Hukum Membunuh Serangga
HIDAYATUNA.COM – Serangga merupakan salah satu jenis hewan yang seiring dijumpai dalam keseharian kita. Hal tersebut karena memang habitat serangga kebanyakan adalah hidup didarat seperti manusia, selain itu juga karena kemampuan reproduksinya yang cepat. Kehidupan serangga tidak jarang bersentuhan dengan manusia seperti nyamuk, semut, lalat juga kecoak.
Beberapa serangga ada yang memiliki kecenderungan mengganggu manusia, meskipun banyak juga yang tidak. Berkaitan dengan hal itu bagaimana hukum membunuh seranggga?. Dalam menjawab persoalan ini para ulama menekankan pada sebab atau kondisi yanga melatar belakanginya sebagai mana dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud sebagai berikut:
عن أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال نزل نبي من الأنبياء تحت شجرة فلدغته نملة فأمر بجهازه فأخرج من تحتها ثم أمر بها فأحرقت فأوحى الله إليه فهلا نملة واحدة
Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bercerita bahwa salah seorang nabi di zaman dahulu pernah singgah di bawah sebuah pohon. Di sana ia digigit oleh semut. Lalu ia memerintahkan untuk mencari semut tersebut. Semut itu dikeluarkan dari sarangnya, lalu ia memerintahkan untuk membakar sarangnya. Allah setelah itu menegur, ‘Mengapa kau tidak membunuh seekor semut saja?” (HR Abu Dawud).
Hadits tersebut menerangkan bahwa diperbolehkan membunuh serangga yang mengganggu. Namun demikian tetap harus memperhatikan bahwa tidak boleh berlebihan, karena dalam hadits lainnya ada juga larang untuk membunuh beberapa jenis serangga.
Dalam salah satu hadits dijelaskan:
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الصُّرَدِ ، وَالضِّفْدَعِ ، وَالنَّمْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ
Artinya: “Rasulullah melarang membunuh burung shurad, kodok, semut dan burung hud-hud” (HR. Ibnu Majah)
Para ulama menerangkan bahwa yang dimaksud larangan membunuh serangga khususnya semut itu tidak diberlakukan pada semut secara keseluruhan. Sementara itu secara lebih rinci ulama menjelaskan dalam kitab Almausu’ah Alfiqhiyah berikut;
وقد ذهب الحنفية والمالكية إلى جواز قتل الحشرات، لكن المالكية شرطوا لجواز قتل الحشرات المؤذية أن يقصد القاتل بالقتل دفع الإيذاء لا العبث، وإلا منع حتى الفواسق الخمس التي يباح قتلها في الحل والحرم.
Artinya: “Ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa boleh membunuh binatang serangga. Namun demikian, ulama Malikiyah mensyaratkan kebolehan membunuh binatang serangga yang berbahaya jika yang membunuh tersebut bertujuan agar terhindar dari bahaya, bukan main-main. Jika tidak demikian, maka dilarang membunuh termasuk terhadap lima binatang yang berbahaya yang dibolehkan membunuhnya di tanah halal dan haram.”
Berdasarkan ulasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa membunuh serangga tergantung pada tujuan dan sebabnya. Hal itu pun harus tetap memperhatikan etika atau tidak boleh berlebihan sebagaimana larangan Allah. Selain itu harus diperhatikan juga agar tidak merusak siklus rantai makanan dan menyebabkan kepunahan. Wallahu a’lam.