Hadis ‘Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri Cina’, Begini Maknanya

Tanda-tanda Orang Berilmu (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM – Istilah dalam hadis ‘tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina’ sudah tidak asing lagi di telinga kita. Terlepas dari statusnya yang maudhu’ atau palsu, namun pepatah ini perlu menjadi renungan bersama. Mengapa perlu menuntut ilmu hingga ke Negeri Cina.
Sebenarnya banyak hadis yang mewajibkan umat muslim untuk menuntut ilmu, salah satunya hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah berikut ini: “Tholabul ‘ilmi faridhotun ‘ala kulli muslimin.” Artinya, menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Kata Cina tidak sebatas makna eksplisitnya. Namun memiliki makna implisit yang perlu dipahami untuk mendongkrak semangat umat Muslim dalam mencari ilmu.
Hadis bermasalah ini memiliki redaksi lengkap yang berbunyi, “Tuntutlah ilmu meskipun di negeri Cina karena, mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim”. Pertanyaannya adalah, mengapa dalam istilah yang sudah terlanjur populer sebagai hadis itu menyebut kata Cina?
Mengapa bukan Eropa atau Amerika yang dikenal dengan negara Adidaya? Apa yang dimiliki Cina sehingga layak dijadukan tujuan untuk mencari ilmu?
Peradaban Tinggi
Bukan tanpa alasan mengapa istilah tersebut memilih kata Cina daripada menyebut nama negara lainnya. Salah satunya, negeri yang berjarak sekitar 13.200 km dari Mekkah itu memiliki peradaban tinggi yang sudah eksis sedari 610 Masehi.
Selain peradabannya yang tinggi, warga Cina juga dikenal memiliki etos kerja yang tinggi. Masyarakatnya memiliki sifat pekerja keras, ulet, dan sangat tepat dalam berkalkulasi. Kebiasaan disiplin dan bekerja keras itulah yang membawa Cina menjadi negara yang kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pesatnya pertumbuhan ekonomi negara Cina pantas dijadikan rujukan. Pasalnya pertumbuhan produk domestik bruto Cina meningkat hingga 10 persen per tahunnya, hal ini seperti dikutip dari situs World Bank.
Tentu saja pertumbuhan ekonomi yang pesat tersebut menjadikan Cina sebagai negara yang berpengaruh besar terhadap ekonomi dunia sejak krisis finansial pada 2008 silam. Keahliannya dalam bidang ekonomi, telah membuat Cina menjadi bangsa yang tidak hanya konsumtif, tapi juga produktif.
Tidak hanya kemampuan etos kerja yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi, Cina juga memiliki kondisi politik yang stabil. Meskipun negara Tirai Bambu tersebut tidak menganut paham demokrasi dan minim kebebasan, namun sistem politik Cina mampu menghasilkan pemimpin yang andal dan efisien.
Hal ini terbukti dengan megaproyek G-20 Meeting Hall yang sukses dibuat dengan waktu cepat. Hal-hal itulah yang bisa diambil pelajaran bagi umat Muslim. Sebab belajar tidak hanya dari satu ideologi dan satu bidang saja, melainkan dari berbagai ilmu dan pengetahuan.
Cari Ilmu Tak Terbatas Waktu
Allah SWT. memberikan akal kepada manusia supaya bisa mensyukuri nikmat-Nya dengan cara mengetahui hal-hal yang ada di bumi (ilmu pengetahuan). Firman Allah dalam Alquran surat An Nahl ayat 78 menyebutkan:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
Diberi tubuh yang lengkap diharap bisa memacu semangat umat Muslim untuk mencari dan mendalami ilmu sebagai bekal di dunia dan akhirat. Sepanjang manusia masih bisa bernapas, maka wajib atasnya untuk mencari ilmu. “Uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal lahdi” yang artinya carilah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.
Menuntut ilmu tidak terbatas waktu, juga tidak terbatas tempat. Berapa pun umurnya dianjurkan mencari ilmu dan tidak boleh bermalas-malasan. Mencari ilmu itu luas, bisa berasal dari buku, dari orang berilmu atau ulama, hingga dari fenomena kehidupan sekitar.
Keluar dari Tempurung
Tidak harus ke Mekkah untuk mencari ilmu, namun negara manapun layak untuk dijadikan tujuan untuk menuntut ilmu. Asal ilmu itu dijadikan bekal untuk hidup di dunia dan juga di akhirat.
Maka dari itu belajar tidak sebatas hanya di satu tempat saja, melainkan belajarlah di tempat-tempat yang lain. Pengembaraan dalam mencari ilmu ini dijamin rejekinya oleh Allah, dan statusnya sebagai orang fi sabilillah.
“Wal asadu laulaa firooqu al ghoobi maa iftarosat, wa as sahmu laulaa firooqu al qousi lam yushib.”
Arti dari mahfudlot tersebut adalah singa itu jika tidak keluar dari semak- semak tak akan mendapatkan mangsa. Demikian pula anak panah itu jika tidak melesat dari busurnya, tidak akan mengenai sasaran.
Dengan demikian sudah jelas, bahwasanya mencari ilmu itu boleh dilakukan di mana saja, di negara manapun termasuk Cina. Sebab dengan mengembara dalam mencari ilmu tersebut, kita akan berpikiran lebih terbuka dengan berbagai pengalaman yang didapat selama perjalanan mencari ilmu.
Sebagai umat Muslim sebaiknya tidak cepat merasa puas dengan apa yang ada di negerinya, artinya carilah pengetahuan terbaik secara luas walaupun harus menyeberangi samudra hingga ke negeri yang sangat jauh sekalipun. Sebab ilmu merupakan entitas yang bebas nilai, sehingga siapapun bisa mempelajarinya, dan mengamalkan yang positif dalam kehidupan.