Hukum Khusus Tidak Bisa Diqiyaskan

 Hukum Khusus Tidak Bisa Diqiyaskan

Hukum Khusus Tidak Bisa Diqisaskan (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Dalam fikih ada yang namanya hukum khusus atau biasa disebut khushushiyah. Hukum khusus maksudnya hukum yang tidak berlaku umum tetapi khusus orang tertentu saja, yakni Nabi Muhammad, keluarganya atau sahabat tertentu.

Misalnya kebolehan menikah melebihi empat wanita sekaligus adalah hukum khusus bagi Nabi Muhammad saja umatnya tidak boleh. Demikian juga berkurban dan salat tahajud juga menjadi wajib bagi beliau sendiri, tetapi hanya sunnah bagi umatnya.

Sahabat Khuzaimah bin Tsabit juga diberi kekhususan di mana persaksiannya dapat diterima meskipun sendirian. Seperti namanya, sebuah hukum khusus artinya kasus pengecualian yang berbeda dengan hukum yang berlaku pada umat muslim pada umumnya.

Beberapa waktu lalu, saya membahas tentang hukum upload foto bagi muslimah yang sempat menjadi perbincangan banyak teman. Salah satu poin sanggahan saya pada mereka yang mengharamkannya adalah ayat perintah hijab.

Mereka memaknai perintah berhijab dengan mengurung diri dari pandangan lawan jenis secara mutlak, dan itu adalah hukum khusus yang berlaku bagi ummul mukminin.

Tafsir Surah Al-Ahzab: 53

Dalam QS. Al-Ahzab: 53 yang memerintahkan ummul mukminin untuk berbicara dari balik satir dengan lelaki non-mahram.

Haram bagi mereka memperlihatkan bagian mana pun dari tubuh mereka, termasuk wajah sekali pun, adalah aturan khusus yang berlaku bagi mereka saja. Dengan demikian aturan ketat ini tidak dapat diberlakukan pada seluruh wanita muslimah.

Beberapa kalangan menyanggah itu dan bahkan sebagian kawan menulis bantahan khusus bagi tulisan saya. Menurut mereka ayat hijab di atas juga berlaku bagi seluruh muslimah dengan alasan kalau ummul mukminin yang merupakan wanita pilihan saja aturannya seketat itu, apalagi untuk wanita lain.

Terlebih untuk wanita jaman sekarang, maka tentu lebih ketat lagi seharusnya. Dalam bahasa yang lebih formal, mereka berkata bahwa illat hukumnya untuk menjaga kesucian berlaku umum bagi semua wanita muslimah.

Sanggahan tersebut sama sekali tidak bisa diterima. Dalam ushul fikih, nalar semacam itu disebut qiyas aulawi atau “analogi apalagi”. Sebagaimana dimaklumi, qiyas tidak bisa berlaku pada hukum khusus.

Namanya saja hukum khusus, kok malah diqiyaskan, kacau balau jadinya. Bisa-bisa ada yang bilang kalau Nabi saja yang syahwatnya terjaga boleh menikah lebih dari empat, apalagi pria zaman ini harusnya lebih boleh lagi.

Bisa juga ada yang berkata kalau Nabi saja yang dosanya diampuni diwajibkan tahajud dan menyembelih kurban, apalagi kita yang banyak dosa, maka lebih wajib lagi. Kacau bukan? Begitulah kalau hukum khusus malah diberlakukan umum berdasarkan cocokologi.

Jadi, ayat hijab di surah al-Ahzab: 53 dari konteksnya saja sudah jelas bagi ummul mukminin. Para ulama juga menyatakan kekhususan aturan tersebut di berbagai literatur. Oleh karena itu tidak perlu diperlebar pemberlakuannya dengan alasan yang dipaksakan.

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *