Ide Jenius Sang Penakluk Konstantinopel; Perjuangan Sultan Muhammad Al-Fatih

 Ide Jenius Sang Penakluk Konstantinopel; Perjuangan Sultan Muhammad Al-Fatih

Mengenal Muhammad Al-Fatih: Sang Penakluk Konstantinopel

 Andaikata dunia ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinopel akan menjadi kota yang paling cocok untuk menjadi ibukota kerajaan itu”

Masa Muda dan Cita-cita Menaklukkan Konstantinopel

Rasulullah Bersabda :

لَتُفْتَحُنَّ الْقَسْطَنْطِيْنِيَّةُ عَلَى يَدِّ رَجُلٍ فَلَنِعْمَ الْأَمِيْرُ أَمِيْرَهَا وَلَنِعْمَ الْجَيْشُ ذَلِكَ الْجَيْشُ

“Konstantinopel akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah disana adalah sebaik-baiknya penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara”.

Kekuatan Islam terus berusaha merambah ke Konstantinopel sejak masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 44 H, namun serangan itu belum berhasil. Silih berganti pengepungan dan usaha penaklukan oleh beberapa sultan, namun tak pernah ada yang benar-benar menaklukkan Konstantinopel. Hingga ada satu sultan yang berhasil menaklukkan Konstantinopel, yaitu Mehmed II atau lebih dikenal dengan Muhammad Al-Fatih, Sang Penakluk.

Mehmed II lahir pada 30 Maret 1432 di Edrine, ibu kota Utsmaniyah kala itu. Dia merupakan anak dari Sultan Murad II dan Huma Hatun. Sejak kanak-kanak ayahnya telah mengirim sejumlah pendidik untuk mengajari Mehmed II, namun dia tidak menaati perintah para pengajar, sehingga tidak mampu mengkhatamkan Al-Qur’an. Sultan Murad kemudian mengangkat Ahmad bin Ismail Al-Kurani, sosok ulama yang saleh nan kharismatik, yang berhasil mendidik Mehmed II dengan tongkat di tangannya.

Hasil tarbiyah Islam yang diterimanya, mendidik jiwanya untuk mencintai Islam, memiliki iman kokoh, serta mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Muhammad Al-Fatih tumbuh di atas komitmen yang tinggi terhadap Syariat Islam, memiliki sifat Taqwa dan Wara’, mencintai ilmu dan ulama, serta semangat tinggi untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Semua ini tak lepas dari peranan orang tua, pembimbing, guru-guru dan mujahadah yang tinggi untuk melahirkan sosok pahlawan Islam.

Selain Al-Kurani, ada juga peran Syaikh Aaq Syamsuddin dalam membentuk kepribadian Muhammad Al-Fatih. Sejak kecil beliau selalu menekankan dua hal kepada Mehmed II:

  1. Meningkatkan semangat jihad pasukan Utsmani
  2. Selalu mengisyaratkan kepadanya, bahwa yang dimaksud dalam hadist tentang pemimpin yang akan membuka Kota Konstantinopel adalah dirinya sendiri.

Sejak masa ayahnya memerintah, Muhammad Al-Fatih telah terlibat dalam urusan kesultanan. Dimana, dia banyak terlibat dalam setiap konflik dengan kekaisaran Byzantium dalam kondisi berbeda-beda. Bahkan, saat usianya sebelas tahun, dia dikirim untuk memerintah Amasya. Sesuai tradisi Utsmani yaitu untuk mengirimkan para pangeran yang sudah cukup umur untuk memerintah sebuah wilayah sebagai bekal memerintah kelak.

Sultan Mehmed II pertama kali naik tahta pada umurnya yang kedua belas, tepatnya pada tahun 1444 M. Ia memerintah selama dua tahun hingga 1446, namun kemudian ia memaksa ayahnya kembali naik tahta atas desakan Candarli Halil Pasha yang merupakan salah satu orang paling berpengaruh dalam pemerintahan Dinasti Utsmaniyah. Ini dikarenakan Candarli tidak senang dengan kuatnya pengaruh Syekh Syamsuddin pada masa kekuasaan Mehmed II.

Persiapan Panjang Menuju Konstantinopel

Sultan Mehmed II naik tahta kembali pada tahun 1451 setelah ayahnya, Sultah Murad wafat. Pada pemerintahannya yang kedua ini, ia berusaha dengan berbagai cara dan strategi untuk menaklukkan Kota Konstantinopel. Diantaranya, memperkuat kekuatan militer dengan menambah jumlah pasukan, ia juga melatih pasukan-pasukannya dengan berbagai seni tem[ut dan ketangkasan, sehingga mereka memiliki keahlian tempur kelas tinggi.

Selain meningkatkan kualitas pasukan dari segi keterampilan berperang, ia juga menanamkan semangat jihad pada diri pasukannya tentang pujian Rasulullah kepada pasukan yang akan mampu menaklukkan kota Konstantinopel. Hal ini memberikan dorongan moral yang kuat dalam pasukannya.

Sultan Mehmed II juga membangun benteng Romali Hishar di wilayah selatan Eropa di selat Bosphorus pada sebuah titik paling strategis yang berhadapan dengan benteng yang pernah dibangun di masa pemerintahan bayazid di daratan Asia. Kaisar Romawi berusaha membujuk Sultan agar tak membangun benteng tersebut dan menawarkan uang ganti rugi, namun Mehmed II  tidak bergeming dari rencananya, karena pembangunan benteng itu memiliki arti yang sangat strategis bagi penaklukan Konstantinopel.

Sultan menaruh perhatian khusus untuk mengumpulkan senjata yang dibutuhkan, dan dalam rangka mengumpulkan senjata, ia telah mengundang seorang insinyur ahli meriam bernama Orban. Insinyur ini mampu merakit sebuah meriam yang amat besar. Diantara meriamnya yang terkenal adalah meriam Sultan Muhammad. Disebutkan bahwa membutuhkan ratusan lembu untuk mengangkut meriam tersebut. Sultan sendiri melakukan pengawasan langsung pembuatan meriam ini. Hal ini merupakan upaya menyempurnakan syarat jihad, seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Anfal : 60

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” (QS Al-Anfal : 60).

Persiapan lain yang dilakukannya adalah penguatan armada laut, Sultan memberikan perhatian besar dalam hal ini. Ia banyak membuat kapal yang nantinya dipakai untuk membuka kota Konstantinopel. Ini dikarenakan kota tersebut adalah sebuah kota laut, yang tidak mungkin bisa dikepung kecuali dengan menggunakan kapal-kapal. Dan dalam rangka memperkuat armada lautnya, ia telah mempersiapkan 400 buah kapal.

 Sebelum melakukan serangan ke Konstantinopel, Sultan melakukan perjanjian dengan beberapa rival, dengan tujuan agar dia bisa berkonsentrasi menghadap satu musuh. Maka dijalinlah perjanjian dengan negara-negara yang berbatasan langsung dengan Konstantinopel. Saat gencar-gencarnya Sultan Mehmed II mempersiapkan penaklukan, Kaisar Byzantium mati-matian membujuk dan mengalihkan perhatian Sultan Mehmed II dengan memberikan berbagai hadiah dan harta. Bahkan Kaisar mencoba menyuap para penasehat sultan agar mengurungkan niatnya tersebut. Namun sultan tidak bergeming dan tetap sepenuh hati bertekad untuk melaksanakan rencana besarnya.

Tatkala Kaisar Byzantium melihat keteguhan Sultan Muhammad Al-Fatih, ia meminta bantuna kepada negara-negara Eropa, bahkan ia menemui Paus dan meminta bantunanya, yang saat itu terdapat permusuhan sengit antara Khatolik yang dianut paus dan Kristen Ortodoks yang dianut Byzantium. Kaisar Byzantium terpaksa bersikap manis demi mendapat bantuan Paus. Namun tatkala Paus memberikan khutbah di Aya Sophia, banyak penduduk Byzantium yang menolak dan bahkan melakukan demo.

Berkobarnya Perang   

Kota Konstantinopel dikelilingi lautan dati tiga sisi sekaligus, yaitu selat Bosphorus, Laut marmarah, dan Tanduk Emas yang dijaga menggunakan rantai yang sangat besar, tak hanya itu, di daratan juga dijaga dengan pagar-pagar dinidng yang tingginya 60 kaki, dilengkapi pagar tambahan di bagian dalam, menara, pos pemantau dan dijaga oleh banyak pasukan. Dari segi militer kota ini dianggap sebagai kota paling aman, sehingga sangat sulit untuk menyerang kota ini.

Sultan Muhammad Al-Fatih mempersiapkan serangan ke Konstantinopel dengan seksama. Dia mempersiapkan peta riil untuk mengepung kota ini. Dia bahkan melakukan pengintaian sendiri, menyaksikan sendiri kekokohan kota Konstantinopel dengan perlindungan pagar-pagarnya. Sultan terus merintis jalan pembuka antara Andrianopel dan Konstantinopel untuk memudahkan pengiriman meriam ke Konstantinopel. Meriam-meriam ini bergerak menuju Konstantinopel dalam jangka dua bulan, dengan penjagaan ketat pasukan Utsmani.  

Hingga akhirnya, pasukan Sultan Muhammad telah berada di dekat Konstantinopel pada Kamis, 26 Rabiul Awwal 857 H atau 6 April 1453 H. maka berkumpullah pasukan Utsmani yang berjumlah 250.000 pasukan. Sultan Muhammad berpidato dengan berapi-api dan penuh semangat, menggugah pasukan untuk berjihad, meminta kemenangan kepada Allah atau menerima syahid. Dalam khutbahnya, Sultan Muhammad Al-Fatih menjelaskan aarti pengorbanan dan keikhlasan dalam berperang.

Dia membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi seruan jihad, sebagaimana dia menyebutkan hadist-hadist Rasulullah yang mengabarkan tentang penaklukan Kota Konstantinopel. Pasukan Utsmani saat itu mulai melakukan gempuran dengan Tahlil dan Takbir, serta berdoa penuh khusyu’ kepada Allah. Sedangkan ulama berbaur di tengah-tengah pasukan dan tentara Islam, berjihad bersama-sama, sehingga setiap pasukan menunggu pertempuran itu dengan penuh kesabaran semi melaksanakan kewajiban mereka.Pada hari berikutnya, sultan mulai membagi pasukannya. Ia mendistribusikan pasukan daratnya di depan pagar-pagar luar Konstantinopel. Pasukan tersebut menjadi tiga bagian utama, yang bisa

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *