Imam Ar-Romahurmuzy: Pengarang Kitab Mustholah Hadis Pertama

 Imam Ar-Romahurmuzy: Pengarang Kitab Mustholah Hadis Pertama

Mengembalikan Nasab Pada Aturan Hadis dan Fikih (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Sudah empat belas abad lebih Nabi Muhammad wafat. Meski begitu, perkataan, perbuatan dan sunah-sunah beliau lainya, masih dapat dipelajari dan diketahui sampai sekarang.

Semua sunah Nabi itu, terdokumentasi dengan baik dalam kitab-kitab para ulama’ hadis. Hadis itu bisa diakses dengan mudahnya oleh siapa saja.

Berkat kitab kumpulan hadis seperti Shohih Bukhori dan Shohih Muslim, para muslim bisa mengetahui begitu mulianya akhlak Nabi yang diceritakan para kiai. Begitupun para ulama’ tafsir bisa mendapatkan petunjuk penjelasan ayat-ayat dalam Alquran.

Para ulama’ fikih memiliki rujukan yang jelas dalam penetapan hukum Islam, serta sederet manfaat lainya. Namun, tidak semua perkataan yang disandarkan pada Nabi Muhammad, diklasifikasikan oleh para ulama’ sebagai hadis Nabi.

Ada standart seleksi yang ketat, dalam proses pembukuanya. Sebab rentang masa antara Nabi Muhammad dan para pengumpul hadis, berselang lebih dari satu abad kisaranya.

Ada kemungkinan, suatu perkataan yang dianggap hadis sebenarnya bukan dikatakan oleh Nabi, melainkan dikatakan oleh sahabat. Bisa juga karena sengaja diciptakan oleh oknum untuk disalahgunakan sesuai kepentingan mereka, seperti kepentingan ekonomi atau politik. Hadis yang demikian itu, disebut hadis maudhu’/palsu.

Mustholah Hadis

Dalam penentuan dan pengklasifikasian hadis Nabi ini maka diperlukan satu ilmu yang mempunyai standar yang jelas. Lahirlah ilmu Mustholah Hadis.

Mustholah Hadis merupakan ilmu yang mempelajari tentang pokok-pokok dan kaidah-kaidah. Ilmu ini digunakan untuk mengetahui keadaan sanad (mata rantai periwayat sampai sumbernya) dan matan (redaksi) suatu hadis, untuk kemudian diterima atau ditolak.

Dalam praktiknya, ilmu ini sudah lahir sejak era sahabat Nabi. Para sahabat menjalankan perintah QS. Al-Hujurat ayat 06, untuk mengklarifikasi (tabayun) pada berita-berita yang dibawa orang fasik.

Oleh karena itu, mereka berhati-hati dalam menukil dan menerima berbagai hadis. Begitupun ketika mereka ragu pada orang yang menukilnya (Taisir Mustholah al-Hadis, Mahmud ath-Thohan).

Setelah era sahabat, diskursus dalam ilmu Mustholah Hadis terus berkembang. Banyak ulama’ yang menulis dan membahas ilmu ini dalam berbagai karyanya.

Hanya saja, ilmu ini saat itu dibahas bercampur dengan ilmu lain, seperti dalam dua kitab babon fikih dan ushul fikih, Al-Umm dan Ar-Risalah-nya Imam Syafi’i.

Baru pada abad ke-4 Hijriyah, lahir satu kitab yang secara khusus membahas tentang ilmu Mustholah Hadis, yakni kitab Al-Muhaddats al-Fashil bain ar-Rawi wa al-Wa’iy karangan Imam Ar-Romahurmuzy.

Perjalanan Mendapatkan Ilmu

Imam Ar-Romahurmuzy memiliki nama lengkap Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahman bin Kholad Ar-Romahurmuzy. Lahir di kota Romahurmuz, Khuzastan yang sekarang menjadi bagian dari Iran.

Ia lahir pada tahun 265 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 879 Masehi. Romahurmuzy kecil tumbuh dan besar di kota kelahiranya, dengan belajar agama pada ayahnya.

Setelah cukup umur, beliau memulai rihlah ilmiahnya untuk belajar hadis secara mendalam. Tercatat dalam Mu’jam al-Mufassirin, beliau berguru hadis pada sekitar seratus masyayikh/ulama’ besar.

Selain berguru pada ayahnya, Imam Ar-Romahurmuzy belajar hadis pada Syaikh Muhammad bin Abdullah al-Hadhromy, Abu Hashin al-Wadhi’I, Muhammad bin Hayyan al-Maziny. Kemudian kepada Abu Khalifah al-Fadhl bin al-Hubab al-Jumahi, Abu Syu’aib al-Harrani, al-Hasan bin al-Mutsanna al-‘Anbary.

Selain itu juga berguru kepada ‘Ubaid bin ‘Annam, Yusuf bin Ya’qub al-Qadhi, Zakariya as-Sahi, Ja’far bin Muhammad al-Firyaby, Musa bin Harun. Imam Ar-Romahurmuzy juga menimba ilmu ke Umar bin Abi Ghilan, Muhammad bin Utsman bin Abi Syaibah, Abdan al-Ahwazy, Abu al-Qasim al-Baghawy, dan sebagainya.

Mulai Belajar Hadis dan Menulis Kitab

Imam Ar-Romahurmuzy tekun belajar hadis pada usia sekitar 20-an. Berbagai metode digunakan beliau dalam belajar.

Beliau menghafal, mengulas dan membicarakan hadis yang diajarkan guru-gurunya, kemudian hadis-hadis itu beliau tulis, dikumpulkan dan akhirnya disusun menjadi kitab.

Beliau menguasai pengetahuan mengenai ashab al-hadis (para penyimpan hadis). Puncaknya, lahirlah karya masterpiece beliau, Al-Muhaddats al-Fashil bain ar-Rawi wa al-Wa’iy.

Kitab ini yang membuat beliau dikenal sebagai salah satu Imam (dalam istilah sekarang, kira-kira seperti guru besar) dalam ilmu hadis (Siyar A’lam an-Nubala’, Syamsuddin adz-Dzahaby).

Selain mengarang kitab Al-Muhaddats al-Fashil bain ar-Rawi wa al-Wa’iy, Imam Ar-Romahurmuzy juga dikenal sebagai ulama’ produktif yang  mengarang banyak kitab. Beliau menulis Robi’ al-Mutayyim fi Akhbar al-‘Usyyaq, al-Amtsal, An-Nawadir, Risalat as-Safar, ar-Ruqqa wa at-Ta’azzy, dan Adab an-Nathiq.

Sayangnya, tidak semua kitab beliau dapat diakses, sebab sebagian ada yang masih berupa manuskrip, dan ada juga yang tidak diketahui keberadaanya.

Setelah melakukan rihlah ilmiah, beliau kembali ke daerah asalnya, dengan menjabat pada bidang kehakiman di daerah Khuzastan. Beliau wafat di Romahurmuz kota asalnya pada tahun 360 Hijriyah atau 970 Masehi, dengan meninggalkan karya penting bagi peradaban keilmuan Islam.

Imam Ar-Romahurmuzy merintis Mustholah Hadis yang sangat krusial dalam mengklarifikasi hadis Nabi sebagai ilmu tersendir. Inilah yang kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh para ulama’ ilmu hadis lainya, melalui kitab Al-Muhaddats al-Fashil bain ar-Rawi wa al-Wa’iy. Wallahu a’lam bish showab.

Nuzula Nailul Faiz

Alumni Perguruan Islam Matholi'ul Falah dan PMH Pusat Kajen Pati, santri di PP Nurul Ummah Yogyakarta dan mahasiswa Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *