Independensi Sunnah dalam Penetapan Hukum
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Menarik mengikuti perbincangan Dr Hudzaifah dan Dr Anas Sarmini dalam podcast رؤية للفكر.
Sebenarnya tema yang dibicarakan adalah tema yang klasik. Tapi tak jarang tema-tema klasik itu banyak yang masih ‘ngambang’ dan belum dipahami secara tepat dan proporsional.
Atau, ia dipahami dari sudut pandang tertentu dan dianggap sebagai kebenaran mutlak yang tak bisa diganggu-gugat.
Tema yang diangkat dalam podcast ini adalah apakah Sunnah punya kelayakan untuk menetapkan sebuah hukum secara independen; hukum yang tidak ada sama sekali dalam Al-Quran?
Apakah Sunnah bisa ‘menambah’ hukum-hukum dari yang sudah ada dalam Al-Quran?
Apakah fungsi Rasulullah hanya sebatas penyampai atau juga sebagai penjelas? Apakah maksud ‘penjelas’ di sini sekedar menyampaikan saja atau lebih dari itu?
Sebagian orang mungkin mengganggap masalah ini sudah jelas, Nabi Muhammad punya hak menetapkan hukum yang tidak ada dalam al-Quran.
Tapi kesimpulan yang terkesan final ini bisa saja dibantah dengan berbagai dalil baik dari al-Quran maupun dari Sunnah sendiri.
Tapi mengatakan bahwa Nabi Saw hanya sekedar ‘penyampai’ saja seperti halnya Jibril AS yang bertugas menyampaikan wahyu, juga bermasalah jika dihadapkan pada berbagai ayat dan hadits yang menyatakan bahwa Nabi Saw diberikan hak untuk menetapkan hukum.
Poin penting yang ditegaskan Dr Anas dalam podcast itu adalah bahwa dalam memahami sebuah permasalahan.
Tidak bisa dan tidak boleh hanya berpegang dan melihat pada beberapa ayat atau hadits saja lalu langsung saja disimpulkan sesuatu.
Ini adalah kesalahan ilmiah yang berdampak pada pemahaman yang prematur.
Perlu dilakukan jam’ul adillah (menghimpun berbagai dalil), muqaranah al-ara` (perbandingan berbagai pendapat), baru kemudian al-jam’u (kompromi) atau tarjih.
Saya jadi teringat, dulu ketika sudah menyelesaikan risalah (thesis) master jurusan Hadits di Al Azhar, saya sempat berniat mengajukan tema yang dibahas Dr Anas ini untuk jadi proposal doktoral di Al Azhar. Tema tersebut adalah:
الأحكام التي استقلت السنة بتشريعها
Artinya: “Hukum-hukum yang ditetapkan oleh Sunnah secara independen.”
Tema tersebut terinspirasi dari tulisan-tulisan (tahqiqan) Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah rahimahullah.
Saya termasuk yang sangat menyukai tahqiq dan bahasan-bahasan Syekh Abdul Fattah.
Tahqiq yang beliau lakukan benar-benar qayyim. Tahqiq-tahqiq beliau sangat layak dijadikan sebagai risalah atau kitab tersendiri.
Namun niat saya untuk mengkaji masalah tersebut secara mendalam belum terwujudkan sampai sekarang, apalagi mengajukannya sebagai judul disertasi.
Dan ternyata, risalah (disertasi) Dr Anas sendiri juga berkenaan dengan hal ini, yaitu:
العقوبات التي استقلت السنة النبوية بتشريعها
Saya tidak tahu apakah beliau juga terinspirasi dari tulisan-tulisan Syekh Abdul Fattah untuk mengangkat tema ini atau tidak.
Yang jelas, ketika sebuah permasalahan diangkat oleh seorang yang mutamakkin dalam keilmuan dan memiliki rekam jejak akademis yang baik maka mengikuti pembahasanan yang disampaikannya menjadi kenikmatan tersendiri dan energi baru untuk tetap istiqamah dalam dunia keilmuan.
والله تعالى أعلم وأحكم
[]