Jadikanlah Stimulan untuk Membaca dan Mencari Tahu Lebih Jauh

 Jadikanlah Stimulan untuk Membaca dan Mencari Tahu Lebih Jauh

Jadikanlah Stimulan untuk Membaca dan Mencari Tahu Lebih Jauh (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Ketika mendengar atau membaca sesuatu yang agak lain, berbeda, tidak lumrah dan sebagainya, jangan segera dibuang. Tidak semua yang berbeda itu salah. Boleh jadi kita yang belum tahu.

Keputusan untuk mengambil atau membuang sesuatu taruh setelah membaca lebih banyak mengenai hal itu.

Beberapa hari yang lalu saya mendengar seorang ustadz menjelaskan Surat al-A’raaf ayat 17:

ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Artinya:

“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari depan, belakang, kanan dan kiri mereka, dan Engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”

Disebutkan empat arah; depan, belakang, kanan dan kiri. Tapi tidak disebutkan arah atas. Kenapa?

Menurut sang ustadz karena Iblis tahu bahwa Allah Swt diatas dan iblis tidak akan mampu mengalahkan Allah Swt.

Beliau mendasarkan hal itu pada atsar dari Ibnu Abbas r.a. Dengan demikian, Ibnu Abbas meyakini bahwa Allah di atas.

Sang ustadz lupa, atau sengaja melupakan, bahwa Iblis juga tidak menyebut arah bawah.

Apakah ini berarti bahwa Allah juga berada di bawah sehingga iblis tidak mampu menggoda dari arah itu? Entahlah…

Penjelasan sang Ustadz cukup menggelitik. Apalagi beliau seorang doktor lulusan Timur Tengah.

Tentu tidak boleh langsung ditolak hanya karena penjelasannya tidak akrab di telinga sebagian kita. Bagaimana kalau ternyata memang benar Ibnu Abbas pernah mengatakan hal itu?

Karena penasaran, saya pun merujuk beberapa kitab tafsir. Terutama Tafsir Thabari yang merupakan rujukan utama dalam tafsir bil ma`tsur.

Dalam tafsirnya, Imam Thabari memang menukil pendapat Ibnu Abbas r.a tentang hal ini :

ولم يقل: “من فوقهم”، لأن الرحمة تنزل من فوقهم

Artinya:

“Iblis tidak mengatakan, “dari atas mereka” karena rahmat turun dari atas mereka.”

Jadi Ibnu Abbas tidak mengatakan Allah ada di atas mereka, tapi rahmat yang turun dari atas mereka.

Dan sebenarnya Imam Thabari tidak berpegang pada riwayat dari Ibnu Abbas yang ini, melainkan riwayat yang lain dari Ibnu Abbas juga:

عن ابن عباس قوله: (ثم لآتينهم من بين أيديهم) ، يقول: أشككهم في آخرتهم = (ومن خلفهم) ، أرغبهم في دنياهم = (وعن أيمانهم) ، أشبه عليهم أمر دينهم = (وعن شمائلهم) ، أشهي لهم المعاصي

Artinya:

“Dari Ibnu Abbas: “Firman Allah: “Kemudian aku datangi mereka dari depan mereka,” artinya aku buat mereka ragu tentang akhirat.”

“Dan dari belakang mereka,” artinya aku buat mereka cinta pada dunia.” “Dan dari kanan mereka,” artinya aku buat syubhat dalam agama mereka.” “Dan dari kiri mereka,” artinya aku buat mereka menyukai maksiat.”

Jadi penyebutan empat arah di sini bukanlah secara hakikat melainkan kiasan (majazi).

Syekh Thahir Ibnu ‘As yur menulis:

وليست الجهات الأربع المذكورة في الآية بحقيقة، ولكنها مجاز تمثيلي بما هو متعارف في محاولة الناس ومخاتلتهم، ولذلك لم يذكر في الآية الإتيان من فوقهم ومن تحتهم إذ ليس ذلك من شأن الناس في المخاتلة وإلا المهاجمة

Artinya:

“Empat arah yang disebutkan dalam ayat ini bukanlah hakikat, melainkan majaz tamtsiliy (perumpamaan) tentang usaha manusia dalam mengelabui orang lain.

Karenanya tidak disebutkan dalam ayat ini ‘dari arah atas’ dan ‘dari arah bawah’ karena hal itu tidak menjadi kebiasaan mereka dalam usaha mengelabui.”

Kalau pun arah yang empat itu dipahami secara hakikat, maka ini merujuk pada empat potensi yang ada pada diri manusia dalam mendapatkan kebahagiaan.

Pertama, potensi al-khayaliyyah yang menyimpan semua objek inderawi. Posisinya di bagian depan otak.

Ini yang dimaksud dengan ‘dari depan mereka’. Kedua, potensi al-wahmiyyah yang berfungsi menilai segala sesuatu yang bersifat non-inderawi.

Posisinya di bagian belakang otak. Ini yang dimaksud dengan, ‘dari belakang mereka’. Ketiga, potensi syahwat.

Posisinya di bagian kanan badan. Keempat, potensi emosi. Posisinya di bagian kiri badan.

Ini dijelaskan dalam Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Imam ar-Razi.

Kemudian beliau menukil dari Syaqiq makna ayat tersebut yang sangat baik untuk muhasabah:

“Setiap pagi tiba, setan akan datang padaku dari empat arah; dari depan, belakang, kanan dan kiriku. Dari depan ia membisikkan, “Jangan takut… Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.”

Untuk mengusir bisikan itu, aku akan membaca ayat ini:

وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صالِحاً

Artinya:

“Sesungguhnya Aku Maha Pengampun untuk siapa yang bertaubat dan beramal shaleh.”

Dari arah belakang ia akan meniupkan rasa takut ke dalam diriku tentang anak cucuku yang bisa jatuh dalam kemiskinan. Untuk mengusir rasa itu aku membaca ayat:

وَما مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُها

Artinya: “Dan tidaklah satupun makhluk di muka bumi melainkan atas Allah rezekinya.”

Dari arah kanan ia akan masukkan dalam diriku suka dipuji. Untuk mengusir hal itu aku akan membaca:

وَالْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

Artinya: “Dan pahala (ganjaran) itu adalah untuk orang-orang bertakwa.”

Dari arah kiri ia akan membisikkanku berbagai syahawat. Untuk mengusirnya aku membaca:

وَحِيلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ

“Dan dibatasi antara mereka dengan yang mereka inginkan.”

Kemudian Imam ar-Razi juga menyebutkan berbagai pendapat yang lain. Tidak satupun dari penafsiran itu yang berbau ‘tasybih’.

Baik mereka yang menafsirkan arah yang empat itu sebagai arah hakiki maupun majazi, mereka tidak mengatakan bahwa tidak disebutkannya arah atas dalam ayat tersebut adalah karena Allah berada di arah atas -ta’ala Allah ‘an dzalika-.

Saya berterimakasih pada sang ustadz yang menjadi penyebab saya mengkaji masalah ini ke beberapa kitab tafsir mu’tamad.

Akhirnya saya bisa memutuskan mana pendapat yang bisa dipegang dan mana yang boleh dibuang.

Namun ada ungkapan sang ustadz yang masih menjadi ‘misteri’ bagi saya. Ketika ia mengatakan, “Iblis saja tahu kalau Allah di atas..”

Apakah ini artinya sang ustadz mengajak kita untuk belajar pada iblis? Ataukah ia menjadikan iblis sebagai salah satu rujukan dalam aqidah? Wal ‘iyadzu billah

والله تعالى أعلم وأحكم

[]

Yendri Junaidi

Pengajar STIT Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah Padang Panjang. Pernah belajar di Al Azhar University, Cairo.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *