Hukum Provokasi dan Mencela Pemerintah Karena Pembatalan Haji

 Hukum Provokasi dan Mencela Pemerintah Karena Pembatalan Haji

HIDAYATUNA.COM – Pemerintah melalui Kementerian Agama (kemenag) telah memutuskan untuk membatalkan pemberangkatan jamaah haji pada tahun 2020 ini.

Namun ternyata tidak semua pihak setuju dengan keputusan tersebut, bahkan ramai di media sosial kalimat-kalimat nyinyir dan provokasi.

Diantaranya mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan konspirasi kafir untuk menjatuhkan islam, rezim PKI dan lain sebagainya.

Lantas bagaimanakah fikih islam memandang tentang pro kontra terkait pembatalkan Ibadah Haji tersebut ?

Sebelum menjawab hal ini, kita tidak bisa mengesampingkan fakta bahwa sepanjang sejarah sudah 40 kali Ibadah Haji dan Umroh di tiadakan karena berbagai kejadian luar biasa.

Bahkan tahun 1946-1948 dikarenakan agresi belanda Indonesia juga pernah meniadakan ibadah haji, sebagaimana yang disampaikan menag selasa kemarin.

Memberangkatkan orang haji dan menegakkan ibadah haji adalah termasuk perkara dibawah hak dan tugas pemerintah. Hal ini sebagaimana dalam kitab Al-Ahkam As Sulthaniyah karya Imam Mawardi :

 الأحكام السلطانية للماوردی صحيفة  – هَذِهِ الوِلاَيَةُ عَلَى الحَجِّ ضَرْباَنِ : أَحَدُهُمَا أَنْ تَكوُنَ عَلَى تَيْسِيرِ الحَجِيجِ . والثَّانِي : عَلَى إِقَامَةِ الحَجِّ ، فأما تَيْسِيرُ الحَجِيجِ فَهُوَ وِلاَيَةُ سِيَاسِيَةِ وَزَعاَمَةٍ وَتَدْبِيْرٍ

Termasuk kekuasaan pemerintah atas ibadah haji itu ada dua bagian. Pertama, Kekuasaan untuk memberangkatkan orang yang haji. Kedua, Kekuasaan untuk menegakkan ibadah haji. Adapun memberangkatkan haji adalah merupakan wilayah (hak kekuasaan pemerintah) dalam hal siyasah (pengaturan politik), kepimpinan dan pengaturan.”

Keterangan diatas juga didukung oleh oleh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam karyanya Hasyiyah Al-Allamah Inu Hajar ‘Ala Syarh Al Idhoh Fi Manasikil Hajj :

و حاشية العلامة ابن حجر على شرح الإيضاح – قَالَ وِلاَيَةُ الحَجِّ على ضَرْبَيْنِ أَحَدُهُمَا يَكُونُ عَلَى تَيْسِيْرِ الحَجِيْجِ وَالثَّانِي عَلَى إِقَامَةِ الحَجِّ أَمَّا الضَّرْبِ الأَوَّلِ فَهُوَ وِلاَ يَةٌ سِيَاسَةٌ وَتَدْبِيْرٌ وَشَرْطُ المُتَوَلِّى أَنْ يَكُوْنَ مُطَاعًا ذَا رَأْيٍ وَشَجَاعَةٍ وَهِدَايَةٍ

Pengarang berkata, hak kekuasaan pemerintah dalam masalah haji itu ada dua. Pertama, memberangkatkan orang-orang yang haji. Kedua, menegakkan haji. Sedangkan bagian yang pertama itu termasuk wilayah politik dan pengaturan. Sedang syarat orang yang boleh menguasai dalam masalah ini adalah harus memiliki pendapat yang benar (pandai), memiliki keberanian (tegas) dan memiliki petunjuk.”

Dari dua referensi diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa islam telah mengatur bahwa pelaksanaan ibadah haji harus dibawah kendali pemerintah dan setiap muslim wajib mentaatinya.

Keterangan diatas juga menunjukkan bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama adalah lembaga yang berkompeten dalam urusan haji dan tentu diisi oleh orang-orang sebagaimana kriteria diatas.

Larangan Nyinyir kepada Pemerintah

Rasulullah SAW jelas mengajarkan kepada kita untuk tidak berkata kasar apalagi hingga menghina orang lain, termasuk diantaranya nyinyir/mencela terkait kebijakan pemerintah. Hal ini sebagaimana hadis Tirmidzi berikut :

حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مِهْرَانَ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ كُسَيْبٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ كُنْتُ مَعَ أَبِي بَكْرَةَ تَحْتَ مِنْبَرِ ابْنِ عَامِرٍ وَهُوَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَقَالَ أَبُو بِلَالٍ انْظُرُوا إِلَى أَمِيرِنَا يَلْبَسُ ثِيَابَ الْفُسَّاقِ فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ اسْكُتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ

“Telah menceritakan kepada kami Bundar telah menceritakan kepada kami Abu Dawud telah menceritakan kepada kami Humaid bin Mihran dari Sa’ad bin Aus dari Ziyad bin Kusaib Al ‘Adawi berkata: Aku pernah bersama Abu Bakrah di bawah mimbar Ibnu ‘Amir saat ia berkhotbah, ia mengenakan baju tipis lalu Bilal berkata: Lihatlah pemimpin kita mengenakan baju orang-orang fasik. Abu Bakrah berkata: Diam, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa menghina pemimpin Allah di bumi, Allah akan menghinakannya.”

Mencela pemerintah atau penguasa apalagi jika tanpa data yang akurat dapat masuk dalam kategori fitnah dan yang lebih buruk akan menghasut masyarakat untuk ikut mencela pemerintah.

Karenanya jelas islam melarang mencela/nyinyir kebijakan-kebijakan pemerintah, apalagi disertai dengan kalimat-kalimat kotor serta tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar karena akan jatuh kepada fitnah.

Tabayyun terlebih dahulu atas segala info yang kita terima dan utarakan pendapat dengan cara-cara yang baik. Wassalam

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *