Jejak Keteladanan Salahudin Al-Ayubi

 Jejak Keteladanan Salahudin Al-Ayubi

Syekh Syamsuddin Tabriz: Sang Guru dan Inspirasi Jalaluddin Rumi (duniasantri.co)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kisah ini terjadi ketika babak ketiga Perang Salib dimulai. Gelombang tentara salibis fanatik berduyun-duyun memenuhi semua jalan dari Eropa dan berhenti dalam amuk yang dahsyat menggempur dinding pertahanan yang dibangun musuh mereka yang perkasa namun berhati lembut, Sultan Salahudin Al-Ayubi.

Kekalahan dan kemenangan datang silih berganti, tetapi sultan Salahudin tetap tak bergeming sedikit pun.

Akhirnya pada tahun 1187 M Salahudin Al-Ayubi maju menyerang Yerusalem.

Meski perlawanan yang dilancarkan pihak salibis sangat kuat dan keras, namun perlawanan tersebut harus bertekuk-lutut di hadapan serangan heroik Salahudin, Yerusalem pun menyerah.

Penduduk dibiarkan tidak tersentuh dan boleh meninggalkan kota dengan membawa harta milik mereka dengan aman tetapi mereka harus membayar tebusan.

Empat puluh hari diberikan kepada para penduduk untuk menebus diri mereka, dan setelah itu semua yang masih tinggal di dalam kota akan dijadikan budak.

Evakuasi pun segera dimulai. Pertama datanglah Balian, panglima tentara Kristen, yang menebus tujuh ribu kaum miskin dengan menggunakan kekayaan Raja Inggris.

Selang beberapa waktu terlihat deretan manusia dalam antrian yang panjang, masing-masing memegang uang tebusan, dan antrian orang-orang miskin yang tidak mampu menebus diri mereka.

Banyak derma wan Kristen secara sukarela membayar tebusan uang bagi ribuan orang miskin.

Patriarch, seorang yang sama sekali tidak memiliki moral dan kesadaran, melarikan harta kekayaan gereja di samping timbunan hartanya sendiri.

Beberapa orang sahabat sultan menyarankan untuk menahannya membawa lari harta rampasan itu.

Namun sultan menjawab, “Tidak. Aku tidak akan ingkar janji dengannya.”

Empat puluh hari berlalu, tetapi masih terdapat ribuan orang yang terancam menjadi budak karena tidak mampu membayar tebusan, sementara orang-orang kaya yang seagama dengan mereka tidak bersedia membayar tebusan mereka.

Melihat hal itu, Adil, saudara Salahudin Al-Ayubi, datang menghadap kepadanya dan berkata,

“Tuan, aku telah membantu Anda menaklukkan kota ini. Kini, berilah aku seribu orang yang akan dijadikan budak dari penduduk kota ini.”

“Apa yang hendak engkau perbuat dengan mereka?” tanya Salahudin penuh selidik.

“Aku akan melakukan apa yang aku suka atas mereka,” kata Adil.

Permintaan Adil dikabulkan dan ia kemudian memerdekakan seribu budak ini sesuai dengan niat sebagai derma di jalan Allah.

Balian dan Patriarch yang masih berdiri di situ, maju menghadap sultan dan mengajukan permintaan yang sama.

Permintaan mereka juga dikabulkan dan mereka berdua memerdekakan dua ribu budak pemberian Salahudin

Kemudian Salahudin Al-Ayubi menoleh kepada para sahabatnya,

“Kawan-kawan sekalian! Apakah kalian akan membiarkan aku ketinggalan di belakang jiwa-jiwa yang mulia ini dalam hal berderma? Perintahkan agar para pengawal mengumumkan ke seluruh kota bahwa semua orang lanjut usia dan lemah di kota itu bebas untuk pergi.”

Maka mereka pun berderet antri sejak pagi hingga matahari terbenam untuk memperoleh kebebasan.

Sejumlah perempuan, istri-istri, dan anak-anak perempuan para prajurit yang gugur maupun yang ditawan menghadap Salahudin Al-Ayubi dan meminta belas kasihnya.

Salahudin mendengar ratapan mereka yang memilukan dan kedua matanya basah oleh air mata.

Ia memerintahkan pembebasan, dengan segera, seluruh tawanan dan pembagian sejumlah uang dari harta miliknya sendiri untuk mereka.

Dengan demikan, benarkah Salahudin Al-Ayubi membalas dendam atas kesalahan yang kaum salibis terdahulu.

Mereka yang selama perang Salib pada tahun 1099, melakukan konvoi di jalan-jalan sambil menyeret mayat para prajurit yang tewas atau sekarat, dan yang menyiksa, menembak dan membakar orang-orang muslim yang tidak berdaya yang masih tersisa di kota itu? Tidak! Salah seorang sejarawan Kristen memberikan kesaksian berikut.

“Seandainya pengambilalihan Yerusalem adalah fakta satu-satunya yang dikenal dari Salahudin Al-Ayubi, itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa dia adalah penakluk yang paling sopan dan berhati besar pada masanya, dan barangkali, pada semua masa.” []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *