Istidlal Menarik dari Imam Al Haramain
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Karena ada beberapa masjid yang meminta untuk mengisi kajian tentang Maulid Nabi Muhammad Saw, saya kembali buka-buka kitab tentang Sirah Rasulullah Saw.
Kitab yang saya baca saat ini adalah ar-Raudhul Unuf karya Imam Abdurrahman as-Suhaili yang ditahqiq oleh Syekh Abdurrahman al-Wakil.
Ketika menguraikan biografi Imam Suhaili, Syekh Abdurrahman al-Wakil menukil sebuah kisah yang disampaikan langsung oleh Imam Suhaili dari gurunya Imam Abu Bakar bin al-‘Arabi tentang Imam al-Haramain yang notabene adalah guru dari gurunya (Imam Ibnu al-‘Arabi adalah murid dari Imam al-Ghazali, dan Imam al-Ghazali adalah murid dari Imam al-Haramain).
Dalam salah satu majlisnya, Imam al-Haramain ditanya oleh seorang awam.
“Wahai Imam, aku ingin engkau sampaikan padaku sebuah dalil syar’iy bahwa Allah Swt tidak bisa disifati dan dibatasi dengan jihah (arah).”
Imam al-Haramain menjawab, “Baik. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Saw:
لا تفضلوني على يونس بن متى
Artinya:
“Jangan lebih-lebihkan aku dari Yunus bin Matta.”
Orang itu berkata, “Saya tidak mengerti bagaimana bisa hadits ini menjadi dalil untuk masalah tadi?”
Semua yang hadir di majelis berpendapat sama dengan laki-laki itu.
Imam al-Haramain berkata, “Malam tadi ada tamu datang ke rumahku. Aku punya hutang kepadanya seribu dinar.
Hutang ini sangat mengganggu pikiranku. Kalau engkau bersedia melunasinya, aku akan sampaikan istidlal dari hadits tadi.”
Tiba-tiba ada dua orang berdiri. Keduanya berkata, “Kami yang akan melunasinya.”
Imam al-Haramain berkata, “Andaikan satu orang saja yang menjamin tentu lebih baik.”
Akhirnya salah seorang dari mereka mau menjamin hutang itu.
Kemudian Imam al-Haramain berkata,
“Baik, begini. Sesungguhnya Allah Swt telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad Saw) melampaui langit ketujuh hingga ia mendengar sharir aqlam (suara pena).
Sementara Yunus ditelan ikan paus dan dibawa turun sampai ke tempat yang sangat dalam dan gelap.
Namun demikian, Nabi kita Muhammad Saw di tempatnya yang tinggi itu tidak lebih dekat dengan Allah dibandingkan Yunus di tempatnya yang sangat rendah.
Allah Swt didekati bukan dengan tubuh dan jasad melainkan dengan amal yang shaleh.”
Pentahqiq kitab, Syekh al-Wakil, yang sepertinya memiliki naz’ah salafiyyah, memberikan komentar terhadap dalil yang disampaikan Imam al-Haramain ini:
هذا دليل مصنوع ومدفوع، فالله يقول: أأمنتم من فى السماء… وقد سأل الرسول صلى الله عليه وسلم: أين الله يا جارية؟ فقالت: فى السماء، فقال لصاحبها: أعتقها فإنها مؤمنة
Artinya:
“Ini dalil yang dibuat-buat dan tertolak …” dst.
Yang saya kagumi, meskipun pentahqiq kitab tidak sependapat dengan Imam al-Haramain, tapi ia tetap mencantumkan kisah itu apa adanya dalam biografi Imam Suhaili.
Tidak ada yang dirubah, tidak ada yang dipotong. Meskipun sanggahannya terhadap dalil yang disampaikan Imam al-Haramain itu la yusminu wa la yughni min ju’, namun ia tetap menampilkan dalil itu secara berani.
Setidaknya ini jauh lebih baik daripada mereka yang sengaja menutup-nutupi dalil pihak ‘lawan’, atau sengaja memilih dalil yang paling lemah untuk bisa dibantah dengan mudah, atau bahkan membelokkan dalil sehingga akan tampak bukan sebuah dalil.
والله أعلم وأحكم
[]