Indonesia dan Mimpi Kesalehan Virtual

 Indonesia dan Mimpi Kesalehan Virtual

Habib Nabiel Sebut Pancasila Bagian dari Islam (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Tidak jarang, kita mendengar istilah kesalehan individual/ritual dan kesalehan sosial, dua istilah seperti dua sisi mata uang, tidak bisa dipisahkan. Kesalehan ritual disematkan pada perilaku yang lebih pada hubungan vertikal atau hablum minallah, ruang lingkupnya mempertajam kebaikan diri sendiri.

Sedangkan kesalehan sosial selalu dikaitkan dengan hubungan yang sifatnya horizontal atau hablum minannas, kecenderungan melakukan kebaikan pada orang lain (masyarakat). Lalu bagaimana dengan kesalehan virtual?

Kesalehan virtual merujuk pada seputar perilaku individu atau masyarakat yang begitu antusias dengan nilai-nilai Islami bersifat digital.

Dengan itu, istilah kesalehan virtual merupakan suatu wujud kesalehan yang tidak hanya dikelilingi oleh aktivitas salat, puasa, haji, dan kepekaan terhadap kehidupan sosial. Melainkan juga berperan aktif menyebarkan konten keislaman dan menanamkan nilai-nilai kebaikan di dunia maya.

Rekreasi Virtual Menyebarkan Intoleransi

Belakangan ini, sudah banyak akun media sosial yang tidak hanya mencari informasi dalam rangka menunjang pengetahuan dan untuk transaksi ekonimis via digital. Tetapi lebih pada rekreasi kebahagiaan yang jatuh pada sikap fanatik, saling caci maki, dan menyebarkan isu-isu intoleransi atas nama apa pun.

Seperti riset yang dirilis Digital Civility Index (DCI) beberapa hari lalu, cukup mengagetkan masyarakat. Sebab tingkat kesopanan netizen Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76. Survei yang dilakukan sejak bulan April-Mei 2020.

Tentu banyak faktor yang menyebabkan tingkat kesopanan masyarakat dunia maya berada di posisi terpuruk hari ini. Salah satunya adalah masyarakat yang selalu ingin tahu kehidupan orang lain, lebih-lebih sosok figur di tanah air.

Ketika ada skandal akan jadi bahan gorengan yang asapnya masuk lewat media sosial, entah itu masa lalu ataupun seputar karirnya. Sedangkan Media sosial menjadi bagian penting kekuatan sosial yang cukup memengaruhi opini publik yang berkembang di masyarakat.

Setiadi (2016) misalnya, memaparkan bahwa media sosial dijadikan sebagai pertemuan di antara komunikasi personal. Dalam pengertian saling memberikan informasi di antara individu bahkan jika media publik (umum) dalam konteks berbagi. Tanpa ada kekhususan apapun antara individu dengan yang lain.

Jadi ada satu ruang untuk saling menyapa di media sosial, baik berupa kepentingan perorangan ataupun secara luas (publik). Tidak ada batasan tertentu yang menjadi tolak ukur dalam menyampaikan suara di media sosial. Inilah yang mengancam kehidupan sosial masyarakat bila tidak bisa memposisikan diri dengan tepat.

Etika dalam Komunikasi

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Islam Aktual (1994), menuturkan bahwa orang yang menerima pesan dari orang lain bisa mengetahui, kalau tujuan dari berbicara adalah untuk menyampaikan pesan dengan kelembutan dan niat baik.

Kita akan menemukan kesalehan virtual dalam kehidupan dunia maya, bila prinsip-prinsip dan aturan media sosial diterapkan dengan serentak dan penuh kesadaran. Sebenarnya tidak ada kebebasan yang tanpa aturan pengikat, apalagi di media sosial. Ada rambu-rambu yang harus dipatuhi, semisal UU ITE di Indonesia, meskipun masih menuai polemik.

Untuk mencapai kesalehan virtual, diperlukan usaha saling membangun komunikasi via digital dengan berpedoman pada etika media sosial. Setidaknya memperhatikan etika dalam berkomunikasi. lebih-lebih di ruang virtual karena rentan terjadi ketegangan yang memicu konflik dan perpecahan sesama masyarakat Indonesia.

Saya sepakat dengan perkataan Nasrullah dan Rulli dalam bukunya yang berjudul Teori Media Sosial (Perspektif Komunikasi, Kultur, dan SisioTeknologi) (2015). Bahwa Komunikasi yang dilakukan di dunia virtual seharusnya bersifat komunikatif dan sopan atau memenuhi aturan dan nilai-nilai media sosial.

Dimana manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak akan terlepas dari proses sosialisasi, baik langsung atau online.

Menjaga Kesopanan Menerapkan Pancasila

Sederhananya dalam etika komunikasi kita bisa memahami sebagai pedoman bertindak baik langsung ataupun tidak. Hal ini ditentukan berdasarkan moralitas erat kaitannya dengan adat kebiasaan, nilai, norma dan aturan yang sudah berkembang dalam kehidupan masyarakat sekitar.

Dengan harapan supaya penerapan ketika proses komunikasi di dunia maya dapat mencegah terjadinya konflik. Inilah nanti yang bisa berdampak negatif pada penggunaan media sosial di Indonesia karena penting untuk selalu kita ingat.

Bahwa segala kegiatan masyarakat di ruang virtual mempunyai dampak. Entah baik atau buruk dalam kehidupan manusia.

Lagi-lagi kita harus sadar terhadap angka kebobrokan sopan santun masyarakat Indonesia di media sosial. Maka perlu kita membangun dan melaksanakan nilai-nilai kesalehan ritual dan sosial. Juga diharapkan bisa memperluas pada kesalehan virtual.

Sebab jika masih belum ada keinginan memperbaiki tradisi media sosial, tidak usah heran bila Indonesia dianggap negara paling tidak sopan dan gagal menerapkan nilai-nilai pancasila.

Muhammad Syaiful Bahri

Belajar menulis esai dan resensi di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY)

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *