Inilah Metode Mengajar Ala Rasulullah
HIDAYATUNA.COM – Hadirnya guru di tengah-tengah masyarakat telah menjadi sumber ilmu. Selama ini kita mengenal guru adalah orang yang memang berprofesi sebagai guru, menjalankan aktivitas mengajarnya di sekolah, berstatus PNS, dan mengenakan seragam.
Bahkan ketika kita bertanya kepada anak-anak, “Siapakah guru?” Mereka akan menjawab, “Guru adalah orangtua kita di sekolah.”
Namun definisi seorang guru bisa lebih luas daripada sebatas orangtua di sekolah. Orangtua kita di rumah yang profesinya bermacam-macam pun merupakan seorang guru. Bahkan telah menjadi guru yang pertama kalinya sejak hadirnya kita ke dunia ini.
Pengajar ngaji di TPA yang bukan berstatus sebagai PNS dan tidak mengajar di sekolah juga adalah guru. Orang-orang yang memiliki pengetahuan tersebut adalah tergolong orang yang berilmu.
Dan orang yang berilmu telah dijanjikan Allah SWT untuk ditinggikan derajatnya. Sebagaimana di dalam firman-Nya surat Al-Mujadalah ayat 11:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Menjadi seorang guru tidak hanya sekedar menyampaikan materi atau memberi nasihat saja. Tetapi juga harus memberikan teladan-teladan yang baik. Sehingga yang diharapkan para siswa juga bisa mencontoh teladan tersebut dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menjadi Guru Bukan Berarti Menggurui
Guru adalah sumber ilmu dan contoh bagi para siswanya. Perkataan dan perbuatan guru akan menjadi teladan bagi setiap siswa. Oleh karena itu, guru haruslah memberikan ilmu dan contoh yang baik.
Menjadi seorang guru tidaklah bisa mengandalkan ego. Di mana karena status yang diemban adalah seorang guru yang merupakan sumbernya ilmu, kemudian ia merasa bahwa dirinyalah yang paling benar dan menganggap siswanya sebelah mata.
Apalagi jika seorang guru hanya memberikan nasihat saja tanpa ada penerapannya secara nyata.
Hal seperti inilah yang kemudian memunculkan sikap menggurui. Sedangkan sebagian besar orang akan merasa tidak nyaman ketika dirinya digurui. Proses belajar bisa terasa berat karena terpaksa.
Berbeda dengan guru yang menyampaikan ilmunya atas dasar ingin mentransfer ilmu yang dibarengi dengan memberikan teladan-teladan baik. Penerapan seperti inilah yang kemudian bisa menjadi sumber inspirasi bagi para siswa.
Siswa bisa memiliki inisiatif sendiri untuk menjalankan proses belajarnya dengan penuh suka cita tanpa adanya unsur paksaan. Jika seperti ini, maka ilmu tersebut akan lebih mudah untuk diterima.
Metode Belajar Yang Diterapkan Rasulullah
Kita ketahui bersama bahwa Rasulullah saw adalah guru terbaik di muka bumi. Hal ini tidak terlepas dari metode pengajaran yang beliau terapkan.
Mengajar Secara Sabar
Jika menilik kembali bagaimana Al-Quran diturunkan kepada Nabi saw, maka diketahui bahwa Al-Quran tidak langsung diturunkan dalam bentuk utuh 30 juz. Tetapi diturunkan secara berangsur-angsur.
Ini jugalah yang diterapkan oleh beliau di dalam memberikan dakwah. Beliau memberikannya secara sedikit demi sedikit dan dibarengi dengan perjuangan. Agar ilmu tersebut bisa diterima dengan baik oleh umat tanpa memunculkan kesalahpahaman.
Menyampaikan Ilmu Dengan Rendah Hati
Inilah sikap seorang guru terbaik di muka bumi yang mengajarkan namun tidak menggurui. Di mana beliau menyampaikan ilmu secara rendah hati. Dengan siapa beliau menyampaikan, maka beliau akan menjalin hubungan yang dekat.
Pendekatan sosial selalu diterapkan Nabi saw untuk bisa menjalin keakraban dengan siapa saja yang hendak mendapatkan transferan ilmu dari beliau.
Sehingga sistem pengajaran Nabi saw sangat jauh dari kesan memaksa dan marah-marah. Semuanya dilakukan dengan seimbang antara logika dan hati untuk kemudian umat pun bisa menerima dengan senang hati.
Mengajar Secara Bervariasi
Setiap manusia tentunya memiliki rasa bosan jika yang diajarkan itu-itu saja atau mendapatkan pembelajaran setiap hari. Rasulullah saw pun juga sangat memahami kondisi manusia ini secara baik.
Oleh karena itu, beliau pun memberikan pengajaran secara bervariasi untuk menghindari rasa bosan. Sebagaimana di dalam hadist riwayat Ibnu Mas’ud:
“Nabi saw memilih hari-hari tertentu untuk menyampaikan mauidzah kepada kami karena beliau khawatir kamu merasa bosan.”
Dengan begitu, menjadi seorang guru atau pengajar bukanlah perkara sederhana. Di mana hanya menyampaikan materi saja lalu selesai. Tetapi membutuhkan metode pengajaran yang tepat serta sikap kita di dalam memahami setiap siswa.
Karena tiap-tiap anak tentunya memiliki karakter dan kondisi mental yang berbeda-beda. Sehingga guru dituntut agar selalu peka dengan kondisi setiap siswa dan siap untuk mendampingi proses belajar mereka.