Hutang Piutang dalam Islam, Inilah Hukumnya dan Cara Melunasinya

 Hutang Piutang dalam Islam, Inilah Hukumnya dan Cara Melunasinya

Persoalan hutang piutang yang harus segera dilunasi dan hukumnya (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Hutang piutang dalam syariat Islam pada dasarnya diperbolehkan, orang yang meminjami mereka yang sangat membutuhkan pun mendapat pahala yang besar. Oleh sebab itu, Allah SWT. menganjurkan agar saling tolong menolong dalam kebaikan, seperti halnya memberikan pinjaman hutang.

Perintah dan anjuran mengenai hutang piutang ini ada dalam Alquran surah Al Maidah ayat 2 yang artinya:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al Maidah/5: 2)

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Mereka selalu membutuhkan orang lain sehingga niat tolong-menolong yang begitu baik dan ikhlas terkadang akan menimbulkan permasalahan.

Atas dasar itulah, Allah SWT. kemudian memberikan peringatan dalam firman-Nya surah Al-Baqarah ayat 282. Di dalam surah tersebut, Allah SWT. menjelaskan bahwa dalam bertransaksi idealnya dalam pelaksanaannya harus tercatat sehingga ada bukti otentik yang dipegang oleh pihak yang bertransaksi. Sebab di masa sekarang sangat riskan jika tidak ada bukti tertulis, pihak yang bertransaksi bisa saja menyalahi sehingga menguntungkan salah satu pihak dan merugikan lainnya.

Syarat dalam Hutang Piutang

Hutang piutang sudah diatur dalam syariat Islam, di antaranya ialah sebagai berikut:

1. Sighat

Sighat akad adalah ijab dan kabul. Tidak ada perbedaan diantara fukaha bahwa ijab kabul itu sah dengan lafaz hutang dan dengan satu lafaz yang menunjukan maknanya. Seperti kata, “aku memberimu hutang”, atau “aku menghutangimu. Demikian pula kabul sah dengan semua lafaz yang menunjukkan kerelaan, seperti “aku berhutang”, “aku menerima” atau “aku ridha”.

2. Akad

Akad yang dimaksud adalah akad kedua belah pihak yang melakukan teransaksi yang memberi hutang dan penghutang. Adapun syarat-syarat bagi penghutang adalah merdeka, balig, berakal sehat dan pandai yang bisa membedakan baik dan buruk.

Di luar hukum dan syarat dalam hutang piutang, yang paling berat dan cukup alot ialah ketika seseorang harus membayar hutang. Sering terjadi perselisihan di antara pihak yang dihutangi dan yang menghutangi.

Meskipun sebelumnya telah ada kesepakatan awal, dan membayar hutang merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Nabi Saw menggambarkannya dalam hadis sebagai berikut:

“Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Utsman bin ‘Umar berkata. Telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri dari ‘Abdullah bin Ka’b bin Malik dari Ka’b, bahwa ia pernah menagih hutang kepada Ibnu Abu Hadrad di dalam Masjid hingga suara keduanya meninggi yang akhirnya didengar oleh Rasulullah saw., yang berada di rumah.

Beliau kemudian keluar menemui keduanya sambil menyingkap kain gorden kamarnya, beliau bersabda: Wahai Ka’b!” Ka’b bin Malik menjawab: Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu. Beliau bersabda: Bebaskanlah hutangmu ini. Beliau lalu memberi isyarat untuk membebaskan setengahnya. Ka’b bin Malik menjawab, sudah aku lakukan wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda (kepada Ibnu Abu Hadrad): Sekarang bayarlah” (HR. Muslim) (Imam Abu Husaini Muslim bin Al-Hajaz An-Naisaburi, Juz. 5: 30).

Dalam berhutang, etika yang baik ialah mengembalikannya lebih dulu sebelum diminta oleh yang menghutangi. Sayangnya masih banyak orang yang berutang yang tidak menyadari hal itu, mereka enggan membayarkan kewajibannya ketika waktu pelunasan sudah jatuh tempo.

Kewajiban segera membayar utang, termasuk utang seseorang yang meninggal dunia. Jika hutang belum luna atau adanya pengakuan hutang dari keluarga lain yang ditinggalkan, maka belumlah boleh dikuburkan. Begitu pentingnya mengetahui dasar hutang dan melunasinya dengan segera.

 

 

Referensi : Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Esensi Utang dalam Konsep Ekonomi Islam karya Abdul Aziz, Ramdansyah

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *