Jangan Abaikan Ukhrawi dan Duniamu

 Jangan Abaikan Ukhrawi dan Duniamu

Benarkah Islam Mengabaikan Urusan Duniawi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Orang-orang saat ini lebih gandrung akan kesenangan duniawi dan kenikmatan jasmani tanpa memikirkan aspek ukhrawi. Betapa banyak orang-orang yang begitu abai terhadap bekal ukhrawi dan lebih memilih kenikmatan duniawinya.

Hal ini membuktikan bahwa orang-orang tidak bisa lepas dan lebih cenderung pada area-area materialistis. Adagium menarik berikut ini patut dan seharusnya direnungi bersama dalam upaya mempersiapkan bekal ukhrawi dan duniawi.

من دخل القبر بلا زاد، فكأنما ركب البحر بلا سفينة

“Barang siapa yang memasuki liang kubur tanpa bekal, maka seperti halnya orang yang mengarungi samudera tanpa bahtera”

Ketika berbicara pada wilayah materialistis, yang tertanam di kepala kita adalah kecenderungan pada materi yang begitu berlebihan. Kecanduan pada hal-hal yang bersifat duniawi saja.

Meski begitu, perlu juga diakui ada kutub yang bertolak belakang dengan ini, yakni mereka yang begitu gandrung dengan aspek ukhrawi semata. Tak jarang bila lantas menanggalkan setiap hal yang bersangkut-paut dengan keduniawian.

Berlebihan dalam Ukhrawi dan Duniawi Tidak Baik

Manusia cenderung menganggap segala yang duniawi ini tidak akan dibawa ke akhirat. Akhirnya yang terjadi adalah upaya mengurung diri, menutup diri dari kegiatan sosial dengan dalih bercengkrama dengan Allah Sang Pencipta.

Mereka membawa harap memperoleh banyak pahala melalui beragam nilai kuantiti dari rakaat salat, zikir dan sebagainya. Keduanya sama-sama ekstrem, yang satu terlalu pada duniawi dan lainnya terlalu pada aspek ukhrawi.

Kecenderungan pada kubu ekstrem ini akan menimbulkan ketidak-baikan dan memperoleh dampak buruk. Apa pun yang terlalu, akan menghasilkan sesuatu yang buruk karena konsekuensi yang akan muncul adalah melampaui batas pakem tertentu.

Termasuk terlalu berlebihan dalam kebaikan itu sendiri. Sebagai contoh, bederma atau memberi adalah hal baik, tapi jika bederma tanpa batasan tertentu sehingga lupa pada nasib diri pribadi beserta keluarganya sampai-sampai harta yang dimiliki ludes tak tersisa.

Jika kurang jelas, kita tarik pada contoh Rasulullah yang ditegur Allah secara langsung lantaran berlebihan beribadah sehingga bengkak kakinya. Dengan begitu, secara tidak langsung Allah mengajarkan kita agar berlaku sewajarnya tanpa tindakan yang terlalu berlebihan.

Seorang Muslim Wajib Kaya

Lalu bagaimana seorang muslim mesti bertindak? Apa lantas seorang muslim tidak boleh kaya? Oh, tentu saja bukan hanya tidak boleh, tapi harus kaya.

Dengan begitu, tidak hanya berjuang dengan segenap jiwa raga. Baik berjuang dengan jiwanya, pikirannya, hingga ilmunya tapi juga dengan hartanya.

Memang benar harta bukan segalanya, tapi dengan harta kita bisa membangun masjid yang nyaman untuk beribadah.

Memang benar harta tidak dapat dibawa mati, tapi dengan harta kita dapat membantu mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi melihat kegundahan yang sama.

Prof. Yudian ingin menyatukan pemahaman yang terbelah antara Islam yang sifatnya duniawi dan yang ukhraawi menjadi satu. Ukhrawi dan duniawi sekaligus tanpa memberat-sebelahkan salah satunya.

Berdoa dengan Jelas

Lalu, ingin mengajarkan bekerja (beramal) setelah berdoa, berupaya menghadirkan surga di dunia sebelum surga di akhirat kelak. Bahkan dalam selipan doa yang diajarkan mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta haruslah berdoa dengan jelas.

Jika minta ilmu, minta sampai ke Harvard. Jika minta rezeki minta jadi konglomerat atau orang tajir.

Jika minta kursi atau kekuasaan minta jabatan hingga menteri bahkan jika perlu jadi presiden. Intinya, jangan tanggung-tanggung dan setengah-setengah dalam meminta, kira-kira begitu.

Dengan begitu, urusan dunia dan akhirat tidak bisa dilepaskan begitu saja, keduanya sama-sama penting dan tidak bisa dipandang secara dikotomis. Dunia harus kita rengkuh sebagai jalan mempermudah menuju surgaNya.

Paling penting, harta bukan untuk diletakkan di hati, tapi di tangan untuk mempermudah segala macam urusan. Hal ini menurut Yudian dengan menghadirkan surga di dunia sebelum surga di akhirat kelak.

Tidak menafikan keduanya dengan memberat sebelahkan kepada salah satunya. Wallahu a’lam bi al-Shawab

Ali Yazid Hamdani

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *