Haul Buya Hamka ke-40 Tahun: Meneladani Ulama Hebat Nusantara
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Dalam daftar ulama ulama besar di Nusantara atau Indonesia, kita memiliki nama besar Buya Hamka. Tepat pada 24 Juli 2021, genap sudah haul Buya Hamka yang ke 40 tahun.
Sebagaimana diketahui, Buya Hamka wafat pada 24 Juli 1981 silam. Meski fisiknya telah meninggalkan kita, namun hingga kini pemikiran dan karya-karya Buya Hamka terus membersamai generasi-generasi setelahnya.
Memasuki haulnya yang ke-40 tahun, mengenang kembali kiprah beliau untuk kemajuan agama dan negara sangatlah besar. Buya Hamka memiliki nama lengkap Prof DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah.
Ia adalah putra sulung dari pasangan Abdul Karim Amrullah dan Safiyah. Buya Hamka lahir di Tanah Sirah wilayah Nagari Sungai Batang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat pada 17 Februari 1908.
Akhir tahun 1924, saat Buya Hamka berusia 16 tahun, ia sudah merantau ke Yogyakarta dan mulai belajar mengenai sejarah serta pergerakan Islam. Buya Hamka bersama H.O.S Tjokroaminoto, dan H. Fakhruddin pernah menjadi petinggi Partai Syarikat Islam sebelum akhirnya partai tersebut bubar.
Jejak Dakwah Buya Hamka
Dilansir dari fkip.umri.ac.id, akhirnya Buya Hamka beralih ke gerakan sosial Muhammadiyah untuk meneruskan langkah perjuangannya. Buya Hamka pernah terjun di dunia politik lewat Partai Masyumi, sampai pada akhirnya partai tersebut dibubarkan di era Presiden Soekarno.
Ia bahkan pernah dipenjara di masa itu. Kemudian, pada 1975 Buya Hamka ditunjuk oleh para ulama untuk menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia atau MUI pertama kali.
Gelar doktor kehormatan Buya Hamka didapatkan di Universitas al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia. Di Universitas Moestopo dia mendapatkan gelar guru besar.
Selain itu Buya Hamka juga masuk ke dalam daftar Pahlawan Nasional. Kiprahnya dalam bidang agama dan perjuangan proses untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia memang tidak diragukan lagi.
Buya Hamka juga masuk dalam jajaran para sastrawan terkenal di Indonesia, karya sastranya kemudian banyak mempengaruhi para sastrawan sesudahnya. Dua karya Hamka yang memiliki pengaruh besar adalah Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.
Profil buya Hamka semakin menarik untuk dikaji, ketika dia membuat karya tafsir, yakni Tafsir al Azhar. Karyanya ini juga sangat terkenal, oleh beberapa kalangan dianggap sebagai karya tafsir yang kental dengan nuansa tasawuf. Pemahaman Hamka terkait agama yang lebih cenderung pada pola pikir tasawuf ini menarik untuk dikaji lebih dalam.