Hamsatu Allamin, Perempuan Nigeria yang Mendampingi Korban Boko Haram
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Hamsatu Allamin merupakan pendiri dan Direktur Eksekutif Yayasan Allamin untuk Perdamaian dan Pembangunan di Maidaguri Nigeria, anggota dari Aliansi Perempuan Global untuk Kepemimpinan dan Keamanan (Women’s Alliance for Security Leadership atau WSAL).
Hamsatu Allamin juga seorang manajer regional bagian Timur Laut dari Program Stabilitas dan Rekonsiliasi Nigeria (NSRP) dan anggota eksekutif nasional Federasi Perempuan Muslim di Nigeria.
Hamsatu Allamin berprofesi sebagai pendidik. Setelah mengenyam pendidikan di Universitas Maiduguri, ia pindah ke desa kecil tempat suaminya mewarisi posisi ayahnya sebagai pemimpin adat.
Allamin mulai mengajar di Community College, dan juga mulai mengorganisir forum-forum bagi perempuan akar rumput untuk berkumpul dan mendiskusikan isu-isu yang muncul dalam komunitas.
Di usianya yang sudah lebih dari 60 an tahun, dia masih mendedikasikan hidupnya untuk perdamaian, keamanan, hak asasi manusia, dan hak perempuan di negaranya dengan terjun langsung ke lapangan.
Terutama maraknya kelompok militan Jama’atu Ahlis Sunnah Lidda’awati wal Jihad (JAS), yang biasa dikenal dengan Boko Haram (pendidikan Barat adalah dosa).
Boko haram merupakan kelompok teroris yang berbasis di wilayah Nigeria Utara, yang dihuni oleh buta huruf.
Mereka merekrut, melatih, kemudian memberdayakan dan memperkuat banyak pengikut kemudian menggantikan ajaran Islam asli dengan ideologi jihad yang menolak pendidikan barat dan pemerintahan modern.
Mereka adalah kelompok yang membuat skenario dari segala agitasi etnis atau kerusuhan politik atas masalah agama.
Secara ideologis, Boko Haram menentang westernisasi yang dipandang berdampak negatif terhadap nilai-nilai Islam.
Kelompok tersebut menyalahkan pengaruh Barat atas budaya korupsi di Nigeria, yang telah menjadikan adanya kesenjangan yang lebar antara sedikit orang kaya dan banyak orang miskin.
Mereka menyuarakan kegagalan pemerintah dengan propaganda yang menarasikan Islam sebagai solusi atas kegagalan yang terjadi.
Mereka menganjurkan untuk kembali ke syariah Islam sebagai alternatif yang menawarkan keadilan, moralitas dan kebebasan dari korupsi serta mengutuk segala sesuatu yang berbau atau datang dari Barat sebagai hal terlarang, termasuk pendidikan.
Gerakan yang awalnya nirkekerasan, berubah haluan menjadi gerakan frontal. Boko Haram tidak lagi menempuh jalan damai untuk mencapai visi besarnya dalam mendirikan negara Islam.
Mereka telah melakukan ratusan serangan mematikan terhadap masjid, sekolah, pasar dan gereja di Nigeria utara dan sering menggunakan anak-anak untuk melakukan pengeboman.
Juga berbagai aksi seperti penculikan, pembunuhan yang dilakukan tanpa memilih korban.
Penyebabnya adalah pertentangan antara Kristen, Islam dan perlakuan keras oleh pemerintah, sehingga mereka menjadi radikal.
Kelompok ini selalu melakukan pemberontakan Islam dalam waktu yang cukup lama dan menjadi fakta bahwa kelompok teroris agama adalah musuh yang sangat sulit dimusnahkan.
pemberontakannya yang dimulai pada tahun 2009, Boko Haram telah membunuh puluhan ribu orang, sering menyerang polisi, angkatan militer, dan warga sipil.
Pemberontakan tersebut telah mengakibatkan kematian lebih dari 300.000 anak, membuat 2,3 juta orang mengungsi dari rumah mereka, dan merupakan kelompok teror paling mematikan di dunia pada pertengahan tahun 2010-an menurut Indeks Terorisme Global.
Kelompok tersebut juga telah berkontribusi pada krisis pangan dan kelaparan regional.
Mendampingi Korban Boko Haram
Mengetahui bahwa kekerasan semakin meningkat dengan strategi kontraproduktif yang digunakan oleh pemerintah dan pasukan keamanan, sebagai perwakilan negara dari Jaringan Aktivis Perempuan Melawan Ekstremisme Kekerasan, sebuah afiliasi dari Jaringan Aksi Masyarakat Sipil Internasional, ia mulai memberanikan diri untuk mengunjungi daerah di mana JAS merekrut.
Bukannya ia berpihak pada Boko Haram, akan tetapi berkomunikasi, bersimpati, dan masuk dalam kehidupan boko haram, merupakan upaya untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan.
Allamin merehabilitasi dan mengintegrasikan kembali komunitas-komunitas yang telah banyak mereka rekrut.
Banyak komunitas, khususnya para pemuda, skeptis terhadap Allamin karena dia seorang perempuan.
Tetapi mereka akhirnya mulai terbuka karena dia adalah satu-satunya orang yang mendengarkan kebutuhan dan keluhan mereka.
Ketangkasan Allamin dalam mendengarkan, menganalisis dapat memulai strategi baru dengan mengintegrasikan mereka untuk memperkenalkan dialog intra-komunitas, dengan membawa laki-laki dan perempuan yang sebelumnya tidak dipandang penting untuk isu-isu yang mempengaruhi masyarakat.
Ia juga mengadakan dialog lain dengan sekolah untuk mendidik mereka tentang reintegrasi anak-anak ke dalam sistemnya.
Ia berbicara dengan para ibu dan juga memberdayakan mereka secara ekonomi untuk mendukung pendidikan anak-anaknya.
Ia membangun konsep pembangunan perdamaian seperti pendidikan, hak perempuan, hak asasi manusia, hidup dengan non-Muslim, keterampilan seperti negosiasi, mediasi, dan harga diri.
Ia juga meminta mereka untuk melakukan penelitian tentang apa yang dikatakan Alquran dan Hadis Nabi tentang konsep-konsep barat.
Mereka semua memiliki landasan positif dalam Syariah, beberapa dari mereka bahkan mengajar di lembaga pendidikan.
Pada akhirnya ia ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa apa yang mereka anggap “barat” tidak hanya cocok tetapi juga integral dengan wacana Islam dimana Alquran menyerukan pendidikan bagi semua manusia.
Allamin membuat Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil untuk Perdamaian (NSRP), di negara bagian asal JAS, Borno dan Yobe.
Setelah penculikan hampir 300 siswi dari Chibok pada tahun 2014, jaringan tersebut adalah yang pertama mengadakan konferensi pers di Maiduguri yang enam hari kemudian secara efektif meluncurkan kampanye Bring Back Our Girls.
Melalui NSRP, Allamin mengimplementasikan proyek untuk melawan ekstremisme kekerasan, berfokus pada pemulihan norma sosial, mengubah narasi sikap apatis terhadap Barat, dan mengembangkan modul untuk mengajarkan perdamaian.
Modul tersebut diberi nama “The Manual of Peace Building in Islamic School” dan digunakan di sekolah-sekolah Islam untuk mengajarkan perdamaian.
Seorang guru merekrut dan membimbing para siswa untuk menyuarakan pesan-pesan perdamaian.
Sehingga komunitas-komunitas di sekolah akan diperkaya dengan perdamaian, koeksistensi, dan toleransi.
Selain itu, sekolah-sekolah Islam di daerahnya telah mengadopsi buku tersebut dan mewajibkan anak-anak untuk belajar.
Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan dua bahasa lokal dengan dukungan dari ICAN, sehingga kontennya dapat digunakan dalam pelajaran Islam mingguan perempuan dan orang dewasa.
Allamin juga merencanakan dan mencari dukungan lebih dari beberapa komunitas untuk meningkatkan intervensi di Nigeria Utara, dan dapat mendukung intervensinya atas pernikahan dini dan perceraian dini serta memfasilitasi perubahan kelembagaan dan sosial.
Boko Haram Menjadi Boko Halal
Dengan keberanian Allamin, dia mengadvokasi kontra-narasi yang menegaskan bahwa “boko haram” harus diubah menjadi “boko halal” yang berarti pendidikan dan pembangunan perdamaian Barat memang selaras dengan prinsip-prinsip Islam.
Bahkan pada 10 Oktober 2021, Allamin meluncurkan bukunya, Boko Halal, sebuah pedoman yang mempromosikan perdamaian dan toleransi.
Dengan menyasar pada generasi muda di sekolah Islam dasar dan menengah.
Sehingga dapat mendorong para siswa untuk mendirikan komunitas perdamaian di sekolahnya.
Begitu pula jika dibaca orang yang lebih tua dapat menjadi pedoman tentang bagaimana hidup dalam kedamaian dan harmoni.
Buku tersebut pertama kali dikembangkan pada tahun 2016 dan ditinjau oleh yayasan dalam kemitraan dengan Asosiasi Makeiyya.
Dengan dukungan dana dari Jaringan Aksi Masyarakat Sipil Internasional di bawah Dana Perdamaian Inklusif.
Buku tersebut mengungkap ideologi dan ekstremisme Boko Haram, yang keduanya telah membawa kesulitan yang tak terhingga bagi orang-orang di Borno dan timur laut pada umumnya selama hampir 13 tahun.
Allamin ingin melenyapkan pikiran anak-anak muda yang dibesarkan untuk mengenal ideologi Boko Haram.
Menurutnya mereka adalah pemimpin masa depan yang mana pemikirannya harus fokus pada jalan yang benar sebagai jalan kehidupan.
Selain itu ia juga menulis buku-buku lain, misalnya buku-buku berkualitas yang memberikan pedoman bagaimana hidup rukun dengan tetangga, terutama yang berbeda latar belakang agama.
Ketika orang-orang dalam kesulitan itu membimbing mereka yang tidak terpengaruh tentang bagaimana mereka dapat membantu orang-orang dalam kesulitan.
Buku setebal 160 halaman, dengan 10 bab tematik, menyajikan manual pendidikan perdamaian yang dipikirkan dengan matang, mempromosikan toleransi dan koeksistensi yang harmonis. []