Hukum Berdiri Ketika Memperingati Maulid Nabi
Bagaimana hukum berdiri ketika memperingati Maulid Nabi shallallahu ‘alihi wasalam. Berikuti ini ulasan dan penjelasannya
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya berdiri pada waktu membaca maulid Nabi saw? Apakah hal itu telah menjadi adat kebiasaan yang ditetapkan oleh agama (‘uruf syar’i) hingga pelaksanaannya tidak berbeda-beda di segala tempat, atau merupakan adat kebiasaan setempat (‘urf ‘adi), hingga masing-masing tempat mempunyai cara sendiri-sendiri? Manakah yang lebih utama, berdiri atau duduk pada waktu membaca maulid Nabi saw. Bagi bangsa Indonesia yang mempunyai tradisi duduk sambil menyembah (kedua tangan diletakkan di muka hidung) pada waktu menghormati orang-orang yang terhormat?
Jawaban:
Berdiri pada waktu memperingati maulid Nabi Saw itu ‘urf syar’i yang hukumnya sunah, oleh karenanya pelaksanaannya tidak berbeda-beda di segala tempat. Seperti yang diterangkan dalam kitab:
- Al-Sharim al-Mubid
وَالْقِيَامُ وَإِنْ كَانَتْ بِدْعَةً لَمْ يَرِدْ بِهِ شَيْءٌ إِلاَّ أَنَّ النَّاسَ إِنِّمَا يَفْعَلُوْنَهُ تَعْظِيْمًا لَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا فِي فَتَاوَى ابْنِ حَجَرٍ الْحَدِيْثِيَّةِ عَلَى أَنَّهُ قَدْ جَرَى عَلَى اسْبِحْسَانِ ذَلِكَ الْقِيَامِ لَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَلُ مَنْ يُعْتَدُّ بِعَمَلِهِ فِي أَغْلَبِ الْبِلاَدِ الْإِسْلاَمِيَّةِ وَهُوَ مَبْنِيٌّ عَلَى مَا فِي النَّوَوِيِّ مِنْ جَعْلِ الْقِيَامِ لِأَهْلِ الْفَضْلِ مِنْ قُبَيْلِ الْمُسْتَحَبَّاتِ إِنْ كَانَ لِلاحْتِرَامِ لَا لِلرِّيَاءِ
Berdiri (misalnya ketika membaca maulid Nabi Saw.) walaupun bid’ah hukumnya tidak mengapa, karena orang-orang melakukannya itu hanya sebagai penghormatan terhadap beliau saw., sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Hajat al-Haitami dalam kitabnya al-Fatwa al-Haditsiyyah, bahwa di mayoritas daerah Islam telah berlaku amal ulama yang tindakan mereka diperhitungkan, karena menilai baik tradisi berdiri menghormati Nabi saw. tersebut. Hal ini berdasar atas pandangan al-Nawawi bahwa berdiri menyambut ahl fadhl (orang mulia) itu termasuk perbuatan sunnah, jika dilakukan karena menghormati, bukan karena riya’.
- Al-Fatawa Haditsiyyah
أَنَّهُ قَدْ جَرَلا عَلَى اسْبِحْسَانِ ذَلِكَ الْقِيَامِ تَعْظِيْمًا لَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمُلَ مَنْ بُعْتَدُّ بِعَمَلِهِ فِي أَغْلَبِ الْبِلاَدِ الْإِسْلاَمِيَّةِ وَهُوَ مَبْنِيٌّ مَا فِي النَّوَوِيِّ مِنْ جَعْلِ الْقِيَامِ لِأَهْلِ الْفَضْلِ مِنْ قُبَيْلِ الْمُسْتَحَبَّاتِ إِنْ كَانَ لِلاحْتِرَامِ لَا لِلرِّيَاءِ. وَفِي الْكَوْكَبِ الْأَنْوَارِ عَلَى عَقْدِ الْجَوْهَرِ مَانَصَّهُ: وَهَذَا الْقِيَامُ بِدْعَةٌ لَا أَصْلَ لَهَا لَكِنَّهَا بِدْعَةٌ لاَ أصْلَ لَهَل لَكِنَّهَا بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ لِأَجْلِ التَّعْظِيْمِ وَلِذَا قِيْلَ بِنَدْبِهَا كَمَا تَقَدَّمَ.
Sesungguhnya di mayoritas daerah Islam telah berlaku amal ulama yang tindakan mereka diperhitungkan, karena menilai baik tradisi berdiri menghormati Nabi Saw. tersebut. Hal itu berdasar atas pandangan al-Nawawi bahwa berdiri menyambut ahl fadhl (orang mulia) itu termasuk perbuatan sunnah, jika dilakukan karena menghormati, bukan karena riya’.
Dalam al-kaukab al-Anwar disebutkan, bahwa sikap berdiri tersebut memang bid’ah dan tidak berdasar, namun termasuk bid’ah yang baik karena untuk mengagungkan (Nabi Saw.) oleh karenanya, maka berdiri itu disunahkan, seperti keterangan yang telah lewat.
Sumber:
- Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-5 Di Pekalongan Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1349 H. / 7 September 1930 M.
- Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Haditsiyyah, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1390 H/1970 M), h. 80.
- Muhammad Ali al-Maliki, al-Sharim al-Mubid, (Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 1923 M), h. 37.