Istana Keraton Kasepuhan Cirebon
HIDAYATUNA.COM – Cirebon memiliki sejarah panjang kebudayaan Islam di Nusantara. Hadirnya Keraton Pakungwati (sekarang keraton Kasepuhan) menjadi salah satu bukti panjangnya sejarah kebudayaan Islam yang ada di Cirebon. Keraton Cirebon memiliki dua komplek bangunan bersejarah yaitu Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada tahun 1430 oleh Pangeran Cakrabuana dan komplek keraton Pakungwati yang didirikan pada 1529 oleh Pangeran Mas Zainul Arifin.
Keraton Kasepuhan Cirebon dulunya bernama Keraton Pakungwati, nama ini diambil dari Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuwana yang menikah dengan Sunan Gunung Djati. Ia wafat pada 1549 dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Namanya diabadikan menjadi nama keraton yang sekarang sudah berubah menjadi Keraton Kasepuhan Cirebon.
Arsitektur Bermakna Islam
Keraton Kasepuhan menempati lahan seluas 25 hektar yang terdiri dari berbagai macam bangunan. Bangunan Siti Hinggil merupakan bangunan utama yang ada di paling depan komplek keraton. Siti Hinggil bermakna tanah yang tinggi atau dalam bahasa Cirebon disebut lemah duwur. Siti Hinggil merupakan susunan bata merah dan bergaya Majapahit yang mengikuti perkembangan zaman pada saat itu.
Komplek keraton terdiri dari beberapa area bangunan, diantaranya Siti Hinggil, Tajug Agung, dan area utama keraton. Di dalam komplek Siti Hinggil, terdapat lima bangunan tanpa dinding yang memiliki nama, fungsi dan makna tersendiri
- Mande Malang Semirang, merupakan bangunan utama yang berada di tengah dengan jumlah tiang utama 6 tiang yang melambangkan rukun iman, namun bila dijumlahkan secara keseluruhan, terdapat 20 tiang yang melambangkan sifat-sifat Allah swt.
- Mande Pendawa Lima, bangunan yang ada di sebelah kiri bangunan utama, dengan jumlah tiang sebanyak 5 buah yang melambangkan rukun Islam.
- Mande Semar Tinandu, bangunan yang ada di sebelah kanan bangunan utama, dengan jumlah tiang sebanyak 2 buah yang melambangkan dua kalimat syahadat.
- Mande Pengiring, bangunan yang terletak di belakang bangunan utama berfungsi sebagai tempat para pengiring sultan.
- Mande Karasemen, bangunan ini terletak disebelah Mande Pengiring yang merupakan tempat pengiring tabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih dibunyikan gamelan setiap dua tahun sekali, yaitu ketika Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain kelima bangunan tersebut, di Siti Hinggil juga terdapat bangunan seperti tugu batu yang bernama Lingga yoni yang melambangkan kesuburan. Lingga bermakna laki-laki dan Yoni bermakna perempuan. Ada juga bangunan yang bernama Pengada yang berfungsi sebagai tempat membagikan berkat dan tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja.
Pada batas antara area Siti Hinggil dan halaman tajuj agung dibatasi oleh tembok bata. Pada tembok bagian utara terdapat dua gerbang, yaitu Regol Penggada dan gapura lonceng. Tajuj agung merupakan musholla agung yang lokasinya berada di sebelah Siti Hinggil. Area Tajug Agung dibagi menjadi dua bagian, yaitu halaman Pengada dan halaman Tajug Agung yang keduanya dipisahkan oleh tembok yang rendah.
Bagunan utama Tajug Agung berukuran 6×6 meter dengan luas teras 8×2,5 m. Bagian terasnya berdinding kayu setengah dari permukaan lantai, sementara setenganya lagi merupakan terali kayu. Dinding bangunan utamanya merupakan tembok dan mihrabnya berbentuk melengkung. Tajug Agung dilengkapi dengan pos bedug Samogiri, bangunan ini beratap limas dan tanpa dinding yang dibawahnya terdapat bedug.
Area terakhir adalah area utama keraton kasepuhan yang berisi bangunan induk keraton serta bangunan penunjang lainnya. Antara area tajug agung dan bangunan induk dibatasi oleh tembok dengan gerbang. Gerbang ini dilengkapi dua daun pintu kayu yang jika dibuka dan ditutup akan menimbulkan bunyi, sehingga gerbang ini dijuluki sebagai gledek.
Di dalam area utama keraton terdapat taman dewandaru, taman ini berukuran 20m2 . Taman ini dikenal dengan nama dewandaru karena bentuknya yang melingkar tanpa terputus yang mengartikan keseluruhan. Dalam prespektif Cirebon, makna taman dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah pangeling atau pengingat, agar manusia selalu mencari mereka yang masih berada di dalam kegelapan dan mengajak mereka keluar dari sana menuju jalan Allah swt.
Pada taman ini juga terdapat pohon soko, dua buah patung macam putih, meja dan dua bangku serta sepasang meriam yang dinamakan Ki Santomo dan Nyi Santomo. Di sekitar taman ini terdapat dua museum yang digunakan untuk meletakkan barang2 peninggalan kesultanan Cirebon. Kedua museum itu adalah museum benda kuno dan museum kereta. Terdapat juga tugu batu yang bernama Tugu Manunggal berukuran 50 cm, dikelilingi pot bunga yang melambangkan Allah swt.
Disebelah tugu terdapat lunjuk, yaitu merupakan bangunan yang berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya kepada Raja. Dan kemudian ada bangunan induk keraton yang merupakan tempat Sultan untuk melakukan kegiatan kesultanannya.
Di dalam bangunan induk keraton, terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda. Diantaranya Kutagara Wadasan, yang merupakan gerbang bercat putih dengan ukiran yang menandakan seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah memimpin yang harus bisa mengayomi rakyatnya atau bawahannya. Kaputran, tempat tinggal para putra dan Kaputren, tempat tinggal para putri. Bangsal Agung panembahan, merupakan ruangan yang fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan.
Keraton Kasepuhan Cirebon memiliki banyak cerita yang menemani perjalan panjang umurnya yang telah berdiri sejak abad 15 itu, diantaranya ada cerita mengenai Kereta Kencana Singa Barong. Kereta yang pernah berjaya pada masanya ini sekarang terparkir dengan apik di museum Keraton Kasepuhan. Kereta ini dibuat pada 1549 dan merupakan kereta yang istimewa karena perpaduan tiga budaya dan agama yang menyelimutinya.
Belalainya seperti gajah melambangkan persahabatan Cirebon dengan India yang berkebudayaan Hindu. Wajahnya seperti naga, simbol persahabatan dengan Tiongkok yang berkebudayaan Budha. Sedangkan sayap dan badannya diambil dari bentuk kesenian Islam yang menggambarkan buroq, kendaraan terbang Rasulullah saw yang juga menggambarkan persahabatan Cirebon dengan Mesir.
Sumur Tujuh Mata Air, Dinamakan demikian karena sumur ini dialiri oleh tujuh mata air yang berbeda, diantaranya merah, kuning, hijau, hitam, keruh, dan cokelat. Meskipun begitu, pada akhirnya sumur ini tetap terlihat jernih dan aman digunakan. Rakyat setempat biasa menggunakan air ini untuk acara tujuh bulanan, membangun rumah, jodoh, dan ksembuhan penyakit.
Pohon Soka Langka, tanaman soka biasanya hanya menjadi pemanis di pekarangan halaman yang tumbuhnya tidak terlalu besar, namun di komplek Keraton Cirebon, pohon ini tumbuh menjadi sebuah pohon yang langka. Pohon Soka ini telah berusia ratusan tahun dan masih hidup hingga saat ini.
Sumur Kejayaan, adalah sumur dikawasan komplek keraton yang tidak boleh dimasuki oleh perempuan. Kawasan sumur ini ditutup oleh berbagai papan peringatan di depannya. Di dalam kawasan ini terdapat petilasan Sunan Gunung Jati dan Pangeran Walangsungsang. Serta terdapat sumur kejayaan yang meski debitnya sedikit namun tidak pernah habis walau sudah diambil oleh ribuan orang.