Hukum Mentaati Pemimpin Menurut Islam
Sebuah bangsa tentu memiliki seorang pemimpin. Lantas bagaimana hukumnya mentaati pemimpin menurut pandangan Islam
HIDAYATUNA.COM – Sebuah bangsa tentu memiliki seorang pemimpin yang berwenang menjalankan pemerintahan. Pemimpin ini bertanggungjawab atas keselamatan, kesejahteraan dan menjamin kehidupan yang dipimpinnya. Maka dari itu seorang pemimpin diberi kekuasaan untuk dapat membuat aturan untuk menjagaketertiban dan memenuhi tanggungjawabnya.
Belakangan ini terjadi dinamika yang cukup serius dialami oleh berbagai negara diberbagai belahan dunia. Misalnya di Timur Tengah beberapa negara luluh lantah karena terjadi konflik dan melawan pemimpin. Tunisia, Libya, Mesir, Suriah dan bebepara negara lain luluh lantah, rakyatnya menderita dalam kecamuk perang. Kehancuran bertamabh parah ketika rakyat dinegara tersebut menggulingkan pemimpinnya. Ditambah lagi campur tangan pihak luar (AS, Rusia dan beberapa negara eropa lainnya) menambah kacaunya Timur tengah.
Melihat fenomena demikian ketaatan terhadap pemimpin harus diperhatikan, meskipun bukan merupakan faktor utama yang membuat kehancuran. Allah telah memperingatkan dan memberi gambaran mengenai ketaatan terhadap pemimpinan, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kalian.” (Qs. An-Nisaa: 59)
Dalam ayat ini, Allah begitu mengistimewakan seorang pemimpin, bahkan kewajiban mentaatinya berada diurutan ketiga setelah mentati Allah dan Nabi. Keistimewaan tersebut seorang pemimpin yang demikian tidak lain karena beban tugasnya yaitu mengurus urusan umat dengan cara menegakkan kebenaran, keadilan dan menjalankan syariat.
Kepatuhan terhadap pemimpin ini merupakan sebuah konsekuensi logis untuk menjamin keteratuan dan berjalannya pemerintahan. Meskipun pemimpin bersikap dzalim sebagai umat Islam masih diwajibkan untuk mentaatinya.
Berbeda kemudian jika pemimpin menyeru atau menyuruh melakukan perbuatan maksiat, jelas tidak diperkenankan menaatinya. Tentang datangnya pemimpin dzalim telah diprediksi oleh Rasulullah, sebagaimana sebada beliau:
وَرَوَى هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: { سَيَلِيكُمْ بَعْدِي وُلَاةٌ فَيَلِيكُمْ الْبَرُّ بِبِرِّهِ ، وَيَلِيكُمْ الْفَاجِرُ بِفُجُورِهِ ، فَاسْمَعُوا لَهُمْ وَأَطِيعُوا فِي كُلِّ مَا وَافَقَ الْحَقَّ ، فَإِنْ أَحْسَنُوا فَلَكُمْ وَلَهُمْ ، وَإِنْ أَسَاءُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ
Artinya: “Sepeninggalku nanti ada pemimpin-pemimpin yang akan memimpin kalian, pemimpin yang baik akan memimpin dengan kebaikannya dan pemimpin yang fajir akan memimpin kalian dengan kefajirannya. Maka dengarlah dan taatilah mereka sesuai dengan kebenaran saja. Apabila mereka berbuat baik maka kebaikannya adalah bagimu dan untuk mereka, jika mereka berbuat buruk maka bagimu (untuk tetap berbuat baik) dan bagi mereka (keburukan mereka).” (HR Bukhari Muslim)
Ketaatan kepada pemimpin tidak boleh taqlid buta yang berarti mengikuti segala yang diperintahkan. Ketaatan kepada pemimpin ini haruslah sesuai ketentuan perintah Allah dan sabda Rasulullah. Artinya selama tidak melanggar syariat agama dan perintah Allah, seorang pemimpin haruslah ditaati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
Artinya: “Tidak ada kewajiban taat dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari)
Perihal pemimpin dzalim tetap harus ditaati tanpa melanggar syariat dan perintah agama. Kepatuhan terhadap pemimpin ini juga untuk menjaga kondusifitas kehidupan umat, karena bisa saja dengan melawan pemimpin kerusakan yang lebih besar akan terjadi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh ‘Ali Jum’ah, mantan mufti Mesir menyitir maqalah Imam Malik:
حاكم ظلوم غشوم ولا فتنة تدوم
Artinya: “(Tetaplah menaati) pemimpin yang dzalim dan jangan sampai terjadi fitnah yang berkepanjangan tanpa akhir”.
Menambahkan penjelasan dari pendapat di atas, beliau mengemukakan alasannya. Bahkan beliau menyebut orang yang memberontak kepada pemimpin sebagai khowarij. Beliau menekankan adanya kedamaian dan penentangan terhadap pemimpin memungkinkan adanya kerusakan lebih besar seperti peperangan yang tidak berskesudahan seperti yang terjadi di Timur tengah sekarang ini. Provokasi dan pemberontakan malah menyulitkan umat untuk beribadah dan mendapatkan nafkah.
. فوجدنا من يخرج علينا هذه الأيام ويقول أخطأ مالك بل الفتنة أفضل من الحاكم الظالم
. نقول لهذا الشخص أنك من الخوارج .لأنه يريد الفساد فى الأرض
“Pada masa ini kita mendapati seseorang yang menyempal dari kita seraya berkata: “Pemimpin sudah berbuat kesalahan bahkan fitnah (kekacauan denga tidak mengakui adanya pemimpin yang sah untuk ditaati) itu lebih baik dibandingkan dengan pemerintah yang zalim.”
Komentar kami (Syekh Ali Jum’ah) untuk orang ini: “Anda termasuk golongan Khowarij, karena yang dikehendaki adalah kerusakan di muka bumi.”
Jawaban Syekh ‘Ali Jum’ah sebagaimana sabda Rasulullah, selama seorang pemimpin mengerjakan shalat tetap dilarang melakukan pemberontakan.
خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ، وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ، وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ فَقَالَ: لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ،
Artinya: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. Para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kita menyatakan perang kepada mereka ketika itu?’ beliau menjawab, ‘Jangan! Selama mereka mengerjakan shalat di tengah-tengah kalian’.” (HR. Muslim)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil benag merah bahwa mentaati pemimpin adalah wajib. Meskipun pemimpin berlaku dzalim tetap harus ditaati dan tidak menyuruh kepada perbuatan yang dilarang agama. Apalagi jika pemimpin masih melakukan shalat dan beriman kepada Allah, jelas tidak diperkenankan melakukan pemberontakan. Mengingatkan pemimpin harus lam dengan adaba dan akhlak Islam. Wallahu A’lam.