Hukum Qishas dari Syarat Hingga yang Membatalkan
Qishas dalam arti bahasa adalah menelusuri jejak. Selain itu qishas dapat diartikan keseimbangan dan kesepadanan. Sedangkan menurut istilah syara, Qishash adalah memberikan balasan yang kepada pelaku sesuai dengan perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah menghilangkan nyawa orang lain (membunuh), maka hukuman yang setimpal adalah dibunuh atau hukuman mati.
Dasar dari hukuman qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu AlQur’an surat Al Baqaarah ayat 178-179 sebagai berkut:
َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأُنثَى بِالأُنثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاء إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ . وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, qishas diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka, barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (Qs. al-Baqarah: 178-179).
Ayat di atas sebenarnya mengaskan jaminan hak hidup oleh Allah. Ancaman qishas merupakan semacam bentuk pencegahan gar seseorang tidak melakukan pembunuhan. Bagi korban sendiri, qishas menjadi jaminan keadilan agar pelaku mendapat pelajaran setimpal.
Lebih lanjut lagi soal ayat diatas Imam asy-Syaukani menjelaskan, “Maknanya, kalian memiliki jaminan kelangsungan hidup dalam hukum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika mensyariatkan ini, karena bila seseorang tahu akan dibunuh secara qishas apabila ia membunuh orang lain, tentulah ia tidak akan membunuh dan menahan diri dari mempermudah dan terjerumus padanya.”
Selain dari dua ayat tersebut dasar hukum dari hokum qishash juga terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al Maidah ayat 45 yang berbunyi:
وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْأَنْفَ بِالْأَنْفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Qs. Al Maidah: 45).
Hukuman Qishash juga dijelaskan dalam hadits An-Nas’i yang berbunyi : Al Harits bin Miskin berkata dengan membacakan riwayat dan saya mendengar dari Sufyan dari ‘Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia berkata; dahulu pada Bani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat pada mereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang -orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang -orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula)).
Pemberian maaf itu adalah menerima diyat pada pembunuhan dengan sengaja, dan hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula)), serta melaksanakan ini dengan kebaikan. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat dari apa yang diwajibkan atas kaum sebelum kalian, sesungguhnya hal tersebut adalah qishas bukan diyat.
Syarat-syarat Qishas
Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku (pembunuh), korban (yang dibunuh), perbuatan pembunuhannya dan wali dari korban. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a) Syarat-Syarat Pelaku (Pembunuh)
Menurut Ahmad Wardi Muslich yang mengutip dari Wahbah Zuhaily mengatakan ada syarat yang harus terpenuhi oleh pelaku ( pembunuh ) untuk diterapkannya hukuman Qishash , syarat tersebut adalah pelaku harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku (pembunuh ) harus orang yang mempunyai kebebasan.
b) Korban (yang dibunuh),
Untuk dapat diterapkannya hukuman qishas kepada pelaku harus memenuhi syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat tersebut adalah korban harus orang orang yang ma’shum ad-dam artinya korban adalah orang yang dijamin keselamatannya oleh negara Islam, korban bukan bagian dari pelaku, artinya bahwa keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak, adanya keseimbangan antara pelaku dengan korban (tetapi para jumhur ulama saling berbeda pendapat dalam keseimbangan ini).
c) Perbuatan Pembunuhannya
Dalam hal perbuatan menurut Hanafiyah pelaku diisyaratkan harus perbuatan langsung (mubasyaroh), bukan perbutan tidak langsung (tasabbub). Apabila tassabub maka hukumannya bukan qishas melainkan diyat. Akan tetapi, ulama-ulama selain hanafiyah tidak mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat bahwa pembunuhan tidak langsung juga dapat dikenakan hukuman Qishash.
d) Wali (Keluarga) dari Korban
Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban tidak diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksankan. Akan tetapi ulama-ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.
Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman Qishas
Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur, tetapi sebab ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang dapat membatalkan seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap hukuman. Adapun sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman adalah:
a) Meninggalnya pelaku tindak pidana,
b) Hilangnya tempat melakukan qishas
c) Tobatnya pelaku tindak pidana,
d) Perdamaian,
e) Pengampunan,
f) Diwarisnya qishas,
g) Kadaluarsa (al-taqadum)
Sumber:
- Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993)
- Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005)
- Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
- Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan Oleh Ahsin Sakho
- Muhammad dkk dari “Al tasryi‟ Al-jina‟I Al-Islami”, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008)