Ibnu Batutah: Sang Penjelajah Muslim yang Mendunia

 Ibnu Batutah: Sang Penjelajah Muslim yang Mendunia

Ibnu Batutah: Sang Penjelajah Muslim yang Mendunia (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Ibnu Batutah, atau lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Lawati al-Tanji bin Batutah.

Ia adalah seorang penjelajah Muslim terkenal yang hidup pada abad ke-14.

Lahir di Tangier, Maroko pada tahun 1304, Ibnu Batutah dikenal karena perjalanan-perjalanannya yang luar biasa melintasi dunia Islam dan sekitarnya selama hampir 30 tahun.

Kisah hidup dan petualangannya telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman kita tentang geografi, budaya, dan kehidupan sosial pada zamannya.

Ibnu Batutah lahir dalam keluarga yang taat beragama dan berpendidikan. Keluarganya berasal dari suku Berber Lawata yang memiliki tradisi pendidikan yang kuat.

Sejak kecil, ia mendapatkan pendidikan agama yang baik, yang mencakup studi tentang Al-Qur’an, hukum Islam (fiqh), dan ilmu-ilmu lainnya.

Pada usia 21 tahun, Ibnu Batutah memutuskan untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekkah, yang menjadi titik awal dari petualangannya yang panjang.

Pada tanggal 13 Juni 1325, ia meninggalkan kampung halamannya di Tangier dan memulai perjalanan menuju Mekkah melalui daratan Afrika Utara.

Setelah menunaikan ibadah haji, Ibnu Batutah tidak kembali ke Maroko, melainkan melanjutkan perjalanan ke berbagai wilayah di dunia Islam.

Dia mengunjungi Mesir, Palestina, Suriah, dan Irak. Di setiap tempat yang dikunjungi, Ibnu Batutah belajar tentang adat istiadat, hukum, dan budaya setempat, serta bertemu dengan banyak ulama dan penguasa.

Setelah menghabiskan waktu di Timur Tengah, Ibnu Batutah melanjutkan perjalanannya ke Persia, dan kemudian ke Timur Jauh.

Ia mengunjungi India, yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Sultan Muhammad bin Tughluq.

Di India, Ibnu Batutah bekerja sebagai qadi (hakim) selama beberapa tahun sebelum melanjutkan perjalanannya ke China.

Selama di India, Ibnu Batutah menyaksikan berbagai fenomena sosial dan politik yang menarik.

Ia mencatat kekayaan dan kemegahan istana Sultan Delhi serta kebijakan-kebijakan kontroversial Sultan Muhammad bin Tughluq.

Salah satu peristiwa yang paling menonjol adalah ketika Ibnu Batutah ditugaskan oleh Sultan untuk menjadi duta besar ke China.

Perjalanan ke China merupakan salah satu bagian paling menarik dari petualangan Ibnu Batutah. Ia mengunjungi Quanzhou dan Guangzhou, dua kota pelabuhan penting di China.

Ibnu Batutah mencatat tentang kehidupan sehari-hari penduduk China, sistem pemerintahan, dan kebiasaan-kebiasaan mereka.

Pengalamannya di China memberikan wawasan yang berharga tentang hubungan perdagangan antara dunia Islam dan Timur Jauh pada abad ke-14.

Setelah menghabiskan waktu di India dan China, Ibnu Batutah memutuskan untuk menjelajahi wilayah lain di Asia Tenggara.

Nusantara pada masa itu sudah dikenal sebagai pusat perdagangan maritim yang penting.

Banyak pedagang dari berbagai belahan dunia, termasuk Timur Tengah, India, dan China, datang ke Nusantara untuk berdagang rempah-rempah, emas, dan barang-barang berharga lainnya.

Ibnu Batutah memulai perjalanannya ke Nusantara dengan menyeberangi laut dari Malabar, India menuju Sumatra.

Dalam perjalanannya, ia mencatat berbagai hal tentang kondisi alam dan sosial di wilayah yang dilaluinya.

Ibnu Batutah tiba di Samudera Pasai, sebuah kerajaan Islam di pesisir utara Sumatra yang saat itu menjadi salah satu pusat perdagangan dan kebudayaan Islam di Asia Tenggara.

Di Samudera Pasai, Ibnu Batutah disambut dengan hangat oleh Sultan Malik al-Zahir, penguasa kerajaan tersebut.

Ia menghabiskan beberapa waktu di istana Sultan, mencatat tentang kehidupan di kerajaan tersebut.

Menurut Ibnu Batutah, Samudera Pasai adalah sebuah kota yang makmur dengan masjid-masjid yang indah dan pasar yang ramai.

Ia juga mencatat bahwa masyarakat di sana sangat taat beragama dan hidup dalam suasana keislaman yang kuat.

Ibnu Batutah juga mengamati bahwa perdagangan di Samudera Pasai sangat berkembang.

Pedagang dari berbagai negara datang untuk berdagang rempah-rempah, kain, dan barang-barang lainnya.

Ia mencatat bahwa hubungan antara pedagang Muslim dan non-Muslim berjalan dengan baik dan penuh toleransi.

Ibnu Batutah memberikan catatan yang sangat berharga tentang kehidupan sosial dan budaya di Samudera Pasai.

Ia mencatat bahwa penduduk lokal sangat menghormati tamu dan memiliki tradisi keramahan yang kuat.

Selain itu, ia juga mencatat tentang berbagai kebiasaan dan adat istiadat yang unik di wilayah tersebut.

Kunjungan Ibnu Batutah ke Samudera Pasai menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Islam di Nusantara pada abad ke-14.

Islam telah menyebar luas di wilayah tersebut, tidak hanya sebagai agama tetapi juga sebagai fondasi sosial dan budaya.

Kerajaan-kerajaan Islam seperti Samudera Pasai memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara.

Ibnu Batutah mencatat bahwa Sultan Malik al-Zahir adalah seorang penguasa yang adil dan bijaksana, yang sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.

Ia juga mencatat bahwa pendidikan Islam sangat dihargai di Samudera Pasai, dengan banyaknya madrasah dan tempat-tempat belajar yang tersebar di seluruh kerajaan.

Setelah menghabiskan beberapa waktu di Samudera Pasai, Ibnu Batutah melanjutkan perjalanannya ke berbagai wilayah lain di Asia Tenggara.

Meskipun tidak banyak catatan detail tentang kunjungannya ke wilayah lain di Nusantara, jelas bahwa pengalaman di Samudera Pasai memberikan kesan yang mendalam bagi Ibnu Batutah.

Setelah menghabiskan waktu di Asia, Ibnu Batutah akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.

Pada tahun 1353, ia kembali ke Maroko dan menetap di Fez.

Di sana, atas perintah Sultan Abu Inan Faris, Ibnu Batutah mulai menulis kisah perjalanannya dalam sebuah buku yang dikenal sebagai “Rihla” (Perjalanan).

“Rihla” adalah salah satu karya sastra perjalanan paling penting dalam sejarah Islam. Buku ini tidak hanya mendokumentasikan perjalanan Ibnu Batutah, tetapi juga memberikan gambaran yang mendalam tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya di berbagai wilayah yang dikunjunginya.

Melalui tulisannya, Ibnu Batutah memberikan kontribusi yang berharga bagi ilmu geografi dan etnografi.

Perjalanannya menginspirasi banyak penjelajah dan ilmuwan setelahnya. Melalui “Rihla”, Ibnu Batutah memberikan wawasan yang berharga tentang dunia Islam pada abad ke-14 dan hubungan antarbudaya yang ada pada masa itu.

Ibnu Batutah juga menunjukkan pentingnya rasa ingin tahu dan semangat untuk belajar tentang dunia luar.

Perjalanan-perjalanannya yang berani dan gigih mencerminkan tekadnya untuk memahami berbagai budaya dan tradisi, serta memperkaya dirinya dengan pengetahuan yang luas.

Kisah hidup Ibnu Batutah adalah cerita tentang keberanian, pengetahuan, dan eksplorasi Warisan Ibnu Batutah terus hmenginspirasi generasi penjelajah dan ilmuwan untuk terus menjelajahi dunia dan memperkaya pengetahuan kita tentang kehidupan di berbagai belahan Bumi. []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *