Ibadah Puasa Ramadhan untuk Mengasah Kualitas Pribadi Integritas dan Jiwa Kepemimpinan

Imam Al-Baqillani: Pilar Keilmuan dalam Teologi Islam (Foto/IQNA)
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Bulan suci Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan, ampunan dan rakhmat serta kasih sayang dari Allah Swt.
Bahkan tidur dibulan puasa dinilai ibadah, dibulan puasa yang penuh keberkahan ini setiap individu berlomba-lomba menuju jalan kebaikan.
Pada bulan Ramadhan Diwajibkan kepada seluruh orang Islam yang beriman untuk melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan dengan tujuan agar menjadi orang-orang yang bertakwa.
Seperti dinyatakan pada Q.S. Al-Baqarah 183 yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Ketakwaan dalam hal ini tidak hanya terbatas pada ibadah yang bersifat vertical namun juga perlu diperhatikan ibadah yang bersifat ibadah horizontal.
Sikap yang terbentuk dari mengamalkan ibadah puasa sesunggguhnya tidak terbatas pada perilaku individual namun juga sikap sosial.
Ibadah puasa sudah semestinya dimaknai secara substantif dan dilakukan secara holistik: lahir dan batin.
Melalui puasa yang holistik ini, intensi yang ditanamkan dalam hati bukan sekadar didasari atas ketaatan kepada Allah.
Lebih dari itu, dilandasi niat untuk menggapai kerelaan dan kecintaan Allah.
Meraih cinta dan kerelaan sang Kholik mengharuskan seseorang untuk berkomitmen untuk mengembangkan karakter dan kepribadian luhur: dari kejujuran, kesabaran, pengendalian diri hingga menyebar kedamaian dan keadilan.
Pada hakekatnya ibadah puasa berkaitan dengan integritas tiap individu dalam menjalani aktivitas sosialnya.
Ibadah puasa selain menahan lapar dan haus juga senantiasa mengajarkan tentang makna kejujuran, kebenaran, keberanian dan kesediaan menegakkan keadilan.
Proses ibadah puasa menjadi perwujudan dari integritas ibadah sosial yang didalamnya meneguhkan ketaqwaan nilai-nilai ketauhidan (habluminallah), menjaga hubungan sesama manusia (hablumminnas) dan kepada alam semesta (hablumminalalam).
Ibadah puasa melatih setiap individu memiliki integritas dan melatih jiwa kepemimpinan.
Dalam menjalankan ibadah puasa setiap individu dituntut untuk mentransformasikan diri, menyadari setiap perilaku yang dilakukan agar dapat bermanfaat bagi sesama sekaligus mengendalikan diri agar dapat bersikap adil terhadap sesama.
Hal ini dipertegas melalui Q.S. Sad Ayat 26 yang artinya:
“Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah.”
Ayat ini kemudian meligitmasi bahwa ibadah puasa sangat bermanfaat untuk melatih diri untuk mengambil keputusan yang tidak merugikan bagi orang disekitar sekaligus bagi alam semesta dan seisinya.
Jelaslah bahwa, hakekat kualitas keimanan tidak ditentukan oleh seberapa tinggi pengabdian diri di hadapan Allah saja, namun kesempurnaannya dapat diraih melalui bagaimana seorang muslim mampu membuat kualitas ketakwaan individualnya menjadi media untuk berperilaku sosial yang baik dan bijak dengan berharap keridloan Allah Swt.
Implementasi norma agama dalam kehidupan sosial menjadi tempat bermusabaqah untuk mendapatkan derajat yang tinggi secara individual dan sosial.
Hasilnya adalah berbentuk kehidupan di masyarakat yang mengerti dan memahami serta menyadari pentingnya menjaga keharmonisan hidup dalam kebersamaan yang menghargai hak dari setiap individu dalam masyarakat.
Ibadah puasa sebagai ibadah juga melatih integritas agar sebagai manusia dapat memahami manusia lainnya melalui gotong royong saling membantu satu sama lain dengan menyiapkan takjil bersama di masjid, zakat dan sedekah lainnya.
Hal ini dimaksudkan memastikan bahwa orang terdekat atau tetangga kita juga dapat merasakan keberkahan yang kita rasakan.
Sikap kepedulian yang dibangun menjadi media pembelajaran untuk melihat lebih luas realitas sosial yang seharusnya tidak mendiskriminasi, merendahkan, menindas lainnya namun wajib saling mendukung, saling menghargai, saling memahami hak setiap orang yang berada disekitar kita.
Bulan Ramadhan menjadi bulan yang penuh dengan ampunan Tuhan. Mengakui kesalahan dengan jujur akan membangun kepercayaan dan integritas.
Seringkali terjadi ketika seseorang menyadari bahwa mereka melakukan kesalahan, maka orang lain juga menyadarinya.
Penting kemudian setiap individu mengakui kesalahannya, dengan demikian orang lain akan menghargai atas pengakuan kesalahannya, dan menjadi media yang sangat bermanfaat untuk melatih kejujuran, ini jelas menanggalkan integritas.
Terlebih lagi jika memiliki kesalahan-kesalahan yang diperbuat kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui, maka satu-satunya jalan adalah mengakui kesalahan dengan bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah Swt.
Pertaubatan ini harus dilakukan dengan penuh komitmen dengan mengharap keridhoan Tuhan bentuk permohonan maaf atas sikap luput yang dating dari manusia.
Pada akhirnya ibadah puasa di bulan ramadhan sebagai ibadah individu untuk mentransformasikan nilai-nilai kesabaran, keihklasan, kebenaran, keadilan, dan kejujuran.
Sebagai upaya untuk membentuk kualitas pribadi yang selanjutnya diimplementasikan dalam kehidupan sosial agar tercipta praktik-praktik baik yang menjunjung tinggi integritas dan merawat jiwa kepemimpinan.
Inilah mengapa ibadah puasa diakhiri dengan kewajiban mengeluarkan zakat fitrah yang harus diberikan kepada yang berhak menerima, sehingga smeuanikut serta merasakan kebahagian di hari kemenangan di hari yang fitri. []
*Referensi: Tausiyah Buka Bersama Yayasan Rifka Annisa Sakina oleh Dr. Mukhsin Achmad, M.Ag.