Hukum Memanfaatkan Diskon Belanja Natal
HIDAYATUNA.COM – Hari raya Natal kerap dimanfaatkan sebagian besar umat Muslim untuk pelesiran, baik wisata outdoor maupun sekadar belanja ke mall.
Saat belanja inilah biasanya Anda sering tergoda dengan promo atau diskon yang ditawarkan, bukan? Terutama kaum emak-emak yang paling senang jika membaca kata diskon.
Kalau bicara diskon belanja sehari-hari, sih, sah-sah saja. Tapi bagaimana ya kalau diskon yang kita manfaatkan adalah dalam rangka merayakan hari Natal?
Bukankah dalam Islam ikut merayakan Natal saja dilarang? Lalu apakah ini juga berlaku untuk keperluan muamalah? Salah satunya memanfaatkan diskon belanja hari Natal.
Hukum asal muamalah antara umat Muslim dengan non-muslim sendiri adalah diperbolehkan. Hal ini jelas dalam hadis Nabi Saw. Nabi sendiri saat itu bermuamalah dengan Yahudi di Madinah dan orang kafir Quraisy.
Hadis Nabi Saw Perihal Muamalah
Muamalah tersebut baik dalam bentuk jual-beli, pinjam-meminjam, gadai dan dalam muamalah lainnya. Inilah hadis Nabi Saw yang menggadaikan baju perangnya kepada salah seorang Yahudi bahkan hingga beliau wafat.
Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
ﺗُﻮُﻓِّﻰَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻭَﺩِﺭْﻋُﻪُ ﻣَﺮْﻫُﻮﻧَﺔٌ ﻋِﻨْﺪَ ﻳَﻬُﻮﺩِﻯٍّ ﺑِﺜَﻼَﺛِﻴﻦَ ﺻَﺎﻋًﺎ ﻣِﻦْ ﺷَﻌِﻴﺮٍ
“Ketika Rasulullah Saw. wafat, baju besi beliau tergadaikan pada orang Yahudi sebagai jaminan untuk 30 sha’ gandum.”
Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan bahwa berdasarkan hadis ini bolehnya bermuamalah dengan orang kafir, beliau berkata:
وفي الحديث جواز معاملة الكفار فيما لم يتحقق تحريم عين المتعامل فيه
“Hadis ini merupakan dalil bolehnya bermuamalah dengan orang kafir selama belum terbukti keharamannya.”
Syarat Belanja dengan Diskon Natal
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bolehnya memanfaatkan belanja diskon Natal dengan membawa kisah imam Ahmad. Saat itu ia ditanya, apakah boleh datang ke pasar mereka untuk membeli saja dan tidak sampai masuk ke gereja mereka, yaitu ketika ada perayaan agama mereka.
Imam Ahmad membolehkan hal ini, kemudian Ibnu Taimiyyah berkata,
ﻓﻤﺎ ﺃﺟﺎﺏ ﺑﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﻣﻦ ﺟﻮﺍﺯ ﺷﻬﻮﺩ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻓﻘﻂ ﻟﻠﺸﺮﺍﺀ ﻣﻨﻬﺎ، ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﻜﻨﻴﺴﺔ، ﻓﻴﺠﻮﺯ؛ ﻷﻥ ﺫﻟﻚ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﺷﻬﻮﺩ ﻣﻨﻜﺮ، ﻭﻻ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺼﻴﺔ؛
“Adapun jawaban Imam Ahmad yang membolehkan datang ke pasar saja untuk membeli tanpa masuk ke gereja. Maka boleh saja karena tidak termasuk menghadiri acara kemungkaran dan tidak membantu mereka dalam kemaksiatan.”
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid juga menjelaskan bahwa hal ini boleh dengan dua syarat, beliau berkata:
ﻻ ﺣﺮﺝ ﻓﻲ ﺷﺮﺍﺀ ﺍﻟﻤﻼﺑﺲ ﻭﺍﻷﺛﺎﺙ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻓﻲ ﻣﻮﺳﻢ ﺃﻋﻴﺎﺩ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ﻛﺎﻟﻜﺮﻳﺴﻤﺲ ، ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻻ ﻳﺸﺘﺮﻱ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﺎﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﺎﻟﻌﻴﺪ ﺃﻭ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻲ ﻋﻴﺪﻫﻢ .
“Boleh menjual beli pakaian, perabotan dan lain-lainnya ketika terkait dengan momen perayaan agama orang kafir seperti natal, dengan syarat jual beli ini tidak membantu mereka untuk merayakan hari raya mereka atau menyerupai mereka dalam hari raya mereka.
Beliau melanjutkan,
ﺃﻧﻪ ﻳﺠﻮﺯ ﻟﻠﻤﺴﻠﻢ ﻓﺘﺢ ﻣﺘﺠﺮﻩ ﻓﻲ ﺃﻳﺎﻡ ﺃﻋﻴﺎﺩ ﺍﻟﻜﻔﺎﺭ ، ﺑﺸﺮﻃﻴﻦ :
ﺍﻷﻭﻝ : ﺃﻻ ﻳﺒﻴﻊ ﻟﻬﻢ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﻤﻠﻮﻧﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﺼﻴﺔ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﻌﻴﻨﻮﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺇﻗﺎﻣﺔ ﻋﻴﺪﻫﻢ .
ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺃﻻ ﻳﺒﻴﻊ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﺎ ﻳﺴﺘﻌﻴﻨﻮﻥ ﺑﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﻜﻔﺎﺭ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻋﻴﺎﺩ
“Boleh bagi seorang muslim melakukan jual-beli pada hari raya orang kafir dengan dua syarat: Tidak menjual untuk mereka yang bisa membantu mereka untuk melakukan kemaksiatan dan membantu melakukan hari raya mereka. Misalnya menjual perlengkapan natal atau kue-kue khas natal, pent. Kedua: Tidak menjual kepada kaum muslimin yang bisa menyerupai orang kafir (tasyabbuh) pada hari raya tersebut. Misalnya, menjual petasan, lonceng khas natal, topi sinterklas, pent.”
Membeli Bukan untuk Mengagungkan Hari Natal
Muhammad Syam Al-Haq dalam kitab ‘Aunul Ma’bud menjelaskan rinciannya, bahwa yang dimaksud boleh ialah membeli apa yang ia biasa beli dalam kesehariannya. Misal biasa membeli di tempat itu kemudian ada diskon, ia beli sesuai dengan kebutuhannya yang menjadi kebiasaannya. Beliau berkata,
عن القاضي أبي المحاسن الحسن بن منصور الحنفي أن من اشترى فيه شيئاً لم يكن يشتريه في غيره أو أهدى فيه هدية فإن أراد بذلك تعظيم اليوم كما يعظمه الكفره فقد كفر وإن أراد بالشراء التنعم والتنزه وفي الإهداء التحاب جرياً على العادة لم يكن كفراً لكنه كان مكروه كراه التشبه بالكفرة فحينئذٍ يحترز عنه”
“Dari Al-Qadhi Abul Mahasin al Hasan bin Manshur al Hanafi (berkata) bahwa siapa saja yang pada saat hari raya orang kafir membeli sesuatu yang biasanya tidak dia beli di hari-hari yang lain atau memberikan hadiah pada hari tersebut untuk bermaksud mengagungkan hari raya orang kafir sebagaimana pengagungan orang-orang kafir maka dia menjadi kafir karenanya. Akan tetapi jika ia bermaksud membeli barang tersebut pada waktu itu adalah ingin mengambil manfaat barang tersebut dan maksud hatinya dengan memberi hadiah adalah mewujudkan rasa cinta sebagaimana biasanya maka tidak kafir akan tetapi terlarang karena menyerupai orang kafir. Karenanya hal ini harus dijauhi”