Hadis yang Sulit Anda Dengar di Majelis Taimiyun atau Wahabi (Bagian 3)
HIDAYATUNA.COM – Kita lanjutkan pembahasan tentang hadis-hadis yang kemungkinan besar tidak akan Anda temui pembahasannya di majelis-majelis Taimiyun atau Wahabi sebab tidak cocok dengan selera mereka.
3. Hadis Jariyah yang cocok dengan kaidah keimanan
Sudah maklum bahwa para Taimiyun (Wahabi) atau majelis Taimiyun sering sekali menyiarkan hadis jariyah (budak wanita) yang dites keimanannya dengan pertanyaan “di mana Allah” lalu dia menjawab “di langit”. Tidak terhitung berapa meme yang mereka buat dengan menukil hadis tersebut dan entah sudah berapa orang yang mereka test dengan pertanyaan tersebut yang jawabannya harus jawaban seperti itu.
Tapi sebenarnya ada versi lain dari hadis itu yang justru lebih kuat dan lebih cocok dengan kaidah keimanan tapi sayang nyaris tidak pernah saya dengar Wahabi yang menyiarkannya. Hadisnya adalah sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ عَنْ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ أَنَّهُ جَاءَ بِأَمَةٍ سَوْدَاءَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ عَلَيَّ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً، فَإِنْ كُنْتَ تَرَى هَذِهِ مُؤْمِنَةً فَأَعْتِقْهَا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَتَشْهَدِينَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ؟ “. قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: ” أَتَشْهَدِينَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ؟ “. قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: ” أَتُؤْمِنِينَ بِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ؟ “. قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: ” أَعْتِقْهَا
Artinya:
“Abdurrazaq mengabarkan pada kami, Ma’mar mengabarkan pada kami dari az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdillah dari seorang sahabat Anshar bahwasanya dia datang membawa seorang budak wanita berkulit hitam, kemudian dia berkata:
“Wahai Rasulullah, aku berkewajiban memerdekakan budak mukminah, apabila Engkau menganggap budak ini seorang mukminah, maka merdekakanlah dia”.
Rasulullah kemudian bersabda padanya: “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?”, budak itu menjawab: “Ya”
Kemudian Rasulullah bersabda: “Apakah kamu bersaksi bahwa aku utusan Allah?”, budak itu menjawab: “ya”. Kemudian Rasulullah bersabda: “Apakah engkau beriman pada hari kebangkitan setelah mati?”, dia menjawab: “ya.” (HR. Ahmad)
Kesahihan hadis riwayat Imam Ahmad dari Ubaidillah bin Abdillah tersebut tidak perlu diragukan. al-Hafidz al-Haitsami dalam kitabnya yang berjudul Majma’ az-Zawa’id berkata,
رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ
Artinya: “Ahmad meriwayatkannya dan para perawinya adalah perawi sahih.”
Lebih lanjut, Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya:
وَهَذَا إِسْنَادٌ صَحِيحٌ، وَجَهَالَةُ الصَّحَابِيِّ لَا تَضُرُّ
Artinya: “Sanad hadis ini sahih dan ketidakjelasan nama sahabat tidaklah masalah.”
Dengan ini, maka hadis tersebut terbukti layak dijadikan hujjah. Hadis yang sama dari jalur Ubaidillah bin Abdillah tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab al-Muwaththa’ yang makin memperkuat validitasnya.
Perhatikan pertanyaan test yang diajukan Rasulullah dalam hadis di atas, isinya sesuai sepenuhnya dengan kaidah keimanan dan keislaman. Ada seabrek dalil dari al-Qur’an dan hadis yang menjelaskan bahwa perbedaan seorang muslim dan kafir adalah dua kalimat syahadat dan ditambah keimanan pada hari kebangkitan.
Bahkan orang kafir pun tahu bahwa bedanya mereka dengan kaum muslimin adalah dua kalimat syahadat dan hari kebangkitan. Bila ini materi test keimanannya, maka sudah pasti akurat 1000%.
Meskipun hadis tersebut adalah hujjah yang nyata dalam masalah keimanan, tapi kita tahu bahwa Wahabi tidak suka membahasnya dan malah memilih versi riwayat lain dari Imam Muslim yang bermasalah sebab cocok dengan selera mereka yang suka pilih-pilih dalil. Apa masalah dalam riwayat Imam Muslim itu? Kali ini saya sebutkan dua saja:
Masalah pertama dalam riwayat Imam muslim (261 H) adalah ia meriwayatkan hadis Jariyah itu dari jalur sanad Atha’ Bin Yasar dari Mu’awiyah bin al-Hakam. Secara singkat katanya, Nabi bertanya pada budak wanitanya Mu’awiyah, “di mana Allah?” lalu si budak menjawab: “di langit”.
Inilah versi yang dipegang teguh oleh wahabi seluruh dunia. Namun sebenarnya di tempat lain, Atha’ Bin Yasar sang perawi di Shahih Muslim itu menceritakan versi redaksi yang berbeda pada Ibnu Juraij. Imam Abdurrazaq (211 H), seorang imam periwayat hadis yang lebih senior dari Imam Muslim, dalam Mushannaf-nya meriwayatkan versi lain dari Atha’ tersebut sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قالَ: أخْبَرَنِي عَطاءٌ، أنَّ رَجُلًا كانَتْ لَهُ جارِيَةٌ فِي غَنَمٍ تَرْعاها، وكانَتْ شاةَ صَفِيٍّ – يَعْنِي غَزِيرَةً – فِي غَنَمِهِ تِلْكَ فَأرادَ أنْ يُعْطِيَها نَبِيَّ اللَّهِ ﷺ فَجاءَ السَّبُعُ فانْتَزَعَ ضِرْعَها فَغَضِبَ الرَّجُلُ فَصَكَّ وجْهَ جارِيَتِهِ فَجاءَ نَبِيَّ اللَّهِ ﷺ، فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ وذَكَرَ أنَّها كانَتْ عَلَيْهِ رَقَبَةٌ مُؤْمِنَةٌ وافِيَةٌ قَدْ هَمَّ أنْ يَجْعَلَها إيّاها حِينَ صَكَّها فَقالَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ: «ائْتِنِي بِها» فَسَألَها النَّبِيُّ ﷺ: «أتَشْهَدِينَ أنْ لا إلَهَ إلّا اللَّهُ؟» قالَتْ: نَعَمْ، وأنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ ورَسُولُهُ؟ ” قالَتْ: نَعَمْ «وأنَّ المَوْتَ والبَعْثَ حَقٌّ؟» قالَتْ: نَعَمْ «وأنَّ الجَنَّةَ والنّارَ حَقٌّ؟» قالَتْ: نَعَمْ، فَلَمّا فَرَغَ قالَ: «أعْتِقْ أوْ أمْسِكْ» قُلْتُ أثَبَتَ هَذا؟ قالَ: نَعَمْ،
Artinya:
“Dari Ibnu Juraij, dia berkata: Atha’ bin Yasar menceritakan padaku bahwasanya seorang lelaki mempunyai budak wanita yang menggembala kambingnya, dan kambing itu bagus. Kemudian lelaki itu hendak memberikannya pada Nabi, lalu serigala datang merobek perut kambing itu hingga lelaki itu marah lalu memukul keras wajah budak wanita tersebut.
Kemudian dia datang pada Rasulullah lalu menceritakan kejadian itu lalu dia berkata bahwa dia punya kewajiban memerdekakan budak wanita mukminah yang mencukupi syarat yang akan dia merdekakan ketika dia memukul wajahnya.
Nabi lalu berkata: “Bawa dia kemari”. Lalu Nabi bertanya pada budak tersebut: “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?”, dia menjawab: “Ya”. “Dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah?”, dia menjawab: “Ya”. “Dan bahwa kematian dan bangkit dari mati adalah benar?”, dia menjawab: “Ya”.
“Dan bahwa surga dan neraka adalah nyata?”, dia menjawab: “Ya”. Setelah selesai, Nabi bersabda: “Silakan merdekakan dia atau boleh juga tidak kamu merdekakan”. Aku (Juraij) berkata: “Apakah kisah ini valid?”. Atha’ menjawab: “Ya.” (Abdurrazaq, al-Mushannaf)
Perhatikan hadis sahih riwayat Abdurrazaq dari Atha’ bin Yasar tersebut yang berbeda materi testnya dengan redaksi yang dia sampaikan dalam jalur Muslim. Justru dalam versi ini, cerita Atha’ tentang test keimanan itu sama persis dengan versi yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ubaidillah dari seorang sahabat Anshar.
Inilah versi yang sesuai dengan kaidah keimanan yang disepakati seluruh ulama. Ini adalah salah satu bukti bahwa riwayat Muslim tersebut masih bisa diperdebatkan sebab perawinya meriwayatkan dengan redaksi yang berbeda untuk satu kejadian yang sama persis.
Sebenarnya masih ada versi redaksi lain dari Atha’ yang diriwayatkan oleh Imam Al-mizzi tapi kadar ini saja sudah cukup untuk pembaca umum agar tulisan ini tak terlalu panjang dan mungkin membosankan karena bersifat teknis.
Bagi yang bingung dengan uraian di atas, saya coba sederhanakan demikian:
– Ada dua orang yang sama-sama mendengar langsung dari seorang sahabat dari kalangan Anshar yang memiliki budak yang dites keimanannya oleh nabi. Mereka adalah: Atha’ bin Yasar dan Ubaidillah bin Abdillah.
– Hanya saja, Atha’ menyampaikan dua versi redaksi yang berbeda, yang pertama redaksinya “di mana Allah?” dan yang kedua redaksinya “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?”.
– Kemudian Ubaidillah selaku saksi kedua menyampaikan redaksi yang kedua tersebut yang membuktikan bahwa redaksi “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah” ini adalah redaksi yang lebih meyakinkan sebab disampaikan oleh dua orang saksi yang berbeda. Harusnya redaksi inilah yang lebih dipopulerkan.
Masalah lainnya dari redaksi muslim adalah materi testnya yang problematik bagi mereka yang mau berpikir kritis. Orang musyrik Mekkah juga meyakini Allah di langit, demikian juga Yahudi dan Kristen.
Hal ini juga sering disampaikan oleh pendakwah wahabi ketika menekankan bahwa pengetahuan bahwa Allah di langit adalah pengetahuan bersama. Tapi karena itu tentu kita jadi bertanya-tanya bagaimana bisa hal ini dijadikan sebagai materi test keimanan yang membedakan antara yang beriman dan tidak?
Ini sebenarnya mau mengetes iman tidaknya seorang budak sesuai ajaran Islam atau mau mengetes kesamaan akidah budak itu dengan musyrikin dan non-muslim? Materi test ini tidak sesuai dengan kaidah keislaman atau keimanan.
Orang yang kafir tidak bisa menjadi beriman hanya karena dia menyatakan Allah di langit tanpa menyatakan kalimat tauhid. Okelah kita hargai dan hormati para imam yang berdalil dengan hadis versi Muslim itu, tapi kita tidak dapat menutup mata bahwa redaksi tersebut bermasalah.
Adapun bila memakai redaksi yang memuat pengakuan syahadat, maka sepenuhnya bebas masalah. Namun sayang, redaksi yang sahih dan tidak bermasalah ini malah tidak dipopulerkan dalam majelis Wahabi meskipun secara sepihak mereka mengaku ahli hadis.
Untuk diketahui, bahwa ada redaksi test terhadap budak perempuan yang berbeda lagi dari yang saya bahas di atas ini dan juga sahih dari segi sanad tapi juga diabaikan oleh wahabi, yaitu dengan redaksi pertanyaan “Siapa Tuhanmu?”, namun kita lewati dulu pembahasannya agar postingan ini tidak terlalu panjang. (Masalah sebenarnya jauh lebih panjang dari postingan ini, semoga saja sempat menulis di lain waktu).
Berapa persen kemungkinan anda mendengar fakta tentang hadis ini di majelis Wahabi? Hampir nol persen.
[Bersambung…]
Anda dapat membaca Hadis yang Sulit Anda Dengar di Majelis Taimiyun atau Wahabi (Bagian 1) di link berikut ini, KLIK DI SINI.
Baca juga Hadis yang Sulit Anda Dengar di Majelis Taimiyun atau Wahabi (Bagian 2) melalui link berikut ini, KLIK DI SINI.