Kapan Waktu yang Tepat Menurut Nabi untuk Memberi Nasihat
HIDAYATUNA.COM – Salah satu keindahan Islam adalah terdapatnya anjuran untuk saling menasihati diantara umat yang beriman, nasihat juga termasuk dapat dikategorikan sebagai syiar agama yang cukup agung pahalanya, pasalnya saling menasihati adalah upaya kita sebagai manusia untuk hidup lebih baik kedepannya. Nasihat biasanya tolak ukurnya selalu didasari dari pesan spiritual agama dan nilai etik moral dalam bermasyarakat.
Namun saat ini tampaknya tidak banyak dari kita yang memiliki kesungguhan dan kualifikasi dalam memberikan nasihat. Disisi lain juga semakin sulitnya orang-orang untuk menerima nasihat, padahal yang dinasihatkan adalah sebuah pesan kebaikan dan kebenaran. dalam salah satu Sabda Nabi disebutkan bahwa hak muslim atas muslim lainnya adalah jika ada seseorang yang meminta nasihat, maka dianjurkan bagi kita untuk memberikan nasihat.
Pasalnya jika nasihat baik dan benar tetap susah diterima, mungkin ada yang salah dengan cara kita menasihati, baik menyangkut kualifikasi terhadap sesuatu yang dinasihatkan, niatan dalam menasihati, tata cara menasihati maupun waktu dan keadaan ketika menasihati seseorang.
Dalam sebuah riwayat yang disandarkan kepada Nabi disebutkan bahwa. Nabi ketika menasihati umatnya, juga sangat memperhatikan waktu yang tepat bagi audiensinya, pasalnya hal ini menyangkut situasi dan kondisi sahabat-sahabat Nabi, jika tanpa memperhatikan adab sebagaimana hadits yang di riwayatkan oleh Imam Bukhari. No 68, dikhawatirkan sahabat-sahabat akan merasa jenuh dan bosan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Abu Wa’il dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi SAW selalu memilih waktu yang tepat bagi kami untuk memberikan nasihat, karena beliau takut kami akan merasa bosan.
Maksud hadis ini dalam Fathul Bary, Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa, kata يَتَخَوَّل artinya (Memperhatikan), sedangkan kata مَوْعِظَة diartikan sebagai nasihat atau peringatan.
Sedangkan kata يَتَخَوَّلُنَا (Selalu memilih waktu yang tepat bagi kami). Menurut Al Khaththabi, kata Al khaa ‘il (isim fa’il dan khaala) berarti orang yang memperhatikan atau menjaga harta. Oleh karena itu, maksud dari hadits ini adalah bahwa Rasulullah selalu memperhatikan aspek waktu dalam memberikan nasihat kepada kami. Beliau tidak memberikan nasihat setiap waktu supaya kami tidak merasa bosan.
التَّخَوَّنُ(dengan huruf “nun”) juga mempunyai arti memperhatikan, menjaga atau menjauhi perbuatan khianat. Diriwayatkan bahwa Abu Amru bin Al ‘Ala mendengar Al A’masy menyampaikan hadits ini dengan lafadz يَتَخَوَّلُنَا (menggunakan huruf “lam”), kemudian Abu Amru mengulangnya dengan menggunakan huruf “nun” يَتَخَوَّننَا dan Al A’masy tidak membantahnya karena kedua lafazh tersebut dibolehkan.
Abu Ubaid Al Harawi menyebutkan dalam kitab Al Gharibiin bahwa yang benar adalah lafadz يَتَخَوَّلُنَا (dengan huruf “ha”), yang artinyaNabi memperhatikan kondisi kami ketika hendak memberikan nasihat.Dalam hal ini saya berpendapat bahwa yang benar adalah Riwayatpertama يَتَخَوَّلُنَا . karena Manshur juga meriwayatkan dari Abu Wa’ilseperti riwayat Al A’masy.
Ada beberapa pelajaran penting dalam hadits ini, antara lain:
- Anjuran untuk tidak melakukan perbuatan shalih secara terus menerus karena dikhawatirkan akan menyebabkan rasa bosan. Meskipun ketekunan atau kontinuitas sangat diharapkan dalam melakukan pekerjaan, akan tetapi hal itu dapat dilakukan dengan beberapa cara; yaitu dilaksanakan setiap hari dengan syarat tidak membebani, atau dilakukan dua hari sekali sehingga dapat melakukan perbuatan tersebut pada hari berikutnya dengan penuh semangat, atau bisa juga dilakukan seminggu sekali disesuaikan dengan kondisi masing-masing individu.
- Perbuatan Ibnu Mas’ud dan pemberian alasannya itu adalah dalam rangka mengikuti perbuatan Nabi Muhammad, atau Ibnu Mas’ud mengikuti Nabi dengan memperhatikan waktu dalam melakukan ataupun meninggalkannya, Kemungkinan kedua tersebut merupakan kemungkinan yang paling tepat.
- Dari hadits ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa menyamakan antara shalat sunah rawatib dengan yang bukan dalam pelaksanakannya secara kontinyu dalam waktu tertentu, adalah makruh hukumnya,
Artinya bahwa dalam hadis di atas di isyaratkan bahwa waktu yang tepat untuk memberikan nasihat adalah waktu dimana kiranya sahabat dirasa perlu menerima nasihat, tidak setiap waktu Nabi ketemu sahabat lantas memberikan nasihat, karena selain ditakutkan nasihat yang diberikan menjadikan orang manjadi jenuh dan bosan juga, kiranya memberi ruang jedah waktu untuk mengamalkan nasihat-nasihat yang sebeleumnya. Sebagaimana Nabi biasa mengajari Ketika turun suatu ayat al-Qur’an. Tidak diberikan seketika agar sahabat merasa memiliki waktu terlebih dulu untuk mengamalkan, kemudia setelahnya di tambah lagi. Begitu seterusnya. Wallahu A’lam.