Ini Saat yang Tepat Bagi Anda Meninggalkan Kenyamanan Demi Kemapanan

Meninggalkan Kenyamanan
Oleh : Heri Kurniawan
Keluar dari zona nyaman bukan berarti harus resign dari pekerjaan. Keluar dari zona nyaman berarti berusaha mencari tantangan baru, apa pun profesinya.
– Heri Kurniawan
HIDAYATUNA.COM – Bagi para pekerja, mungkin Anda sudah sering bertanya-tanya, kapan saat yang tepat untuk meninggalkan kenyamanan (zona nyaman) demi kemapanan?
Inilah saat yang tepat bagi Anda untuk meninggalkan kenyamanan demi kemapanan hidup, sebagaimana dicontohkan dalam kasus pengemis di jaman nabi.
Dalam sebuah hadits yang sering dijadikan inspirasi wirausahawan, diriwayatkan oleh Abu Dawud. Nabi Muhammad Saw pernah didatangi laki-laki anshar berpakaian compang-camping, layaknya pengemis, meminta sesuatu kepada beliau.
Saat itu Beliau Saw sedang dalam suatu majelis bersama para sahabat. Dihadapan para sahabat, dalam rangka pembelajaran, Beliau Saw tidak mengabulkan permohonan, namun beliau bertanya kepada pengemis anshar tersebut: “apakah ada sesuatu di rumahmu?”.
Pengemis itu menjawab: “ya, sehelai kain hilas, sebagian kami jadikan pakaian dan sebagiannya lagi kami jadikan alas (tikar), dan qa’b (cangkir) yang biasa kami gunakan untuk minum”.
“Bawa keduanya kemari!” perintah Rasul. Pengemis itu pun pulang dan kembali membawa barang tersebut. Lalu Nabi Saw melelang barang milik pengemis tersebut kepada para sahabat di hadapan beliau.
Singkat cerita barang milik pengemis itu laku dua dirham. Kemudian beliau memberikan dua dirham itu kepada pengemis anshar itu dan bersabda: “gunakan satu dirham untuk beli makan lalu berikan kepada keluargamu, dan gunakan satunya lagi untuk beli kapak lalu berikan kepadaku”.
Pengemis itu pun pulang membeli makanan untuk keluarganya dan tak lama kemudian kembali menghadap Nabi Saw dengan membawa sebuah kapak untuk beliau. Rasulullah Saw lalu membuatkan sebuah pegangan kapak itu dari kayu.
Setelah itu beliau memberikan kapak kepada pengemis tersebut dan bersabda: “pergilah, gunakan kapak ini untuk mencari kayu bakar, lalu jual-lah kayu bakar itu dan jangan menemuiku selama 15 hari!”.
Pengemis itu pun pergi mencari dan menjual kayu bakar sebagaimana perintah Nabi Saw. Ia menjadapatkan 10 dirham dari hasil menjual kayu bakar itu. Hasilnya kemudian ia belikan baju dan makanan untuk keluarganya.
Kemudian setelah 15 hari ia datang menemui Nabi. Mendengar apa yang dilakukannya beliau Saw bersabda: “Itu lebih baik bagimu daripada meminta-minta yang membuatmu malu di hari kiamat”. Demikian cara Nabi Saw memotivasi umatnya agar tidak terlena dengan kenyamanan hidup.
Kenyamanan disini berarti suatu kondisi dimana seseorang merasa cukup dengan apa yang dilakukannya. Meski dengan meminta-minta, asal ia bisa tetap hidup, maka ia tidak mau keluar dari zona nyaman (comfort zone) nya.
Pada konteks seorang karyawan atau wirausahawan, tetap bertahan di zona nyaman berarti menyerahkan hidup pada kondisi ketidakberkembangan. Mereka nyaman menjalani rutinitas yang begitu-begitu saja, yang penting gaji atau penghasilan tetap terjamin.
Mereka takut melakukan susuatu yang bisa menghilangkan kenyamanan. Seperti enggan meng-update skill atau melakukan pekerjaan ekstra bagi seorang karyawan, dan enggan melakukan inovasi atau ekspansi bagi seorang wirausahawan.
Mereka terjebak dalam rutinitas tidak produktif akibat tidak mau menembus ketakutan (fear zone).
Berkaca dari kisah pengemis anshar diatas, takut gagal, takut bangkrut, takut kehilangan pendapatan, dan segala macam ketakutan lainnya tidak untuk dihindari, namun dihadapi. Dengan berani melawan ketakutan, seseorang mampu belajar dari segala macam tantangan yang dilalui.
Tentu membutuhkan perjuangan serta pengorbanan yang berat dalam mengatasi segala ketakutan atau tantangan karir. Sebab disinilah seseorang berada pada zona pembelajaran (learning zone).
Jika seseorang menyerah pada zona pembelajaran ini dan kembali ke zona nyamannya, maka ia tidak akan mampu mencapai zona pertumbuhan (growth zone).
Ketika seseorang telah berhasil melewati zona pembelajaran serta mencapai growth zone biasanya ia akan sedikit terlena, dan merasa puas dengan zona nyaman barunya.
Ia merasa puas dengan pencapaiannya, padahal diatas langit masih ada langit, masih sangat banyak orang yang pencapaiannya lebih baik darinya.
Maka dari itu ketika seseorang telah mencapai growth zone, tidak boleh lama-lama kembali ke zona nyaman. Harus segera memasuki new fear zone (zona ketakutan baru).
Harus segera menghadapi tantangan-tantangan baru agar bisa dipelajari dengan baik sehingga segera mencapai new growth zone (zona pertumbuhan baru).
Jika siklus itu dilakukan terus menerus tanpa keluh meski bermandikan peluh, maka tidaklah mustahil bisa mencapai kondisi kemapanan yang diidam-idamkan.
Mendobrak kenyamanan berarti tidak menyerah dengan keadaan. Melawan kenyamanan berarti mendekatkan kepada impian. Dan, meninggalkan kenyamanan dapat menuntun seseorang meraih kemapanan. (Hidayatuna/Hk)