Hukum Ta’zir dalam Islam?

 Hukum Ta’zir dalam Islam?

HIDAYATUNA.COM – Ta’zir adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ bagi kemaksiatan yang didalamnya tidak ada had dan kifarat. Dengan kata lain ta‘zir diberikan dalam rangka mendidik dan mengajari orang yang melakukan perbuatan maksiat agar menjadi lebih baik dan tidak mengulangi perbuatannya.

عُقُوبَةٌ غَيْرُ مُقَدَّرَةٍ شَرْعًا تَجِبُ حَقًّا لِلَّهِ أَوْ لآِدَمِيٍّ فِي كُل مَعْصِيَةٍ لَيْسَ فِيهَا حَدٌّ وَلاَ كَفَّارَةَ غَالِبًا

Artinya: “Hukuman yang tidak ditetapkan ketentuannya secara syar’i, baik terkait hak Allah atau hak adami, umumnya berlaku pada setiap maksiat yang tidak ada hukum hudud atau kaffarah.”

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Artinya: “Supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan agama-Nya, membesarkan-Nya dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Fath: 9)

At-Thabari dalam kitab tafsirnya Jâmi’ul Bayân ‘an Ta’wîl ayy al-Qurân, halaman 74 menjelaskan makna “wa tu’azzirûhu” dalam ayat di atas sebagai mengagungkan dan membesarkan Allah. Sementara itu as-Suyuthi dalam al-Dur al-Manshur fi Tafsîr al-Ma’tsûr, halaman 516, menjelaskan makna tersebut sebagai upaya menolong-Nya. Kedua penafsir dalam hal ini seolah sepakat bahwa ada kaitan antara ta’zir dengan upaya mengagungkan Allah subhanahu wata’ala.

Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. Hukum ta’zir bersifat mufawwadh (diserahkan) kepada kebijakan hakim yang berwenang. Namun boleh dilakukan oleh selain hakim, seperti suami yang menta’zir istrinya, atau tuan menta’zir budaknya, dan lainnya. Anak-anak yang masih di bawah umur tetap bisa dihukum dengan cara ta’zir.

Karena ta’zir adalah salah satu bentuk upaya membuat tobat agar pelaku tidak kembali mengulangi perbuatannya, maka bentuk pelaksanaan ta’zir tidak boleh melebihi had atau diyat. Hal ini senada dengan bunyi hadits Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لاتعزروه فوق عشرة أوسط

Artinya: “Janganlah kalian memberlakukan sanksi melebihi 10 cambukan!” (HR. Ibnu Mâjah)

Berdasarkan hadits di atas bisa disimpulkan bahwa had/pidana berupa cambuk yang melebihi 10 cambukan adalah hampir setara dengan had perbuatan lain yang dilarang oleh syariat dan diharamkan. Maka dari itu, ta’zir tidak boleh menyamainya.

Mengenai persoalan ta’zir ini, dalam suatu riwayat bahwa Umar bin Khathab RA menta’zir dan memberi pelajaran terhadap seseorang dengan mencukur rambut, mengasingkan dan memukul pelakunya. Pernah pula beliau membakar kedai-kedai penjual khamr dan membakar suatu desa yang menjadi tenpat penjualan khamr.

Ta’zir dalam perkara yang disyariatkan adalah ta’zir yang wajib menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad rahimahumullah. Sedangkan menurut Imam Syafi’ie hal tersebut tidak wajib, karena menurut beliau akan menimbulkan tindakan yang tidak berkeadilan. Demikian pembahasn mengenai ta’zir semoga dapat memberi gambaran dan pemahaman. Wallahu a’lam.

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *