Hukum Bom Bunuh Diri Menurut Ulama Fiqhiyyah

 Hukum Bom Bunuh Diri Menurut Ulama Fiqhiyyah

HIDAYATUNA.COM – Menanggapi peristiwa bom bunuh diri yang marak akhir-akhir ini baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Irak, Palestina, Pakistan dan negara-negara lainnya, para ulama kontemporer memiliki pandangan yang berbeda. Para ulama menggunakan Al-Qur’an, hadits serta kaidah-kaidah fiqih sebagai dasar sumber hukum untuk mengkaji mengenai hukum bom bunuh diri.

Para ulama ada yang memperbolehkan dan ada pula yang melarangnya. Sebagian berpendapat, tindakan bunuh diri selagi ada kesengajaan membunuh dirinya sendiri sekalipun juga mengakibatkan orang kafir musuh ikut terbunuh, tidaklah berbeda dengan bunuh diri biasa yang hukumnya haram. Sehingga tidak dapat dikategorikan mati syahid. Pendapat yang membolehkan, karena tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka jihad untuk membela agama atau tindakan dalam mempertahankan kehormatan bangsa dan Negara.

Sehingga secara garis besar hukum bom bunuh diri memiliki dua sudut pandang yang berbeda, yaitu sebagian ulama berpendapat bahwasanya hukum bom bunuh diri termasuk ke dalam kategori jihad, dan sebagian ulama lain berpendapat bahwa hukum bom bunuh diri masuk dalam kategori teror.

Pertama, pendapat mayoritas ulama kontemporer yang membolehkan aksi bom bunuh diri dan mengkategorikan aksi ini sebagai jihad yang pelakunya dikategorikan mati syahid yang akan mendapat pahala di sisi Allah SWT. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Yûsuf al-Qardawi, Wahbah al-Zuhaily, Muh}ammad al-Zuhaily, Muhammad Sa’îd Ramadan al-Bûtî, dan Syaikh Ibrâhîm al-Shayl.

Kedua, pendapat sebagian ulama fikih kontemporer yang menyatakan bahwa aksi bom bunuh diri, sama saja dengan membinasakan diri dengan mendekati hal yang berbahaya. Apabila hal ini dilakukan maka hukumnya haram, karena sama saja telah menjatuhkan diri kedalam kerusakan yang akan berakibat fatal. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Syaikh Salih bin Fauzan al-Fauzan, al-Syaikh Ubaid Bin Abdullah al-Jabiri, Muhammad bin Salih Al-Us|aymin dan Ulama Saudi Arabia atau Majelis Ulama Senior (Hai’ah Kibar al-‘Ulama).

Berdasarkan perbedaan pendapat para ulama mengenai status hukum bom bunuh diri, maka hukum bom bunuh diri dapat dipandang melalui dua perspektif, yang pertama bom bunuh diri sebagai jihad dan bom bunuh diri sebagai teror.

  • Bom Bunuh Diri Sebagai Jihad

Jihad dalam tata bahasa (Arab) berasal daripada tiga huruf yaitu : al-jim, al-haa, ad-daal. Adapun huruf alif pada kalimat jaa hada itu adalah tambahan. Menurut etimologi Bahasa Arab “jihad” itu adalah “isim mashdar kedua” yang bersal dari jaahada, yujaahidu, mujaahadatan dan jihaadan. Jadi, jihad itu berarti bekerja sepenuh hati.

Secara terminologis, jihad antara lain diartikan sebagai pengarahan seluruh potensi dalam menangkis serangan musuh. Dalam hukum Islam, jihad mempunyai makna yang sangat luas, yaitu segala bentuk usaha maksimal untuk penerapan ajaran Islam dan pemberantasan kejahatan serta kezaliman, baik terhadap diri pribadi maupun terhadap masyarakat. Demikian jihad dalam pengertian umum. Adapun pengertian khusus, menurut Imam Syafi’i, yaitu memerangi kaum kafir untuk menegakkan Islam. Jadi dapat dipahami bahwa makna jihad adalah peperangan terhadap kafir yang dipandang musuh, karena membela agama Allah (liI’laai kalimatillah), menolak kezaliman, menghormati tempat-tempat ibadah, untuk menjamin kemerdekaan bertanah air, menghilangkan fitnah serta menjamin kebebasan setiap orang memeluk dan menjalankan agama.

Namun akhir-akhir ini kata jihad banyak disalahpami sebagai jalan untuk mencari mati, banyak kasus bom bunuh diri di Indonesia yang dilakukan atas nama jihad. Islam sama sekali tidak bermaksud mengobarkan perang. Islam adalah agama perdamaian yang menyerukan perdamaian dan kedamaian hidup di muka bumi ini. Namun demikian, ketika terjadi serangan terhadap umat Islam, maka mereka berkewajiban mempertahankan diri dengan seluruh daya dan upaya yang memungkinkan. Oleh karena itu maka disyariatkan jihad dalam rangka untuk mempertahankan dan membela diri dan agama Islam.

