HSN: Masyarakat Gunungkidul Hujani Shalawat Menuju Indonesia Baldatun Thoyyibatun Warobun Ghofur
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Habib Abdullah bin Umar Assegaf serta Habib Muhammad Zein Rifqi bin Ahmad Al Jailani memberi semangat 25000 jamaah nahdliyin dengan lantunan salawat dan hadrah saat acara Peringatan Hari Santri Nasional, atau HSN, dengan tema ‘Santriwan-Santriwati se-Indonesia Bershalawat Untuk Perdamaian Dunia’, di Wonosari, Yogyakarta, Sabtu (19/10/2019) malam.
Sebelum itu, pada kesempatan yang sama, KH Ahmad Zabidi Marzuqi dari Ponpes Giriloyo, Imogiri, memimpin ikrar Ijazah Kubro Wali Kutub yang diikuti oleh segenap santriwan santriwati.
“Peringatan hari santri malam ini adalah ungkapan rasa syukur umat Islam kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan karunianya. Selain itu, dengan doa puluhan ribu umat ini kami memohon turunnya hujan bagi sanak saudara kita di Bumi Gunungkidul yang sedang dilanda kekeringan,” kata KH Arif Gunadi, Tanfidziah PC NU Kabupaten Gunungkidul.
Acara peringatan HSN itu dihadiri Bupati Gunungkidul, Hj Badingah lengkap dengan jajaran Forkopimda hingga Mayor Sunaryanta juga kompak bershalawat mengumandangkan pujian dan limpahan syafaat dari Rasulullah Muhammad SAW.
Di sisi lain, Bupati Gunungkidul dalam sambutan singkatnya menyatakan bahwa peringatan hari santri adalah wujud pengakuan pemerintah atas perjuangan ulama dan santri untuk menegakkan kedaulatan NKRI.
“Pada momen ini kita harapkan dapat membangkitkan dan mendorong semangat santri untuk meningkatkan dan mengembangkan mental spiritual umat dalam bingkai Pancasila dan UUD 45,” ujar Badingah.
Bahkan, dalam syiar Islam, semangat para santri harus senantiasa dipupuk dan dikembangkan. Fakta bahwa pesantren adalah laboratorium besar untuk mendidik dan menyemai ajaran Islam adalah rahmatan lil alamin. Semangat dan motivasi inilah yang harus diambil santri untuk berkontribusi demi menegakkan perdamaian dunia.
“Saya yakin santri abad millennial ini dan yang akan datang mampu mewarisi semangat juang para pendahulunya dalam membangun Negara Indonesia menjadi bumi yang baldatun thoyyibatun waarobun ghafur,” tegas Bupati.
Di saat mauidhotul hasanah, Dr KH Musthofa Aqil Siroj, Lc MA mengisahkan betapa besar peran ulama, kyai dan santri dalam mewujudkan kemerdekaan NKRI sekaligus mempertahankannya dari rongrongan berbagai pihak.
“Sejarah telah mencatat bahwa para kyai dan santri telah mewakafkan hidupnya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Kini para santri diharapkan dapat meneladani semangat jihad cinta tanah air, rela berkorban untuk bangsa dan negara sebab berjuang membela Tanah Air adalah wajib,” papar ketum PBNU itu.
Sejarah lahirnya Hari Santri Nasional, atau HSN, lebih lanjut, sebenarnya diambil dari resolusi jihad yang dicetuskan pendiri NU, KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Hal ini dilakukan untuk mencegah kembalinya tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia yang telah merdeka sejak 17 Agustus 1945.
“Dari resolusi itu KH Hasyim Asy’ari menyerukan kepada segenap kyai dan santri bahwa membela tanah air dari penjajah itu hukumnya fardhu ‘ain atau wajib bagi setiap individu,” terang Aqil Siroj.
Hal ini perlu diingat, menurut ceritanya, apa yang disampaikan KH Hasyim Asy’ari ini telah membakar semangat kyai dan santri hingga memunculkan perlawanan di mana-mana. Pertempuran meletus di Surabaya hingga menewaskan Jenderal Mallaby bersama ribuan prajuritnya. Namun, di sisi yang sama, ribuan umat Islam juga gugur saat membela tanah air.
“Oleh Presiden Jokowi resolusi jihad nya KH Hasyim Asy’ari itu kemudian ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional dan itu wajib kita syukuri sekaligus menggelorakan kembali semangat resolusi jihadnya KH Hasyim Asy’ari,” tukas pungkas Musthofa Aqil.