Perempuan Mengikuti Kegiatan di Luar Rumah, Begini Hukumnya!!
HIDAYATUNA.COM – Pandangan bahwa Islam tidak emansipatif terhadap perempuan masih saja ada. Padahal nyatanya Islamlah yang justru mengangkat harkat dan martabat perempuan. Rasul sendiri mengajarkan untuk menghormati ibu yang merupakan perempuan. Islam juga menyebutkan bahwa perempuan merupakan sebaik-baiknya perhiasan di dunia.
Kalangan yang menganggap tidak Islam tidak emansipatif mendasarkan adanya aturan perihal keluar rumah harus seizin suami atau laranagn berkegiatan diluar rumah. Bagaimana sebenarnya hukumnya perempuan mengikuti kegiatan keagamaan atau acara di luar rumah dengan berpakaian rapi dan menggunakan wewangian?.
Hukumnya haram apabila berkeyakinan mendapat fitnah walaupun tidak berpakaian rapi dan tidak memakai wangi-wangian atau tidak diizinkan suaminya atau sayyidnya dan termasuk dosa besar.
Apabila tidak yakin, tetapi menyangka adanya fitnah, maka hukumnya haram dosa kecil. Kalau hanya ketakutan fitnah, maka hukumnya haram makruh, dan apabila keyakinan tidak adanya fitnah dan tidak melalui laki-laki lain, maka hukumnya boleh (mubah).
Hal tersebut didasarkan pada beberapa keterangan dalam kitab Is’ad al-Rafiq di bawah ini:
قَالَ فِي الزَّوَاجِرِ وَهُوَ مِنَ الْكَبَائِرِ لِصَرِيْحِ هَذِهِ الْأَحَادِيْثِ. وَيَنْبَغِيْ حَمْلُهُ لِيُوَفِقَ عَلَى قَوَاعِدِنَا عَلَى مَا إِذَا تَحَقَّقَتْ الْفِتْنَةُ. أَمَّا مُجَرَّدُ خَشْيَتِهَا فَإِنَّمَا هُوَ مَكْرُوْهٌ. وَمَعَ ظَنِّهَا حَرَامٌ غَيْرُ كَمَا هُوَ ظَاهِرٌ.
Dalam al-Zawajir Ibn hajar al-Haitami berkata: “Keluarnya wanita dari rumah dengan memakai parfum dan berhias meskipun seizin suami itu dosa besar. Dan agar sesuai dengan kaidah-kaidah madzhab Syafi’iyah mestinya hukum itu diarahkan pada kasus ketika nyata-nyata akan terjadi fitnah. Sedangkan bila hanya menghawatirkannya saja, maka makruh dan bila disertai dugaan kuat akan terjadi fitnah maka haram (namun) bukan dosa besar sebagaimana keterangan yang cukup jelas.”
Lebih lanjut lagi dalam kitab Fath al-Wahhab dan Futuhat al-Wahhab dijelaskan sebagai berikut:
وَيُكْرَهُ حُضُوْرُ هُنَّ الْمَسْجِدَ فِي جَمَاعَةِ الرِّجَالِ إِنْ كُنَّ مُشْتَهَاةً خَوْفَ الْفِتْنَةُ
)قَوْلُهُ وَيُكْرَهُ حُضُوْرُهُنَّ) أَيْ كَرَاهَةَ تَحْرِيْمٍ حَيْثُ لَمْ يَأْذَنْ الْحَلِيْلُ. إه ح ل. إِلَى أَنْ قَالَ: وَيَحْرُمُ عَلَيْهِنَّ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيٍّ أَوْحَلِيْلٍ أَوْ سَيِّدٍ أَوْ هُمَا فِي أَمَةٍ مُتَزَوِّجَةٍ وَمَعَ خَشْيَةِ فِتْنَةٍ مِنْهَا أَوْ عَلَيْهَا اِنْتَهَتْ (قَوْلُهُ أَيْضًا وَيُكْرَهُ حُضُوْرُهُنَّ الْمَسْجِدَ) أَي مَحَلَّ الْجَمَاعَةِ وَلَوْ مَعَ غَيْرِ الرِّجَالِ فَذِكْرُ الْمَسْجِدِ وَالرِّجَالِ لِلْغَالِبِ.
Kaum wanita dimakruhkan mendatangi mesjid yang berisikan jamaah laki-laki jika wanita tersebut musytahah (sudah mengundang birahi laki-laki) karena khawatir timbulnya fitnah.
Ungkapan Syaikh Zakaria al-Anshari: “Kaum wanita dimakruhkan mendatangi” m aksudnya adalah makruh talrim (haram) bila tanpa seizin suami. Begitu pendapat al-Halabi. … Dan baginya haram (keluar rumar tanpa seizin wali, suami, sayid atau suami dan sayyid bagi budak wanita yang bersuami dan disertai kekhawatiran akan timbut fitnah darinya ata menimpanya. (Ungkapan beliau lagi “Kaum wanita makruh mendatand mesjid.”), maksudnya adalah tempat jamaah, meski tidak bersama jamaah laki-laki. Maka penyebutan mesjid dan laki-laki tersebut karena umumnya (saja)
Sumber:
- Muhammad Babashil, Is’ad al-Rafiq ‘ala Syarh Sullam al-Taufiq, (Singapura: al-Haramain, t. th.) Juz II, h. 136.
- Sulaiman al-Jamal, Futuhat al-Wahhab, (Beirut: Dar al-Fikr t. th.) Jilid I, h. 503.