Jual Beli Barang Inden, Bolehkah?
HIDAYATUNA.COM – Jual beli inden yaitu jual beli barang dengan cara memesan dan membayar terlebih dahulu. Ada perbedaan mengenai hukum jual beli inden ini. Pendapat pertama mengatakan tidak sah, sementara itu pendapat kedua mengatakan sah dengan landasan bahwa jual beli semacam ini dapat dapat dikategorikan dalam jual beli salam.
Diterangkan dalam kitab Mughni al-Muhtaj sebagai berikut:
وَالأَظْهَرُ أَنَّهُ لَا يَصِحُّ بَيْعُ الغائِبِ وَالثَّانِي يَصِحُّ إِذَا وَصَفَ بِذِكْرِ جِنْسِهِ وَنَوْعِهِ اعْتِمَادًا عَلَى الوَصْفِ فَيَقُولُ بِعْتُكِ عَبْدِي التُّرْكيِّ أَوْ فَرَسَى أَوْ العَرَبيِّ أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ إِلَى أَنْ قَالَ : ( وَيُثْبِتُ الْخِيَارَ ) لِلْمُشْتَرِي ( عِنْدَ الرُّؤْيَةِ) وَإِنَّ وَجَدَّهُ كَمَا وَصَفَ. إهـ
Menurut pendapat yang lebih kuat, bahwa penjualan secara inden itu tidak sah. Sedangkan menurut pendapat yang kedua, penjualan inden itu sah, jika disebutkan kriterianya dan jenisnya secara jelas, seperti ucapan si penjual: aku menjual padamu budakku yang beretnis Turky, atau Persia atau Arab dan lainnya. Si pembeli berhak untuk memilih untuk melanjutkan atau membatalkan ketika melihat barang yang dipesannya, walaupun ia mendapatkannya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkannya.
Para ulama sering menyebutnya sebagai akad jual beli barang yang bisa disifati dan ada dalam tanggungan (bai’ maushuf fi al dzimmah). Jual beli pesan ini memeiliki syarat yaitu barang harus sudah diketahui ciri dan spesifikasinya oleh pembeli. Sebagaimana diterangkan dalam hadits di bawah ini:
من أَسْلَفَ في شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إلى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
“Barang siapa yang memesan sesuatu, maka hendaknya ia memesan dalam jumlah takaran yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan dalam timbangan yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak), dan hingga tempo yang telah diketahui (oleh kedua belah pihak) pula.” (HR Bukhari 2086)
Berdasarkan sifat keharusan pembeli mengetahui barang yang akan dibeli ini terbagi dalam beberapa kategori:
- Jual beli barang yang pernah dilihat oleh pembeli,
- Jual beli barang yang belum pernah dilihat oleh pembeli, namun pembeli familiar dengan tipe barang sejenis sebelumnya
- Jual beli barang yang belum pernah dilihat oleh pembeli dan pembeli belum familiar dengan tipe barang sebelumnya
- Jual beli barang yang tidak ada sama sekali
Tiga kategori paling atas, ulama empat madzhab menghukumi boleh dengan syarat barang tidak menyimpang dari ketentuan dan spesifikasi. Jika menyimpang atau ada ketidak sesuaian pembeli boleh melakukan pembatalan. Sementara yang teakhir yaitu “jual belie yang baranya tdidak ada sama sekali jelas tidak sah.
Jual beli inden juga seing dikaitkan dengan dengan akad Istishna’, yaitu sebuah akad yang terjadi karena ada request atau pesanan tertentu. Berikut dasarnya:
أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى الْعَجَمِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ الْعَجَمَ لَا يَقْبَلُونَ إِلَّا كِتَابًا عَلَيْهِ خَاتَمٌ فَاصْطَنَعَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ قَالَ كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِي يَدِهِ
“Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu ‘anhu, pada suatu hari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam hendak menuliskan surat kepada seorang raja non arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel, maka beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemliau putih di tangan beliau.” [HR Muslim 3903] Dan perbuatan Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam menjadi bukti nyata bahwa akad istishna’ adalah akad yang dibolehkan (Fathul Qadir oleh Ibnul Humaam 7/115).
Akad istishna’ ini biasa dilakukan dalam jual beli cincin jika pesan model tertentu di pengerajin emas, atau jahit baju di tailor. Adapun dalam jual beli rumah jadi atau mobil, yang tepat penyebutannya adalah akad salam. Demikian ulasan yang dapat kami sampaikan semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.