Hukum Menelan Ingus Saat Puasa
HIDAYATUNA.COM – Shalat dan Puasa merupakan ritual ibadah Syari’at, oleh karena itu syarat dan rukun haruslah dipenuhi serta menjahui hal-hal yang bisa membatalkan. Sebut saja Kang Bejo, pada suatu ketika ia terserang penyakit flu, dan ini sangatlah mengganggu. Meski demikian, bagi dia flu bukanlah hambatan untuk selalu berjamaah dan Puasa Senin – Kamis, meski ingus dari hidungnya harus ia masukkan ke dalam hidung setiap hendak keluar.
Pertanyaannya, bagaimana Shalat dan Puasa Kang Bejo ketika ia memasukkan ingusnya agar tidak selalu keluar?
Dikutip dari situs NU online, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum menelan ingus. Dalam mazhab Syafi’i dijelaskan hukum menelan ingus saat puasa bergantung pada kondisi yang mengiringinya.
Jika ingus berada di luar atau di atas tenggorokan dan mampu dikeluarkan atau di-lepeh, tapi tidak dilakukan, maka puasanya batal. Orang itu dianggap ceroboh karena tidak mengeluarkan ingusnya. Namun, jika tidak mampu mengeluarkan ingus meski sudah ada di luar tenggorokan sehingga tertelan kembali, puasanya tetap sah.
“Ketika ingus turun dari kepala dan berada di bagian atas tenggorokan maka hukumnya diperinci. Jika seseorang yang puasa tidak mampu mengeluarkannya [Jawa: melepeh] lalu ingus itu turun kembali menuju bagian dalam (jauf) maka puasanya tidak batal. Namun, jika mampu untuk mengeluarkannya dan ia meninggalkan hal tersebut sampai ingus itu dengan sendirinya turun (menuju bagian dalam) maka puasanya dihukumi batal, karena ia dianggap ceroboh tidak mengeluarkan ingus,” demikian penjelasan Syekh Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, dalam kitab Kifayah Al Akhyar.
Sedangkan hukum mengeluarkan ingus dari bagian dalam (di bawah tenggorokan) menuju bagian luar (di atas tenggorokan) dengan sengaja, lalu segera dibuang keluar, masih ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Menurut pendapat yang kuat, hal tersebut dianggap tidak membatalkan puasa, sebab sering sekali dialami orang yang puasa. Namun menurut pendapat yang lain, hal tersebut dianggap membatalkan puasa karena sama persis dengan mengeluarkan muntahan dengan sengaja.
Berbeda halnya ketika ingus tersebut tidak dikeluarkan, tapi justru ditelan dengan sengaja, padahal mampu untuk dikeluarkan. Maka hal ini secara jelas dapat membatalkan puasa. Penjelasan di atas seperti yang dijelaskan dalam kitab Al Mausuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah:
“Menurut mazhab Syafi’i, menelan ingus hukumnya diperinci. Jika ingus dikeluarkan dari bagian dalam dan dibuang, maka tidak membatalkan puasa menurut qaul ashah (pendapat terkuat). Sebab, hal ini terjadi berulang-ulang. Tapi, menurut sebagian pendapat lainnya, hal tersebut dapat membatalkan seperti halnya hukum memuntahkan makanan.
Jika ingus itu keluar dengan sendirinya atau terbawa saat batuk, lalu dikeluarkan maka puasanya tidak batal. Jika ia menelan ingusnya setelah sampainya ingus pada bagian luar mulut maka puasanya batal. Tapi, ketika ingus berada di bagian luar mulut, maka wajib untuk memutus alirannya menuju tenggorokan dan mengeluarkannya.
Apabila orang itu meninggalkan hal ini padahal mampu, lalu ingus itu sampai pada bagian dalam (jauf) maka puasanya dihukumi batalmenurut qaul ashah. Tetapi, menurut sebagian pendapat lainnya, puasanya tidak batal, sebab ia tidak melakukan apa pun. Dia hanya membiarkan ingus itu dengan tidak melakukan apa pun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menelan ingus pada saat puasa dengan sengaja, ketika ingus sudah berada di bagian luar (bagian atas tenggorokan) maka dapat membatalkan puasa. Berbeda halnya ketika ingus tersebut keluar lalu tertelan kembali dan tidak mungkin untuk dikeluarkan, maka puasanya tetap dihukumi sah.
Sumber: Nu Online