Hukum Cium Tangan Kiai Atau Guru
Cium tangan bagi sebagian besar kaum muslimin sudah menjadi suatu budaya. Di lingkungan pesantren, mencium tangan orang-orang yang dimuliakan dan dihormati seperti orangtua dan guru adalah tradisi yang lazim.
Tradisi cium tangan ini dijadikan sebagai wujud dari rasa kasih sayang dan penghormatan terhadap seorang Kyai atau guru. Perbuatan mencium tangan orangtua dan guru adalah suatu simbol kesopanan dalam menghormati orangtua dan guru.
Sudah selayaknya seorang anak diajarkan dan diharuskan hormat kepada mereka. Memang banyak cara mengajari anak untuk berprilaku sopan dan menghormati orangtua, tetapi kita juga tidak boleh meremehkan tradisi mencium tangan ini karena amat besar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pada dasarnya, perbuatan mencium tangan orang yang lebih tua (orang tua) dianggap perbuatan baik yang sederhana, tetapi kadang terabaikan, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan dewasa.berikut hadits yang berkaitan dengan cium tangan.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ عُمَرَ قَامَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُبِلَ يَدَهُ
Artinya: “Dari Jabir Radhiallahu anhu, bahwa Umar bergegas menuju Rasulullah lalu mencium tangannya” (HR. Ahmad)
عَنْ صَفْوَان بنِ عَسَال أَنَّ يَهُوْدِيًّا قَالَ لِصَاحِبِهِ: اذهب بنا إِلَى هَذَا النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .قَالَ: فَقَبِلًا يَدَيْهِ وَرَجُلَيْهِ وَقَالًا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Dari Sofwan bin Assal, bahwa ada dua orang yahudi bertanya kepada Rasulullah (tentang tujuh ayat yang pernah diturunkan kepada Musa Alaihi Salam), setelah dijawab mereka menicum tangan dan kaki Rasulullah lalu mereka berkata, kami bersaksi bahwa engkau adalah nabi” (HR. Tirmdizi)
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ شَرِيْك قَالَ: قُمْنَا إِلَى النَبِي صَلى الله عَلَيْهِ وَسَلمَ فَقبلنا يَدَهُ
Artinya: “Dari Usamah bin Syarik, kami bertemu Rasulullah lalu kami mencium tangannya” (HR. Ibnul Muqri)
- Pendapat Ulama Mengenai Masalah Cium Tangan
- Menurut Imam Ahmad dalam kitab wara’ diriwayatkan bahwa Sufyan At Stauri mengatakan, “Tidak mengapa mencium tangan seorang imam, namun jika untuk kedunian maka tidak boleh.”
- Menurut Al-Tahtawi dalam Hasyiah Maraqil Falah, “maka diketahui dari dalil-dalil yang kami bawakan bahwa bolehnya mencium tangan, kaki, kasyh, kepala, jidat, bibir, dan di antara kedua mata, akan tetapi harus dalam rangka kasih sayang, dan penghormatan ,bukan syahwat, karena syahwat hanya diperbolehkan untuk pasangan suami istri.”
- Menurut Al-Imam An-Nawawi dalam Raudhatu Thalibin, “Adapun menicum tangan karena keshalihannya, keilmuan, kemulian, atau jasanya atau sebab-sebab lain yang berkaitan dengan keagamaan maka mandub (disukai), namun jika untuk dunia, untuk jabatan, dan lain sebagainya maka sangat dibenci. Berkata Al Mutawali, hukumnya haram.
- Menurut Abu Bakr Al-Marwazi dalam kitab Al-Wara’, “Saya pernah bertanya kepada Abu Abdillah tentang mencium tangan, beliau mengatakan tidak mengapa jika alasannya karena agama, namun jika karena kedunian maka tidak boleh, kecuali dalam keadaan jika tidak menicum tangannya akan di tebas dengan pedang.
- Menurut Syaikh Ibnu ‘Ustaimin dalam Fatawa Al-Bab Al-Maftuh, “Mencium tangan sebagai bentuk penghormatan kepada orang-orang yang berhak dihormati seperti ayah, para orang-orang tua, guru tidaklah mengapa.”
- Syarat dan Batas Bolehnya Mencium Tangan
Namun para Imam ada yang memberikan syarat-syarat agar mencium tangan tetap dalam koridor yang dibolehkan, menurut pendapat syeikh Al-Bani di dalam Silisalah Ahadistu Shahihah beberapa syarat dalam mencium tangan kepada seorang alim:
- Tidak dijadikan kebiasaan, yakni tidak menjadikan si alim tersebut terbiasa menjulurkan tangannya kepada para murid dan tidaklah murid untuk mencari berkahnya, ini karena Nabi jarang tangannya dicium oleh para sahabat, maka ini tidak bisa dijadikan sebuah perbuatan yang dilakukan terus menerus sebagaimana yang kita ketahui dalam Qawaidul Fiqhiyah
- Tidak menjadikan seorang alim sombong, dan melihat dirinya hebat.
- Tidak menjadikan sunnah yang lain ditinggalkan, seperti hanya bersalaman, karena hanya bersalaman tanpa cium tangan merupakan perintah Rasul.
Sumber:
- Fatawa Al-Bab Al-Maftuh
- Raudhatut Thalibin Karya Imam Nawawi
- Hasyiah Maraqil Falah Karya Al-Tahtawi
- Qwaidul Fiqhiyyah