ambisi duniawi dengan ritus-ritus kesa- lehan.
  5. Masyarakatnya. Banyak yang sudah tidak peduli dengan perintah Allah atau kita di masjid membesarkan Allah, tapi di luar masjid malah menyepelekannya. Di dalam masjid menggunakan badan kita untuk beribadah kepada-Nya, tapi di luar masjid untuk bermaksiat kepada-Nya. Tangan-tangan yang kita angkat dalam do’a, adalah tangan-tangan yang bergelimang dosa. Lidah-lidah yang kita getarkan untuk menyebut asma-Nya adalah juga lidah-lidah yang berlu- muran kata-kata kotor. Kepala yang kita rebahkan dalam sujud adalah juga kepala-kepala yang kita dongakkan dengan sombong dan selalu berpikiran buruk.

Inti dari semuanya itu adalah, tidak ingat akan nikmat yang diberikan kepada Allah, dengan tidak menggunakn secara benar dan tepat seta lupa diri. Karena itu, dalam perspektif Alquran, untuk mengembalikan keadaan, menuju kemakmuran maka kita semua harus meninggalkan sifat-sifat Alu Fir’aun meninggalkan arogansi Fir’aun, kerakusan Qarun, kelicikan Haman dan kemunafikan Bal’am.

Sumber:  Tafsir Sosial, Mendialogkan Teks dengan Konteks

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *