Inilah Sosok Muhammad Iqbal Sang Revolusioner Islam

 Inilah Sosok Muhammad Iqbal Sang Revolusioner Islam

Inilah Sosok Muhammad Iqbal Sang Revolusioner Islam

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Di antara tokoh-tokoh “Mujaddid” (pembaharu) Islam yang muncul pada kisaran abad ke 19-20 seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, ada satu nama yang pengaruhnya sampai melahirkan negara Pakistan.

Dan tokoh tersebut bernama Muhammad Iqbal. Ia adalah seorang filsuf, penyair, dan pemikir pembaharu Islam terkemuka.

Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 9 November 1877 di Sialkot, yang saat itu merupakan bagian dari India Britania dan sekarang berada di wilayah Pakistan.

Iqbal dikenal sebagai “Mufakkiri  Pakistan” (Pemikir Pakistan), “Syairil Masyriq” (Penyair Timur), dan “Hakimul Ummat” (Sang Bijaksana Umat).

Pemikirannya yang mendalam tentang filsafat, agama, dan kebangkitan umat Muslim telah memberikan dampak besar dalam sejarah pemikiran Islam modern.

Melalui karya-karyanya yang meliputi puisi, esai, dan ceramah, Iqbal menawarkan perspektif baru tentang Islam dalam konteks modern dan memainkan peran penting dalam gerakan kebangkitan Islam di abad ke-20.

Muhammad Iqbal lahir dari keluarga Kashmiri Brahmin yang telah masuk Islam.

Ayahnya, Noor Muhammad, adalah seorang penjahit yang religius dan dikenal karena kebijaksanaannya, sedangkan ibunya, Imam Bibi, adalah seorang wanita yang penuh kasih dan pengabdian.

Iqbal dibesarkan dalam lingkungan yang memadukan nilai-nilai tradisional dengan pendidikan modern, yang kemudian membentuk karakter dan pandangannya terhadap dunia.

Pendidikan Iqbal dimulai di Sialkot, di mana ia belajar bahasa Arab dan Persia serta mempelajari Al-Qur’an.

Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Government College, Lahore, di bawah bimbingan Sir Thomas Arnold, seorang orientalis yang berpengaruh.

Arnold memperkenalkan Iqbal kepada pemikiran filsafat Barat, yang kemudian mendorongnya untuk melanjutkan studinya ke Eropa.

Pada tahun 1905, Iqbal berangkat ke Eropa untuk belajar di Universitas Cambridge, di mana ia meraih gelar dalam bidang filsafat.

Ia kemudian melanjutkan studinya di Universitas Munich dan memperoleh gelar doktor dalam filsafat dengan disertasi yang berjudul “The Development of Metaphysics in Persia”.

Selama di Eropa, Iqbal terpengaruh oleh pemikiran filsuf seperti Friedrich Nietzsche, Henri Bergson, dan Johann Wolfgang von Goethe, yang nantinya mempengaruhi pandangan filosofisnya.

Muhammad Iqbal dikenal melalui karyanya yang beragam, termasuk puisi, filsafat, dan politik.

Karya-karya puisi Iqbal, yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Persia dan Urdu, mengungkapkan visinya tentang kebangkitan spiritual dan intelektual umat Muslim.

Karya-karya seperti Asrar-e-Khudi (Rahasia Diri), Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia Ketiadaan Diri), dan Bang-i-Dra (Suara Kereta Kuda) adalah beberapa di antara yang paling terkenal.

Salah satu kontribusi terbesar Iqbal dalam filsafat Islam adalah konsep “Khudi”, yang sering diterjemahkan sebagai “Diri” atau “Ego”.

Dalam pandangan Iqbal, Khudi adalah inti dari identitas individu dan merupakan sumber kekuatan, kreativitas, dan potensi manusia.

Iqbal percaya bahwa setiap individu memiliki Khudi yang unik, yang harus dikembangkan dan diperkuat untuk mencapai kebebasan sejati dan kedekatan dengan Tuhan.

Menurut Iqbal, pengembangan Khudi adalah proses yang berlangsung seumur hidup dan melibatkan perjuangan melawan nafsu dan ketidakpedulian.

Dalam karyanya Asrar-e-Khudi, Iqbal menggambarkan Khudi sebagai kekuatan dinamis yang memungkinkan manusia untuk mengatasi keterbatasan dunia material dan mencapai puncak spiritual.

Pengembangan Khudi, menurut Iqbal, adalah jalan menuju kesempurnaan manusia dan kebebasan dari penindasan.

Iqbal sangat kritis terhadap sikap fatalisme dan pasivitas yang menurutnya telah meresap ke dalam kehidupan banyak umat Muslim.

Ia menentang pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang sepenuhnya tunduk pada takdir tanpa kemampuan untuk mengubah nasibnya.

Sebaliknya, Iqbal menekankan pentingnya usaha, tekad, dan tindakan aktif dalam membentuk masa depan.

Dalam karya-karyanya, Iqbal sering mengkritik sikap apatis yang ia lihat dalam masyarakat Muslim pada zamannya.

Ia mendorong umat Muslim untuk bangkit dari kelalaian dan pasivitas, serta mengambil peran aktif dalam membangun kembali kejayaan Islam.

Iqbal percaya bahwa umat Muslim harus mengambil inspirasi dari ajaran Al-Qur’an dan teladan Nabi Muhammad SAW untuk menjadi kekuatan yang dinamis dalam sejarah.

Dalam perspektif politik, pemikiran Iqbal sering dikaitkan dengan konsep Pan-Islamisme, yaitu gagasan tentang persatuan seluruh umat Muslim di bawah satu identitas Islam.

Iqbal percaya bahwa umat Muslim di seluruh dunia harus bersatu dalam menghadapi tantangan modernitas dan kolonialisme Barat.

Ia melihat Pan-Islamisme sebagai sarana untuk membangun solidaritas dan kekuatan kolektif di antara umat Muslim.

Namun, Iqbal juga dikenal sebagai pendukung nasionalisme Muslim di anak benua India.

Ia adalah salah satu tokoh utama yang mengusulkan gagasan tentang negara Muslim yang terpisah di India, yang kemudian berkembang menjadi Pakistan.

Dalam pidato-pidatonya, Iqbal menyatakan bahwa umat Muslim India memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Pemikiran Iqbal ini memainkan peran penting dalam pembentukan ideologi Pakistan dan gerakan kemerdekaan India.

Iqbal adalah pendukung kuat konsep ijtihad, yaitu usaha untuk memahami dan menerapkan ajaran Islam dalam konteks yang selalu berubah.

Ia percaya bahwa ijtihad adalah kunci untuk menjaga relevansi Islam di dunia modern.

Iqbal menekankan pentingnya pembaruan dalam pemikiran Islam, dan ia mengajak para ulama dan intelektual muslim untuk menghidupkan kembali tradisi ijtihad yang telah lama diabaikan.

Dalam bukunya The Reconstruction of Religious Thought in Islam, Iqbal menawarkan visinya tentang pembaruan Islam yang melibatkan penyesuaian ajaran Islam dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat modern.

Ia menekankan bahwa Islam adalah agama yang dinamis dan fleksibel.

Hipotesis Iqbal terhadap nilai-nilai Islam dipandang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa kehilangan esensinya.

Warisan intelektual Muhammad Iqbal memiliki pengaruh yang sangat mendalam dunia Islam.

Melalui karya-karyanya, Iqbal menawarkan perspektif baru tentang hubungan antara agama, filsafat, dan kehidupan modern.

Konsep-konsep seperti Khudi, ijtihad, dan Pan-Islamisme mencerminkan upaya Iqbal untuk membangkitkan kembali kekuatan spiritual dan intelektual umat Muslim di tengah tantangan zaman modern.

Iqbal bukan hanya seorang penyair dan filsuf, tetapi juga seorang visioner yang mempengaruhi arah sejarah politik dan pemikiran Islam.

Pandangan-pandangan politiknya inilah yang nantinya mampu mengakomodir gerakan kemerdekaan Pakistan, terutama pemikiran Pan-Islamisme.

Pemikirannya tentang kebangkitan umat Muslim dan pentingnya pembaruan terus menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang hingga hari ini.

Melalui warisan intelektualnya, Iqbal tetap menjadi salah satu suara paling berpengaruh dalam sejarah pemikiran Islam modern. []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *