Hijrah Sebagai Dasar Pemersatu Bangsa
HIDAYATUNA.COM – Jumat 12 Rabi’ul Awal tahun kenabian, Nabi Muhammad SAW sampai di Yatsrib dengan rombongannya. Pada saat itu juga masuk waktu salat Jumat.
Baginda singgah untuk salat Jumat disebuah kawasan lembah di perkampungan Bani Salim bin Auf. Seramai 100 orang laki-laki menyertai mereka dalam salat tersebut.
Selepas selesai salat Jumat, Nabi terus bergerak ke Yatsrib dan disambut dengan meriah oleh penduduk disana. Kaum wanita dan para budak berseru menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW seraya berkata:
“Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang, Allahu Akbar, Muhammad datang.”
Abu Darda’ Radhiyallahu anhu mengatakan: “Aku tidak pernah melihat penduduk Madinah lebih bergembira dengan sesuatu sebagaimana kegembiraan mereka dengan kedatangan Rasulullah SAW”. {HR al-Bukhari dalam al-Fath, 7/260}.
Nabi Muhammad Singgah di Rumah Penduduk dalam Perjalanan Hijrah
Walaupun kaum Ansor bukanlah orang yang mewah, tetapi masing-masing menawarkan diri supaya Nabi singgah dan menetap di rumah mereka. Lantaran besar hati ingin melayani insan yang mereka kasihi dan muliakan, yaitu Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi unta tunggangan Nabi Muhammad Saw yang bernama “Qashwa” terus berjalan sampai di daerah Bani Nujjar.
Rumah Abu Ayyub al-Ansarilah salah seorang kabilah Bani Nujjar yang paling dekat dengan unta beliau berhenti. Terpilihlah rumah Abu Ayyub al-Ansarilah menjadi tempat menetap Nabi. Sedangkan jejak kaki unta berhenti tersebut dijadikan tempat berdirinya Masjid Nabawi, sebuah bangunan yang menjadi penanda kebangkitan peradapan islam.
Rasulullah memfungsikan masjid untuk semua kegiatan, yaitu sebagai tempat mengajarkan ajaran islam, tempat pertemuan dan pembinaan umat. Tidak hanya membangun Masjid akan tetapi Rasulullah juga mempersatukan Suku Aus dan Suku Hujurat. Dua suku besar di Yatsrib yang selalu bermusuhan antara satu dengan lainnya.
Kedua suku tersebut juga disatukan menjadi kaum Ansor dan dalam kasus ini juga, kaum Ansor dipersaudarakan oeleh Nabi dengan Kaum Muhajirin yang merpakan sebagai pendatang baru.
Nabi juga selalu menegaskan bahwa semua muslim itu bersaudara. Hal tersebut dilakukan Rasulullah untuk memperkuat solidaritas antar sesama islam.
“Piagam Madinah” Sebagai Ikatan Persaudaraan
Bagi orang mukmin saudara bukanlah golongan darah semata, melainkan keimanan yang sama juga dianggap bersaudara. Tidak hanya golongan umat islam saja, Rasulullah juga mempersatukan seluruh penduduk di Madinah dengan menjalin persaudaraan dengan golongan Yahudi dan Nasrani.
Persaudaraan tersebut Rasulullah jalin dengan cara mengikat seluruh rakyat dalam satu piagam. Piagam ini kemudian dikenal sebagai “Piagam Madinah”.
Inti dari isi piagam tersebut adalah, bahwa semua kelompok dilindungi eksentensinya. Juga hak-haknya dalam melaksanakan ibadah menurut agama dan kepercayaan, tanpa boleh diganggu gugat oleh siapa pun. Semua kelompok juga harus sepakat membela Madinah jika diserang dari luar.
Nabi Muhammad Saw disepakati sebagai pemimpin mereka. Dalam kesepakatan itu lahirlah aneka kegiatan yang membuat penduduk Madinah tentram dan damai. Tidak ada lagi kekhawatiran timbulnya permusuhan akibat perbedaan suku maupun agama.
Tanpa kita sadari, Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mengadopsi pemerintahan zaman Rasulullah. Dengan beragamnya suku, bahasa, budaya dan agama yang terdapat di dalamnya. Semua itu tercantum jelas dalam lima sila negara Indonesia yaitu, pancasila sebagai ideologi dan dasar negara bangsa kita.