Jihad dalam rangka mempertahankan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan menggunakan bom bunuh diri. Namun demikian, bom bunuh diri yang dapat dikategorikan sebagai jihad harus memenuhi berbagai syarat. Ulama memberikan syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Bom bunuh diri yang bertujuan jihad ditujukan kepada musuh Islam atau orang kafir yang mendeklarasikan perang terhadap kaum muslimin. Namun demikian tidak semua orang kafir dapat diperangi, karena orang kafir bermacam-macam, ada kafir al-muhaaribuun, al-musta’minuun, ziimmiy, kafir al-mu’aahiduun. Orang kafir yang boleh dibunuh hanyalah al-muhaaribuun yang mendeklarasikan perang terhadap Islam atau kaum muslimin, namun dengan tetap menjaga prinsip-prinsip hubungan dengan kafir muharib di antaranya :
  2. Dilarang mendahului memerangi mereka sebelum disampaikannya dakwah. Dilarang menipu dan menyiksa dalam peperangan.
  3. Dilarang membunuh orang yang semestinya dibiarkan, yaitu orang-orang yang tidak ikut berperang, seperti: anak-anak, wanita, pendeta, dan para ahli ibadah yang berada di biara mereka juga orang tua yang tak mampu lagi berperang.
  4. Dilarang merusak tanaman, membinasakan buah-buahan, membakar rumah tanpa diperlukan, meracuni air dan sejenisnya.
  5. Bom bunuh diri dilakukan di wilayah kaum muslimin yang telah direbut dan dikuasai musuh. Bom bunuh diri dilakukan dengan tujuan untuk melakukan perlawanan dan merebut wilayah tersebut.
  6. Bom bunuh diri harus dilakukan dengan perhitungan dan pertimbangan yang matang. Hal ini dilakukan agar bom bunuh diri benar-benar efektif dan mencapai sasaran membunuh musuh yang sedang menyerang dan tidak salah sasaran memakan korban rakyat sipil yang tidak terlibat perang.
  7. Seorang yang hendak melakukan bom bunuh diri harus meminta arahan komando dari panglima perang. Bom bunuh diri tidak boleh dilakukan atas inisiatif sendiri dan harus dengan pertimbangan yang benar-benar matang. Karena tanpa adanya komando dan perintah hanya akan menimbulkan efek destruktif. Seorang mujahid harus benar-benar mengetahui strategi perang. Dalam hal ini Rasyid Ridaa dalam tafsir al-Manar mengatakan:

Dalam hal jihad, di antara yang dilarang adalah memasuki medan perang tanpa mengetahui ilmu dan metode berjihad secara mendalam, ini sama saja masuk medan yang membahayakan karena hanya mengikuti hawa nafsu dan bukan untuk menegakkan kebenaran.

  • Pelaku bom bunuh diri harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya. Izin dari kedua orang tua merupakan syarat umum dalam jihad.
  • Dengan ikhlas dan hanya bertujuan menggapai ridha Allah dan menegakkan kalimat dan syariat-Nya dengan niat jihad. Ikhlas merupakan syarat pokok sahnya sebuah amal, temasuk jihad.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aksi bom bunuh diri dapat disebut dengan aksi jihad apabila memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas.

  • Bom Bunuh Diri Sebagai Teror

Teror berasal dari bahasa Latin Terrere, artinya “menimbulkan rasa gemetar dan cemas.” Terorisme berarti menaakut-nakuti (to terrify). Kata ini secara umum digunakan dalam pengertian politik, sebagai suatu serangan terhadap tatanan sipil.

Hukum bom bunuh diri dikategorikan sebagai teror apabila bom bunuh diri dilakukan di daerah yang sedang tidak dijajah oleh musuh, hal ini secara hukum Islam tidak bisa dikategorikan sebagai jihad. Meskipun yang menjadi sasaran aksi tersebut adalah warga negara yang sedang menjajah negara Islam atau berpenduduk muslim. Karena Islam melindungi hidup dan kehidupan manusia secara mutlak. Tujuan utama syariat Islam adalah untuk menegakkan maslahat atau kemaslahatan dan meninggalkan kemadhataran atau hal-hal yang membahayakan. Al-Syatiibi dalam karya monumentalnya al-Muwaafaqat membagi maslahat ini secara garis besar menjadi tiga tingkatan, daaruriyah (primer), haajiyah (skunder) dan tahssiniyah (tersier). Maslahat menurut al-Syaiibi tidak jauh berbeda dengan apa yang dirumuskan oleh Al-Ghazali, yaitu memelihara lima hal pokok, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Berangkat dari konsep maslahat di atas, dengan kewajiban menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, maka aksi bom bunuh diri tidak dapat dibenarkan, karena bertentangan dengan konsep mashlahat yang menjadi tujuan agama atau syariat Islam. Larangan membunuh sudah sangat jelas diterangkan oleh Allah swt dalam surat al-Maidah ayat 32:

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (Q.S. Al Maidah ayat 32).

Allah melarang membunuh manusia dengan menggunakan kata an-naas (manusia) yang berarti umum, tanpa melihat agama, ras suku dan identitas sosial lainnya. Ini menunjukkan betapa agama Islam melindungi nyawa manusia seseorang secara mutlak. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

Selain itu juga, berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 03 Tahun 2004 Tentang Terorisme menyebutkan bahwa hukum bom bunuh diri hukumnya haram karena merupakan salah satu bentuk tindakan keputusasaan (al ya’su) dan mencelakakan diri sendiri (ihlak an-nafs), baik dilakukan di daerah damai (dar al-shulh/daral-salam/ dar al-da’wah) maupun di daerah perang (dar al-harb).

Sumber:

  • Kumpulan Fatwa Ulama tentang Bom Bunuh Diri”
  • Jihad Karya Sutan Mansur
  • Jihad Dan Terorisme Kajian Fikih Kontemporer Karya M. Saleh Mathar
  • Fiqh Islam Karya Sulaiman Rasjid
  • Antara Jihad Karya Imam Mustofa
  • Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sejak 1975 Karya Ma’ruf Amin dkk
  • Hukum Jihad dan Terorisme: Dalam Perspektif Al Qur’an Karya Ma’mun Effendi Nur
  • Imam Mustofa dalam Ijtihad Kontemporer Menuju Fiqih Kontekstual
  • Bom Bunuh Diri Amalan Jihad Ataukah Jahat?  Sholeh Ataukah Salah? Karya Afit Iqwanudin

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *