Imam al-Bukhari, Sang Perawi Hadis Sahih yang Pernah Buta
HIDAYATUNA.COM – Siapa yang tak mengenal Imam al-Bukhari?, penulis kitab Shahih al-Bukhari ini menjadi salah satu empat imam yang paling berpengaruh di dunia Islam. Jika dikatakan bahwa sebuah hadis diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, maka orang akan langsung percaya akan kesahihan hadis tersebut. Banyak umat Islam di dunia menjadikan hadis dari salah satu imam besar hadis ini sebagai rujukan sumber ajaran Islam.
Dilahirkan pada hari Jum’at, 13 Syawal 194 H/ 21 Juli 810 M di Bukhara, Uzbekistan, Imam al-Bukhari memiliki nama lengkap Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah al Juf’i al-Bukhari. Ayahnya, Ismail adalah orang yang gemar menuntut ilmu. Ismail sendiri pernah berguru kepada Malik bin Anas (pendiri madzhab Maliki dalam bidang fikih), Hammad bin Zaid, dan Abdullah bin al-Mubarak.
Semasa kecilnya, Imam al-Bukhari pernah mengalami kebutaan. Ibunya yang mengetahui kondisi anaknya tersebut merasa sangat sedih. Ibunya tak berhenti berdoa demi kesembuhan anaknya. Hingga suatu hari, Ibu Imam Bukhari ini bermimpi bertemu Nabi Ibrahim as. Dalam mimpinya, Nabi Ibrahim berkata, “ Hai Fulanah, (berkata pada ibu Imam Bukhari) Allah telah mengembalikan penglihatan putramu karena seringnya kamu berdoa.” Dan benarlah, keesokan harinya penglihatan putranya telah kembali dan sembuh dari kebutaan.
Imam al-Bukhari mulai mempelajari hadis sejak usianya masih 10 atau 11 tahun. Lalu sebelum usia 16 tahun, dia telah berhasil menghafalkan matan hadis dan perawinya dalam kitab karya Ibn al Mubarak dan Waqi’. Pada tahun 210 H, ketika usianya 16 tahun, ia melaksanakan Ibadah Haji dengan ditemani Ibu dan saudaranya. Seusai melaksanakan Ibadah Haji, ibu dan saudaranya kembali pulang, namun Imam Bukhari memilih menetap di Makkah untuk tinggal di Hijaz.
Selanjutnya Imam al-Bukhari melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk mencari hadis. Dapat dibayangkan bagaimana sulitnya perjalanan saat itu dengan alat transportasi yang masih sangat sederhana. Jika ia mendapat informasi ada hadis di sebuah wilayah, ia akan segera menuju wilayah tersebut. Imam Bukhari menjelajahi berbagai kota dari Khurasan hingga Mesir untuk mencari informasi hadis.
Dia melakukan pengembaraan intelektualnya selama 16 tahun. Lima tahun diantaranya ia tinggal di berbagai kota di Asia, seperti Baghdad, Basrah, Kufah, Syam, Himsi, Asqalan dan lainnya. Tokoh ini pun kemudian kembali ke kota kelahirannya, Bukhara hingga akhir hayatnya.
Diceritakan bahwa Imam al-Bukhari telah mendengarkan hadis dari 1000 guru (syuyukh) lebih. Dia menghafal 100.000 hadis shahih dan 100.000 tidak shahih dari 600.000 hadis yang berhasil dihimpunnya. Dengan kecerdasan dan kejeliannya dalam meneliti hadis, Imam Bukhari diberi gelar Amir al-Mu’minin fi al-Hadits (pemimpin orang-orang Mukmin dalam masalah hadis). Diantara guru-guru Imam Bukhari adalah Ali bin al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf al-Firyabi dan Ishaq bin Rawaih.
Imam Al-Bukhari tergolong ulama yang produktif. Selain Shahih al-Bukhari yang terkenal, karya tulisnya yang lain adalah al-Adab al-Mufrad, Birr al-Walidain, Al-Tarikh al-Kabir, Al-Tafsir al Kabir, dan masih banyak lainnya.
Shahih al-Bukhari
Dari semua karyanya, tulisannya yang paling terkenal adalah Shahih al-Bukhari yang sebenarnya memiliki judul asli Al-Jami’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasul Allah SAW wa Sunanih wa Ayyamih . Tidak sedikit para ulama yang telah mensyarahi Shahih al-Bukhari, seperti Al-Tanqih karya Badr al-Din al-Zarkasyi, Al-tausyih karya Jalal al-Din al-Suyuthi. Ada total 82 judul kitab yang mensyarahi Shahih al-Bukhari. Dari beberapa syarah Shahih al-Bukhari ini, syarah yang paling besar adalah Fath Al-Bari. Adapun ringkasan yang paling baik adalah Al-Tajrid al-Shahih yang ditulis oleh Husain bin al-Mubarak.
Diriwayatkan bahwa awal mula yang mendorong Imam al-Bukhari untuk menyusun karya besarnya adalah mimpinya bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpi tersebut, Imam Bukhari seolah-olah menjaga Nabi Muhammad dengan berdiri di depan beliau sambil memegang kipas. Lalu, Imam Bukhari menanyakan arti mimpi ini kepada orang yang ahli ta’bir mimpi. Katanya, Imam Bukhari akan mengikis kebohongan hadis Nabi. Dari situlah ia terdorong untuk menyusun kumpulan hadis shahihnya.
Karya Imam al-Bukhari dinamai al-Shahih karena hanya berisi hadis-hadis shahih. Menurut para ulama, kriteria hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung hingga Nabi, para perawinya adil dan dlabit, serta dalam hadis teresebut tidak ada syadz (kejanggalan) dan illat (cacat). Imam al-Bukhari menyusun kitab ini di Masjidil Haram. Dia tidak akan memasukkan hadis ke dalam kitabnya sebelum melakukan shalat istikharah dan yakin bahwa hadis tersebut benar-benar shahih. Ia benar-benar selektif dalam menulis hadis, ia pun menguji hadis secara lahir dengan meneliti para rawi, serta secara batin yakni dengan shalat istikharah.
Mengenai jumlah hadis dalam Shahih al-Bukhari, ada perbedaan pendapat di antara ulama, tergantung bagaimana menghitungnya. Menurut Ibn al-Shalah dan Imam al-Nawawi, jumlah hadis dalam kitab tersebut 7.275, termasuk hadis yang disebutkan secara berulang. Jika tanpa memasukkan hadis yang berulang, jumlahnya 4.000 hadis. Namun ada juga ulama yang berpendapat lebih dari itu.
Kitab ini terdiri dari 97 bab dan 4550 sub bab. Ada beberapa kitab yang tidak mempunyai bab, dan ada bab yang hanya berisi ayat Al-Qur’an. Shahih al-Bukhari diterbitkan oleh banyak penerbit besar di Timur Tengah, misalnya Dar al-Fikr Beirut, Lebanon. Buku ini juga dapat ditemukan dalam Maktabah Syamilah yang berbentuk CD.
Kejeniusan dan kecerdasan Imam al-Bukhari juga dapat diketahui saat menghadapi “ujian” dari para ulama Baghdad. Ketika itu, Imam al-Bukhari berkunjung ke Baghdad. Lalu para ulama di sana berkumpul untuk menguji kemampuan atau kekuatan hafalan Imam al-Bukhari. Mereka mengumpulkan 100 hadis, kemudian hadis-hadis tersebut ditukar sanad dan matannya. Selanjutnya, 10 ulama ini menemui Imam al-Bukhari sambil menunjukkan 10 hadis yang telah ditukar sanad dan matanya.
Imam al-Bukhari pun dapat menjawab dan membenarkan hadis-hadis yang telah ditukar sanad dan matannya hingga sesuai dengan aslinya.
Mushannif dari Shahih al-Bukhari ini dipanggil Sang Khaliq pada 30 Ramadhan. Jenazahnya dimakamkan di Desa Khartank, sekitar enam mil dari Samarkand.
Makam Imam al-Bukhari di Samarkand.